Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pancasila dan Polemik Gaji Fantastis BPIP

1 Juni 2018   09:28 Diperbarui: 1 Juni 2018   10:08 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2018 diwarnai dengan kegaduhan publik terhadap besaran gaji fantastis Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) yang diketuai Megawati Soekarnoputeri. Selain Megawati, ada juga anggota BPIP yang diisi oleh sejumlah tokoh nasional seperti Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma'aruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe, dan Wisnu Bawa Tenaya.

BPIP awalnya bernama Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) yang dikepalai oleh Yudi Latief. Kemudian berubah nama menjadi badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018. BPIP mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.

BPIP juga bertugas melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Pimpinan, Pejabat, dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Ketua Dewan Pengarah BPI sebesar Rp 112.548.000 per bulan, anggota Dewan Pengarah BPIP yang menerima gaji Rp 100.811.000 per bulan, Kepala BPIP mendapatkan hak keuangan Rp 76.500.000, Wakil Kepala BPIP Rp 63.750.000, Deputi BPIP Rp 51.000.000, Staf Khusus Rp 36.500.000.

Menpan-RB Asman Abnur mengatakan bahwa gaji dan tunjangan sebesar itu yang diberikan kepada Dewan Pengarah dan kepala BPIP mengingat beban kerja mereka yang berat, karena ini menyangkut masalah pembinaan ideologi bangsa. Dan saat ini bangsa Indonesia tengah mengalami tantangan terhadap ideologi bangsa seperti radikalisme dan konflik bernuansa SARA yang berpotensi mengganggu integrasi bangsa dan negara.

Besaran gaji para ponggawa Pancasila yang fantastis tersebut tak ayal menimbulkan reaksi keras dari publik. Publik menganggap bahwa gaji yang diberikan terlampau besar sedangkan produknya tidak jelas. Pancasila adalah sesuatu yang sakral bagi bangsa Indonesia karena Pancasila adalah falsafah, ideologi, dan dasar negara. Oleh karenanya, publik merasa terganggu ketika Pancasila yang sakral itu dibuat gaduh oleh gaji fantastis yang diterima oleh tokoh-tokoh yang ada di lembaga pembina Pancasila tersebut.

Dewan Pengarah BPIP diisi oleh tokoh-tokoh yang dikenal memiliki integritas yang tinggi dan berjiwa negarawan. Negarawan adalah sosok yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Dia tidak memikirkan kepentingan diri atau kelompoknya, tetapi berpikir dan mengabdi bagi kepentingan bangsa dan negara. 

Saya termasuk yang yakin terhadap komitmen kebangsaan tokoh-tokoh tersebut. Ketika mereka diangkat menjadi ketua dan anggota BPIP, mereka tidak meminta gaji, bahkan sejak setahun pasca diangkat, mereka belum mendapatkan gaji atau tunjangan operasional.

Kisruh masalah gaji BPIP muncul pasca Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 42 Tahun 2018. Ketua dan anggota Dewan Pengarah BPIP menjadi sasaran kritik dan bulan-bulanan netizen.  Seolah komitmen dan kenegarawanan tokoh-tokoh tersebut diragukan kalau mau menerima gaji tersebut.

Salah satu anggota BPIP Mahfud MD merasa gerah dan angkat bicara menanggapi masalah ini. Mahfud mengatakan bahwa mereka pada dasarnya tidak tahu menahu urusan gaji atau fasilitas yang diterima oleh BPIP, dan sejak awal pun tidak meminta gaji atau fasilitas. Bahkan Beliau meminta Presiden Joko Widodo mencabut Perpres tersebut jika tidak ada dasar hukumnya dan bukan haknya. (Tempo, 31/05/2018).

Sebelumnya, tanggal 31 Mei 2018, Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) melaporkan Perpres Nomor 42 Tahun 2018 kepada Ombudsman RI. MAKI  berharap Ombudsman Ri dapat memberikan koreksi atas perpres tersebut. (Serambi News, 30/05/2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun