Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara LPMP Jabar, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar/KPLJ)
"Menulis, hobi yang berbuah manis." Kalimat tersebut meluncur dari Achmad Ghozin, seorang pengawas SMA Kota Banda Aceh pada saat mengantar saya ke bandara Rumbele Aceh Tengah pascasaya diundang menjadi narasumber Bimbingan Teknis (Bimtek) Menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI) bagi guru SMA/MA/SMK Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah tanggal 25 s.d. 26 November 2017 bertempat di Hotel Grand Penemas Takengon Aceh Tengah.
Pernyataan Pak Ghozin, demikian saya menyapanya, tentu bukanlah tanpa alasan. Berdasarkan fakta empirik, meskipun menulis bukanlah aktivitas yang belum mampu menjadi tumpuan hidup, tetapi bagi sebagian orang, hal tersebut mendatangkan berkah dan kesuksesan. Namanya menjadi terkenal, banyak mendapatkan pendapatan dari royalti, banyak diundang untuk menjadi narasumber dan seminar, diundang untuk bertemu dengan pejabat penting, mendapat hadiah, dan sebagainya. Tulisan dapat menembus batas wilayah, protokoler, status, dan pekerjaan. Satu kali disebar, maka dia akan terus menyebar, bahkan ada yang menjadi viral.
Banyak penulis yang pada awalnya tidak pernah bercita-cita menjadi penulis atau bukan berlatar belakang pendidikan yang berkaitan dengan bahasa, tetapi dalam perjalanannya justru menjadi penulis andal. Hal ini disebabkan karena mereka memang disamping meminati dunia menulis, juga mau action menulis. Dia tidak banyak berpikir dan pertimbangan apakah tulisannya berkualitas atau tidak? Tulisannya layak atau tidak? Tulisannya akan banyak dibaca atau tidak. Hal yang dia lakukan hanya satu, yaitu menulis dan menulis. Â Tidak terlalu peduli terhadap komentar dan penilaian orang lain yang kadang dapat menjatuhkan mentalnya. Pokoknya menulis.
Walau demikian, ada penulis yang memang sudah ada niat sejak awal menjadi penulis. Mereka berhenti dari pekerjaan awalnya, dan fokus menulis. Misalnya Dewi Dee Lestari yang memilih berhenti dari dunia menyanyi dan berganti menjadi penulis novel. Hasilnya, novel Supernova yang ditulisnya menjadi best seller.
Ada juga yang menjadikan menulis sebagai aktivitas sampingan selain pekerjaan pokoknya. Menulis hanya sebagai hobi, hiburan, atau terapi melepaskan diri dari kepenatan. Â Ada yang dibukukan, tetapi ada juga hanya sebagai catatan dalam buku hariannya. Tetapi melihat hingar bingarnya dunia penerbitan, utamanya dunia self publishing,sebaiknya tulisan-tulisan yang belum dibukukan diterbitkan menjadi buku supaya dapat dibaca orang lain dan supaya lebih bermanfaat. Siapa tahu, setelah membaca tulisan kita, ada yang termotivasi atau terinspirasi.
Merujuk kepada pengalaman saya sendiri, sebelumnya saya tidak bercita-cita menjadi penulis, tetapi proses-lah yang membentuk saya menjadi penulis. Diawali dari senang membaca, lalu muncullah keinginan untuk menulis. Sampai dengan saat ini. Walau pun banyak tantangan, baik dari sendiri maupun pihak luar, tetapi saya jalani, sehingga saat ini menulis telah menjadi bagian dari hidup saya.
Dari menulis, saya menemukan kepuasan batin. Sebuah hal yang tidak dapat dinilai oleh materi. Nama saya pun mulai dikenal oleh publik, diundang menjadi narasumber pelatihan dan workshopmenulis, bisa berkeliling ke daerah-daerah, berkunjung ke beberapa provinsi di Indonesia, diundang menjadi narasumber dialog di TV, radio, dan sering diminta pendapat-pendapat berkaitan dengan isu-isu yang aktual yang sedang terjadi di masyarakat, utamanya yang berkaitan dengan masalah pendidikan.
Hal tersebut disamping mendatangkan kebahagiaan, juga mendatangkan rezeki bagi saya. Rezeki yang saya maksud bisa dalam artian materi, silaturahim, dan juga semakin bertambah teman yang saya kenal. Zaman sekarang, orang sukses bukan hanya yang cerdas secara intelektual, tetapi juga harus cerdas secara sosial. Memiliki banyak teman dan jaringan. Dari situlah akan muncul jaringan-jaringan baru.
Tulisan adalah gambaran kompetensi dan kredibilitas seseorang. Seseorang yang berani menulis tentunya harus berani pula mempertanggungjawabkan isinya. Tulisan ibarat kartu nama yang akan memberikan jaminan kualitas seseorang. Oleh karena itu, tidak ada istilah rugi bagi orang yang suka menulis. Walaupun tulisannya tidak dibaca oleh orang lain, minimal tulisannya dibaca oleh dirinya sendiri dan akan menjadi dokumentasi dalam hidupnya.
Menulis mampu memberikan pencerahan bagi orang lain. Menulis mampu menjadi pembeda antara sang penulis dengan orang lain yang bukan penulis. Menulis mampu menunjukkan karakter dan "isi kepala" penulisnya. Kini, keputusan ada di tangan anda. Apakah mau menjadi penulis atau tidak? Keinginan untuk menjadi penulis setidaknya menjadi modal awal bagi anda, tetapi keinginan saja tidak cukup, karena masih perlu dibuktikan dengan aksi nyata. Selamat berkarya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H