Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebangkitan Literasi Indonesia

21 Mei 2018   06:21 Diperbarui: 21 Mei 2018   08:23 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
surabaya.tribunnews.com

KEBANGKITAN LITERASI INDONESIA

Oleh:

IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar/KPLJ)

Tanggal 20 Mei biasa diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Jika mengacu kepada sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, peringatan Harkitnas adalah untuk mengenang lahirnya Boedi Oetomo yang didirikan tanggal 20 Mei 1908 oleh Dr. Soetomo dan mahasiswa organisasi STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji mendirikan Boedi Oetomo. Lahirya Boedi Oetomo ini digagas oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Lahirnya Boedi Oetomo merupakan momentum untuk menyatukan semangat dan tekad para pejuang kemerdekaan, serta bangkit merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda.  Dan tahun 2018, tepat 110 tahun Boedi Oetomo pernah ada dan mewarnai perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Peringatan Harkitnas selain bertujuan untuk mengenang peristiwa penting lahirnya organisasi pergerakan kemerdekaan Indonesia, juga untuk menumbuhkan sikap cinta tanah air dan patriotisme di kalangan bangsa Indonesia, utamanya kalangan generasi muda. Semangat kebangkitan bangsa harus terus dikobarkan setiap jiwa warga bangsa dan diimplementasikan dalam bentuk pembangunan pada berbagai bidang.

Salah satu tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah untuk mencerdaskan bangsa. Secara operasional, upaya mencerdaskan bangsa dilakukan melalui dunia pendidikan. 

Salah satu elemen penting dunia pendidikan adalah budaya literasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) literasi berarti; kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.

Oleh karena itu, literasi bukan hanya identik dengan kemampuan membaca dan menulis saja, tetapi memiliki makna yang lebih luas dan dapat dikaitkan dengan berbagai bidang seperti teknologi, informasi, komunikasi, finansial, agama, seni, budaya, hukum, sosial, kewarganegaraan, dan sebagainya.

Pada kenyataannya, kondisi budaya literasi Indonesia masih rendah. Hasil studi UNESCO tahun 2012 menyampaikan bahwa minat baca orang Indonesia hanya 0,001 yang artinya dari seribu orang. Selain itu, berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).

Kantor perpustakaan nasional mencatat 90 persen penduduk usia di atas 10 tahun gemar menonton televisi, tapi tidak suka membaca buku. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan UNDP, menunjukan indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia pada 2014, menempati urutan 108 dari 187 negara di dunia. IPM Indonesia lebih tinggi dibandingkan Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam dan Filipina. Tapi IPM Indonesia kalah jauh bila dibandingkan Singapura yang menempati posisi 9, dan Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. (Metro TV News, 28/10/2015).

Roger Farr mengatakan bahwa membaca adalah jantungnya pendidikan, tanpa membaca, pendidikan akan mati. Penelitian Baldrige (1987) menyatakan bahwa manusia modern dituntut untuk membaca tidak kurang dari 840.000 kata per minggu. Berdasarkan kepada hal tersebut, jika sebuah bangsa ingin jadi bangsa yang modern harus membudayakan membaca.

Menyadari bahwa minat baca di Indonesia masih rendah, maka sejak tahun 2015 Kemdikbud menggalakkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai bagian dari penumbuhan budi pekerti. Salah satu kegiatannya adalah membaca buku nonteks selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Kegiatan lainnya antara lain; penyediaan pojok baca, majalah dinding (mading), optimalisasi perpustakaan, dan sebagainya.

Gerakan literasi sudah mulai menggeliat. Pendidik dan tenaga kependidikan ada yang menjadi relawan GLS, menyelenggarakan berbagai kegiatan literasi, festival, lomba, mengikuti pelatihan menulis, hingga mempelopori menulis buku. Pemerintah daerah pun memberikan pelatihan literasi dan memberikan penghargaan bagi yang pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa yang concern terhadap GLS.

Warga masyarakat ada yang sudah mulai bangkit dari malas membaca menjadi rajin membaca. Bangkit dari yang awalnya kurang peduli terhadap dunia literasi menjadi lebih peduli dengan turut mengampanyekan pentingnya gerakan literasi, mendonasikan buku, mendirikan TBM, menggelar buku-buku bacaan di acara car free day, menyediakan buku di tempat-tempat umum dan kendaraan umum, bahkan membawa buku-buku tersebut keliling kampung untuk dibaca oleh masyarakat.

Ayo jadikan peringatan Hardiknas menjadi momentum kebangkitan literasi Indonesia untuk melahirkan generasi bangsa yang cerdas, literat, kompetitif, dan produktif. Wallaahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun