Pada saat pembelajaran, guru melaksanakan pembelajaran yang interaktif dan komunikatif dengan siswa, membangun hubungan yang baik, merangsang kemampuan berpikir kritis siswa melalui penerapan model pembelajaran kolaboratif, hingga siswa mampu mengambil kesimpulan atau makna dari apa materi yang telah dipelajari. Oleh karena itu, guru perlu memiliki keterampilan proses yang baik, seperti kemampuan membuka pelajaran, kemampuan mengelola kelas, kemampuan bertanya, kemampuan menjawab atau menanggapi pertanyaan siswa, kemampuan memberikan penguatan, dan sebagainya.
Penilaian otentik adalah wujud integrasi PPK dan literasi pada penilaian hasil belajar. Penilaian otentik adalah menilai hasil belajar siswa secara holistik pada ranah kognitif, afekif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai instrumen yang relevan untuk mengukurnya. Penilaian otentik adalah penilaian yang apa adanya.Â
Ada aspek integritas dan objektivitas di situ. Ada aspek kehatian-hatian guru dalam menyusun instrument test, kehati-hatian dalam memeriksa jawaban siswa, dan kehati-hatian dalam melaporkan serta mendokumentasikan hasil penilaian hasil belajar siswa. Selain itu, ada pula aspek kehati-hatian siswa dalam menjawab berbagai pertanyaan yang ada pada soal test sehingga hasilnya tidak mengecewakan. Ada pula sisi tanggung jawab, baik tanggung jawab guru dalam melaksanakan penilaian maupun tanggung jawab siswa dalam mengikuti proses penilaian.
Integrasi PPK dan literasi bukan hanya sekedar kata-kata indah dalam dokumen kurikulum atau pada spanduk-spanduk, tetapi perlu keteladanan dari kepala sekolah, guru, dan staf sekolah, sehingga siswa dapat melihat dan merasakan lingkungan sekolah sebagai "laboratorium PPK dan literasi" serta merasakan sekolah sebagai organisasi pembelajar atau mengutip istilah Anies Baswedan, sekolah sebagai "taman belajar" bagi siswa.
Implementasi kurikulum pun pada suatu waktu dievaluasi. Itu pun tidak dapat dilepaskan dari sisi PPK dan literasi. Evaluasi adalah hal yang positif untuk meninjau atau mengkaji keterlaksanaan sebuah program. Hal yang sudah baik dipertahankan bahkan ditingkatkan, dan hal yang belum baik diperbaiki.Â
Mau menerima kekurangan dan mau menerima saran adalah karakter yang baik. Dan agar hasil evaluasinya sesuai harapan, maka perlu dilakukan kajian secara holistik dan komprehensif yang notabene perlu memiliki jiwa literat yang kuat dari tim evaluator. Semoga pengembangan kurikulum berbasis PPK dan literasi mampu meningkat mutu pendidikan Indonesia di masa depan.
PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KARAKTER DAN LITERASI
Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H