Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Ingin Menulis, Tapi...

27 Maret 2018   17:00 Diperbarui: 27 Maret 2018   18:16 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SAYA INGIN MENULIS, TAPI...

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat)

Saat ini, seiring dengan bergulirnya gerakan literasi di sekolah, semangat membaca dan menulis pun mulai dipupuk dan ditumbuhkankembangkan. Bukan hanya di kalangan siswa, tapi di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam pengamatan saya, sudah ribuan guru mulai menggeluti dunia literasi, khususnya belajar menjadi penulis pemula.

Minimal menerbitkan satu buah buku, baik yang diterbitkan secara pribadi atau secara berkelompok. Tipis atau tebalnya halaman buku tidak perlu jadi masalah, karena yang penting ada kemauan untuk menerbitkan karya. Soal kualitas, akan mengikuti dan terus diasah melalui latihan secara terus menerus.

Walau demikian, dalam berbagai kesempatan saya suka ditanya baik oleh teman maupun oleh peserta pelatihan yang saya isi. "Bagaimana pak supaya bisa jadi penulis? Minta tips dong pak?" Itulah pertanyaan yang sering saya dengar dari mereka. Lalu saya menjawab dengan sebuah pertanyaan, "Benar ingin jadi penulis?" Dengan  wajah yang (semoga) serius, ada yang menjawab "Benar, serius pak."

Lalu saya bertanya lagi, "tips menulisnya ingin yang panjang atau yang pendek?", dengan semangat ada yang menjawab, "yang pendek saja pak. Biar mudah dipahami." Baiklah kalau begitu, tipsnya "3M", yaitu "Mulai, Mulai, dan Mulai." Mereka terus bertanya,"Bagaimana cara memulainya pak?" saya menjawab, "ya mulailah dengan menulis hal yang ada dalam pikiran anda, karena walau saya memberi tips-tips secara panjang lebar pun, kalau anda tidak memulai menulis, hal tersebut akan sia-sia saja."

Pada kesempatan lain, saya bertemu dengan seseorang yang dengan (seolah) dengan penuh semangat bicara tentang menulis, tapi diakhiri dengan kalimat, "Pak Idris, saya sebenarnya ingin bisa menulis  dan ingin menerbitkan buku, tapi....  bla... bla... bla..." sekian banyak alasan keluar dari mulutnya, dan seolah alasan itu semakin menguatkan pembenaran bagi dirinya bahwa sampai saat itu dia belum juga menulis.

Menanggapi hal tersebut, respon saya sederhana saja. "Oh begitu ya" lalu saya pun bergegas pergi karena saya tidak ingin melanjutkan diskusi. Orang tersebut tidak memerlukan saran atau sharing tentang dunia menulis dari saya. Dia hanya ingin saya menjadi pendengar, dan saya pun (dipaksa) untuk memahami berbagai alasannya tersebut.

Motivasi menulis dari kalangan luar akan cukup mempengaruhi jika dalam diri seseorang juga ada motivasi untuk mau menulis. Kalau hal tersebut tidak ada, maka sesering apapun mengikuti pelatihan, sehebat apapun motivator dan trainer yang didatangkan, sebanyak apapun teori menulis yang diterimanya, tidak akan mampu membangun motivasinya untuk menulis.

Rendahnya motivasi menulis bukan hanya dihadapi oleh orang biasa, bahkan hal ini juga banyak dialami oleh kalangan akademisi yang notabene diharapkan banyak memberikan pencerahan bagi masyarakat. Menulis untuk memenuhi angka kredit saja banyak yang tergopoh-gopoh. 

Beragam alasan dimunculkan, mulai dari kesibukan, sulit mengatur waktu, punya prioritas masing-masing, takut, kurang percaya diri, sampai rasa malas. Semua berhak menyampaikan alasan dan itu sah-sah saja, karena tidak ada keharusan untuk setuju atau tidak setuju terhadap berbagai alasan tersebut. Hidup adalah pilihan, dan tiap-tiap orang berhak memilih mana yang hal yang menurutnya paling memberikan manfaat bagi dirinya masing-masing.

Urusan menulis meang tidak dapat dipaksakan, kecuali

menyelesaikan tugas menyusun makalah saat kuliah yang walau malas wajib dilaksanakan demi mendapatkan nilai dan lulus mata kuliah yang diikuti. Dan setelah itu, merasa bebas dan merdeka dari "penjajahan" tugas-tugas kuliah. Sama sekali tidak ingin mendapatkan atau mengerjakan tugas yang sama lagi. Menulis hanya sebatas formalitas, bukan panggilan nurani.

Berbeda ketika seseorang menulis sesuatu yang diminati dan tidak berada di bawah tekanan atau perintah orang lain. Maka idenya akan terus mengalir. Jemarinya terus menari di atas tombol-tombol laptop atau gawai, mencurahkan apa yang ada dalam pikirannya. Dan, dia akan merasa puas dan bahagia manakala ide yang ada dalam pikirannya telah menjadi sebuah tulisan yang tersusun rapi.

Menulis perlu pengorbanan. Menulis adalah pekerjaan yang berat (bukan hanya Dilan saja yang merasa berat dengan rindunya terhadap Milea).

Seorang penulis harus mengorbankan waktu, biaya, tenaga, bahkan biaya. Memeras pikiran, mencari ide dan inspirasi sehingga bisa dieksekusi menjadi sebuah tulisan. Oleh karena itu, tidak sembarang orang bisa memasuki dunia menulis. Perlu energi, militansi, dan dedikasi terhadap dunianya.

Semua orang tahu bahwa jadi penulis itu pekerjaan yang tidak mudah, tapi belum dihargai sebagaimana mestinya. Kalah bergengsi sama profesi yang lain. Oleh karena itu, wajar kalau masih ada yang bicara "Saya ingin menulis, tapi...".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun