Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Guru dan Siswa, Komunikasi adalah Hal yang Tak bisa Ditawar

22 April 2018   11:37 Diperbarui: 22 April 2018   20:45 3368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(M Latief/KOMPAS.com)

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat)

Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan, termasuk dalam interaksi pembelajaran antara guru dan siswa. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari pemberi pesan (komunikator) kepada pihak penerima pesan (komunikan). Komunikasi antarpribadi dapat berjalan secara efektif jika pihak-pihak yang berkomunikasi menguasai cara-cara berkomunikasi yang baik. 

Selain faktor komunikator dan komunikan, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap efektivitas sebuah komunikasi, yaitu pesan yang disampaikan, konteks (lingkungan, situasi, dan kondisi) dan sistem penyampaiannya (metode dan media yang digunakan).

Dalam proses komunikasi, ada beberapa sikap yang dapat mendukung efektivitas komunikasi, yaitu isyarat verbal seperti kata-kata atau komentar singkat, dan isyarat nonverbal seperti mimik muka, tatapan mata, atau gerakan tubuh.

Di zaman sekarang, banyak sekali terjadi ada dua orang yang sedang berdialog, tapi masing-masing sibuk dengan gawainya masing-masing, sehingga kurang efektif dan kurang sopan secara etika.

Berbagai tindakan kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan, baik kekerasan guru terhadap siswa maupun kekerasan siswa terhadap guru, menurut saya disamping disebabkan oleh faktor psikologis guru dan siswa, juga disebabkan oleh tersumbatnya komunikasi antara kedua belah pihak, sehingga akibatnya rasa kesal yang sudah sekian lama terpendam, ibarat api dalam sekam, lalu "meledak" yang diekspresikan melalui tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik, verbal, maupun psikis.

Komunikasi antara guru dan siswa kadang tidak berjalan secara efektif. Guru selalu berada pada posisi yang lebih superior daripada siswa, sedangkan siswa berada posisi yang lemah di hadapan guru. Contohnya, dapat dilihat pada video yang viral beberapa waktu yang lalu dimana seorang oknum guru sebuah SMK di Purwokerto Jawa Tengah yang menampar beberapa orang siswanya karena dinilai telah melanggar tata tertib sekolah.

Banyak pihak yang menyayangkan hal tersebut. Dengan alasan apapun, memang kekerasan tidak dapat dibenarkan dalam mendidik siswa, karena akan berdampak buruk terhadap siswa. Siswa akan merasa tertekan, takut, bahkan dendam terhadap gurunya. Dan hal tersebut diakui oleh sang pelaku yang mengatakan murid-muridnya mungkin akan dendam padanya. Sang pelaku pun telah diamankan oleh polisi dan terancam sangsi pidana.

Membangun komunikasi efektif antara guru dan siswa memang perlu disertai dengan sikap saling menghormati dan saling menghargai antara guru dan siswa. Aturan-aturan kelas pun perlu dikomunikasikan kepada siswa agar tidak bisa sepihak.

Bahkan ada sekolah-sekolah yang menyusun tata tertib sekolah atau tata tertib kelas dengan melibatkan perwakilan siswa. Aturan tersebut jadi semacam kontrak belajar, disepakati dan siap dilaksanakan. Oleh karena itu, ketika ada yang melanggarnya, sudah siap menerima konsekuensinya.

Tantangan mendidik saat ini memang sangat kompleks. Komunikasi yang dijalankan dalam pembelajaran memang disatu sisi perlu dilakukan secara dialogis dan humanistic, tetapi juga harus proporsional, masih dalam batas etika antara guru dan siswa.

Komunikasi yang terlalu longgar antara guru dan siswa menyebabkan guru kehilangan wibawa, siswa-siswa menjadi berani kepada gurunya, sedangkan komunikasi yang terlalu kaku antara guru dan siswa menyebabkan hubungan antara guru dan siswa pun menjadi kaku dan tidak nyaman. Guru yang kaku kadang dianggap sebagai guru yang killer, tidak punya selera humor, ditakuti, dan dijauhi oleh siswa.

Guru selain sebagai sebagai fasilitator pembelajaran, juga perlu menjadi seorang pendengar yang baik. Mau mendengar dengan seksama setiap harapan, keinginan, atau keluhan siswa-siswanya. Setidaknya, setelah siswa mencurahkan unek-uneknya, mereka lebih merasa dihargai oleh gurunya.

Bukan hanya guru yang ingin setiap kata-katanya didengar oleh setiap muridnya, murid pun demikian. Ingin didengar dan diperhatikan oleh gurunya. Rasa hormat murid terhadap guru dapat ditumbuhkan dengan cara menunjukkan terlebih dahulu rasa hormat guru terhadap muridnya. Hal ini juga selain sebuah teladan yang baik dari guru, juga akan membuat murid merasa segan terhadap guru.

Komunikasi yang terjalin secara efektif antara guru dan siswa akan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan membangun saling pengertian. 

Selain itu, juga akan membangun kelas sebagai sebuah keluarga yang harmonis. Oleh karena itu, di satu sisi guru perlu meningkatkan kemampuan komunikasinya, karena hal ini berkaitan dengan kompetensi kepribadian dan kompetensi sosialnya, dan murid pun perlu terus belajar etika dan sopan santun agar dapat menghormati gurunya. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun