Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengembangan Kurikulum Berbasis Karakter dan Literasi

12 Maret 2018   08:59 Diperbarui: 12 Maret 2018   13:57 5746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: Republika/Prayogi)

Pasal 1 ayat 19 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu."

Kurikulum merupakan jantungnya pendidikan (heart of education). Kurikulum yang memberikan ciri khas dan karakter dalam sebuah lembaga pendidikan. Bahan ajar dan sumber belajar, serta kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pun disesuaikan kepada kurikulum yang berlaku.

Kurikulum pendidikan nasional disusun dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Disesuaikan dengan tantangan zaman  dan kebutuhan didik di masa depan. Di Indonesia, kurikulum ada yang disusun oleh pemerintah pusat (kemdikbud), pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota), dan satuan pendidikan. Hal ini sejalan dengan otonomi pendidikan yang saat ini dijalankan.

Saat ini tengah diimplementasikan kurikulum 2013 (K-13). K-13 merupakan pengembangan dari Kurukulum 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dua hal yang diintegrasikan dalam K-13 adalah Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan gerakan literasi. Pemerintah saat ini memandang bahwa dua hal ini sangat penting diintegrasikan dalam kurikulum karena kondisi bangsa yang tengah mengalami krisis karakter dan mengalami rendahnya minat baca.

Lima nilai yang difokuskan dalam PPK antara lain: (1) religius, (2) nasionalisme, (3) integritas, (4) mandiri, dan (5) kerjasama, sedangkan literasi selain diisi dengan aktivitas membaca dan menulis sebagai literasi dasar, juga menginternalisasikan substansi literasi, yaitu kemelekan terhadap informasi, mampu memilih dan memilah informasi yang bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan, dan tidak terjebak ke dalam informasi yang bohong dan menyesatkan yang saat ini populer disebut hoax.

PPK dan literasi dapat diintegrasikan mulai dari proses penyusunan kurikulum, pelaksanaan kegiatan pembelajaran (intrakurikuler), kegiatan ekstrakurikuler, hingga tahap evaluasi kurikulum di satuan pendidikan. PPK dan literasi perlu terlihat dan dimunculkan mulai dari lingkungan fisik sekolah, sikap dan perilaku warga sekolah, hingga interaksi antara guru dan siswa pada saat pembelajaran.

Lingkungan sekolah yang bersih dan sehat, adanya 5 S (senyum, salam, sapa, sopan, dan santun), budaya kerja dan budaya belajar yang baik, komunikasi yang baik, hubungan antarwarga sekolah yang harmonis, tata kelola sekolah yang tertib, teratur, dan transparan merupakan cerminan diterapkannya PPK dan literasi di sekolah.

Selain lingkungan yang bersih, pada dinding sekolah banyak dipasang atau dipajang spanduk yang bertemakan pendidikan karakter dan literasi. Bahkan spanduk-spanduk itu pun jika dibaca adalah bagian dari aktivitas literasi pembacanya. Oleh karena itu, sebenarnya antara pendidikan karakter dan budaya literasi adalah dua hal yang saling berkaitan. Membangun karakter positif melalui budaya literasi. Budaya literasi merupakan salah satu bentuk karakter positif. Atau dengan membaca mampu membentuk seseorang menjadi manusia yang berkarakter baik. Hanya saja, supaya terlihat jelas dan beda, kedua hal tersebut dijadikan dua bahasan tersendiri dengan alasan bahwa masing-masing lingkupnya bisa diperluas dan dipertajam.

Penyusunan kurikulum yang melibatkan semua guru dan biasanya tergabung dalam Tim Pengembang Kurikulum (TPK) merupakan cerminan gotong royong. Produknya biasanya adalah sebuah dokumen kurikulum yang meliputi pedoman pelaksanaan kurikulum satuan pendidikan (Buku 1), silabus dan RPP (Buku 2). Semua pihak berpartisipasi dan berkontribusi. Oleh karena itu, eksistensinya merasa diakui. Hasil kerja mereka pun perlu diapresiasi. Dan jika diperlukan, diberikan saran perbaikan juga oleh kepala sekolah dan pengawas.

Kurikulum yang telah disusun tentunya jadikan pedoman sekolah dalam melaksanakan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran bisa diartikan secara sempit dalam artian belajar di ruang kelas, atau belajar secara luas, dimana para siswa dapat belajar nilai-nilai kehidupan dari lingkungan sekolah.

Mulai dari masuk gerbang sekolah, siswa sudah dapat "mencium" aroma PPK dan literasi budaya dari sambutan penjaga sekolah, tenaga keamanan, guru, dan kepala sekolah yang ramah, pembiasaan membaca doa, membaca surat-surat pendek dalam Alquran, membaca buku non teks, menyanyikan kebangsaan, menyanyikan lagu daerah, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun