MENGGAGAS DIBENTUKNYA ORGANISASI PROFESI WIDYAISWARA LPMP
Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara Lembaa Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat)
Â
Widyaiswara (WI) merupakan salah satu Jabatan Fungsonal Tertentu (JFT) yang berada di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Sebagai "warisan" dari Balai Pelatihan Guru (BPG), bisa dikatakan bahwa WI merupakan JFT pertama yang lahir LPMP sebelum lahirnya JFT baru seperti Pengembang Teknologi Pendidikan (PTP), arsiparis, dan sebagainya.
Secara yuridis eksistensi JFT WI dilindungi oleh Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,konselor, pamong belajar, widyaiswara,tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Pasal 1 ayat (2) Permeneg PAN dan RB Nomor 22 tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya menyebutkan bahwa "Widyaiswara adalah PNS yang jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selanjutnya disingkat Dikjartih PNS, dan melakukan evaluasi dan pengembangan Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disingkat Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah.
Saat ini sebagian besar WI LPMP tengah resah mengingat ketidakpastian eksistensinya di LPMP. Seiring dengan terbitnya Permendikbud Nomor 59 Tahun 2016, maka tupoksi LPMP pun mengalami perubahan menjadi fokus pada proses penjaminan mutu pendidikan untuk mencapai 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, mulai dari pemetaan mutu pendidikan satuan pendidikan, fasilitasi peningkatan mutu satuan pendidikan, supervisi satuan pendidikan, menganalisis hasil pemetaan mutu dan supervisi, menyusun laporan pemetaan mutu pendidikan dan supervisi, menyusun laporan hasil fasilitasi peningkatan mutu pendidikan, menyusun rekomendasi peningkatan mutu pendidikan kepada unit kerja dan instansi terkait, melaksanakan evaluasi penjaminan mutu pendidikan, dan menyebarluaskan data dan informasi mutu pendidikan kepada provinsi, kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan lainnya.
Untuk "menyelamatkan" nasib WI, maka muncullah wacana pembentukan JFT baru, yaitu Widyaprada (WP) yang sampai dengan saat ini naskah akademiknya (nasmik) masih dibahas dan mengundang perdebatan karena tusi WP tidak mengakomodir tugas dikjartih sebagai tusi utama WI.
Dalam beberapa kesempatan saya berdiskusi dengan rekan WI yang terlibat menjadi tim penyusun nasmik WP, didapatkan informasi bahwa memang pembentukan WP adalah konsekuensi dari perubahan tusi LPMP, dan tidak akan menghilangkan keberadaan WI. JFT WP dapat menjadi alternatif bagi WI yang ingin pindah pada JFT tersebut, bukan sebagai sebuah keharusan. Bagi WI yang ingin pindah menjadi WP, maka salah satu solusinya adalah dengan inpassing.
Saya menelaah bahwa sebagian besar WI yang saat ini berjuang tidak alergi dengan munculnya JFT WP yang penyusunan nasmiknya pun melibatkan perwakilan WI, tetapi mereka mengkritisi hilangnya tusi dikjartih di LPMP, padahal mereka berpendapat tugas dikjartih bisa dijabarkan dari tugas fasilitasi peningkatan mutu satuan pendidikan khususnya dalam peningkatan mutu Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK).
LPMP dan PPPPTK yang saat ini berada pada Direktorat yang berbeda, menyebabkan WI LPMP dan PPPPTK pun "bercerai". Secara kekuatan, kekuatan WI pun menjadi berkurang. WI LPMP resah, sedangkan WI PPPPTK adem-adem saja, karena tusinya tidak terganggu, bahkan makin dikukuhkan. Peningkatan profesionalisme jutaan guru di Indonesia diserahkan kepada PPPPTK. Pertanyaannya apakah PPPPTK akan mampu memikul tugas tersebut? Siapa yang akan meningkatkan mutu guru SD yang jumlahnya paling banyak? mengingat tidak ada PPPPTK yang membidangi peningkatan mutu guru SD.
Saat ini, sekelompok WI LPMP sedang menggalang kekuatan agar tusi dikjartih WI di LPMP dipertahankan. Tentunya melalui cara yang santun dan konstitusional sebagai warga negara yang memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya. Walau demikian, saya melihat gerakan ini belum begitu jelas, karena belum adanya organisasi yang menjadi wadahnya.Â
Gerakan yang dilakukan oleh WI lebih bersifat spontanitas, temporer, dan belum terkoordinir dengan baik. Oleh karena itu, alangkah baiknya dibentuk ORGANISASI WIDYAISWARA LPMP SELURUH INDONESIA sebagai wadah untuk memperjuangkan nasib WI LPMP. Kepentingannya bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi juga untuk masa yang akan datang. Perjuangan yang tidak ada wadahnya, mudah untuk dipatahkan dan mudah dicerai-beraikan.
Para WI LPMP harus barguru kepada organisasi profesi guru seperti PGRI sehingga mereka memiliki kekuatan dan daya tawar yang kuat terhadap pemerintah. Bahkan peringatan hari guru pun dihadiri oleh Presiden. Mengapa demikian? Karena presiden menghormati profesi guru dan memperhitungkan keberadaan guru.
Bukankah WI LPMP sudah tergabung ke dalam ikatan WI Kemdikbud? Adalah benar demikian adanya, tetapi diakui atau tidak, saat ini banyak WI LPMP yang merasa ditinggalkan oleh IWI Kemdikbud. Organisasi yang diharapkan menjadi saluran aspirasi dan saluran perjuangan WI LPMP ternyata tidak sesuai dengan harapan. IWI Kemdikbud seolah lepas tangan dengan nasib WI-WI LPMP. Walau pun katanya, berkaitan dengan tusi dikjartih WI LPMP, pernah memperjuangkannya tapi gagal karena terbentur regulasi yang ada.
Nasib dan masa depan WI-WI LPMP ada di tangan sendiri. Sulit kalau mengandalkan pihak lain (WI Non-LPMP atau IWI Kemdikbud). Tuhan tidak mengubah nasib sebuah kaum kalau dirinya sendiri yang tidak berusaha untuk mengubahnya. Oleh karena itu, jika ingin perjuangan WI-WI LPMP berhasil, segera bentuk organisasi profesi WI LPMP Se-Indonesia. Jadikan badan hukum ke notaris. Kalau perlu sampai ke Kemenkumham. Saya sendiri tidak tahu berapa jumlah riil WI di seluruh Indonesia, tetapi diperkirakan mencapai 800 orang.
Perjuangan WI LPMP harus dilakukan secara terorganisir, sistematis, terukur, dan konseptual, dan argumentatif agar benar-benar kuat dan dapat dipahami oleh pihak-pihak-pihak yang berkepentingan. Jangan sampai perjuangan ini terkesan "emosional." Tunjukkan bahwa WI-WI LPMP memiliki konsep yang jelas, mampu memberikan sumbangan pemikiran untuk peningkatan kapasitas LPMP khususnya dan meningkatkan mutu pendidikan secara umum. Dan utamanya agar WI-WI LPMP memiliki daya tawar di hadapan para pemegang kebijakan Kemdikbud.
Semoga berbagai diskusi berkatan dengan nasib WI LPMP yang selama ini telah banyak dilakukan dapat segera ditindaklanjuti dengan lahirnya ORGANISASI WIDYAISWARA LPMP SELURUH INDONESIA atau menggunakan nama lain. Guru pun terhimpun di beragam organisasi profesi (ada yang menyebutnya sebagai perkumpulan/ kelompok), tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu menjadi saluran aspirasi, saluran perjuangan nasib, dan saluran peningkatan profesionalismenya. Maju terus WI-WI LPMP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H