Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Euforia Sekolah Model

9 Oktober 2017   18:45 Diperbarui: 9 Oktober 2017   18:49 1943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada hal yang menarik ketika Kepala LPMP Jawa Barat Drs. H. Totoh Santosa, MM menyampaikan pembinaan pada saat apel Senin, 9 Oktober 2017. Beliau menyampaikan bahwa berdasarkan hasil kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) implementasi Sekolah Model (Sekmod) di beberapa daerah di Jawa Barat, Beliau menyampaikan bahwa sekolah model masih sebatas euforia. Sekolah yang ditunjuk menjadi sekmod baru sebatas bangga menjadi sekmod, sedangkan langkah-langkah peningkatan mutu sekolahnya belum terlihat secara jelas. Budaya mutu belum benar-benar terbangun dalam jiwa warga sekolah. Pihak sekolah pun tampak ada yang masih bingung atau mencari formula terbaik untuk meningkatkan mutu sekolah.

Sebagai sebuah hasil monev, dan meski bersifat studi kasus, hal tersebut wajar saja, karena berdasarkan kenyataan di lapangan. Walau demikian, saya melihat pernyataan Kepala LPMP Jawa Barat bukan bermaksud menihilkan kegiatan yang menjadi kegiatan inti (core program) LPMP tersebut, tetapi sebagai bahan introspeksi dan evaluasi bagi semua pihak yang terlibat, mulai dari tim inti yang menyusun berbagai panduan dan bahan-bahan sekmod, fasilitator nasional (fasnas), dan fasilitator daerah (fasda), sampai ke sekmod itu sendiri untuk semakin meningkatkan kualitas penyelenggaraan program dimasa yang datang.

Di Provinsi Jawa Barat, program sekmod dilaksanakan sejak tahun 2016. Diawali dengan implementasi di 4 (empat) Kabupaten/Kota yang meliputi Kota Cimahi, Kota Bandung, Kab. Ciamis, dan Kab. Kuningan. Adapun yang menjadi sasarannya masing-masing terdiri dari 16 sekolah (8 SD, 4 SMP, 2 SMA, dan 2 SMK). Totalnya sebanyak 64 sekolah.

Pada tahun 2017, selain Kabupaten/Kota dan sekolah-sekolah yang menjadi sasaran sekmod pada tahun 2016, wilayahnya ditambah 23 Kabupaten/Kota ditambah menjadi 368 sekolah. Ditambah 8 sekolah yang pernah menjadi sasaran Program Peningkatan Mutu Sekolah (PAMS) yaitu Kabupaten Cianjur (6 sekolah) dan Kota Banjar (2 sekolah). Kalau jumlahnya digabung, maka sasaran tahun 2016 dan 2017, maka total sebanyak 440 sekmod.

Tiap-tiap sekolah model memiliki lima buah sekolah imbas dengan harapan agar proses penjaminan mutu di sekolah model dapat juga ditiru oleh sekolah-sekolah imbas. Walau memang harus diakui jumlah tersebut masih jauh atau belum proporsional jika dibandingkan jumlah sekolah di Jawa Barat yang mencapai puluhan ribu. Belum lagi kalau dilihat jumlah sekolah secara nasional, tentunya jumlahnya begitu sangat banyak.

Pembangunan Pola Pikir

Program sekmod sebagai bentuk implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) bertujuan untuk membangun budaya dan tata kelola mutu sekolah agar mencapai Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sekolah membentuk Tim Penjaminan Mutu Sekolah (TPMPS), lalu melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS). Hasil EDS lalu dipetakan, dianalisis, lalu dibuat rencana peningkatan mutu berdasarkan nilai standar yang paling  rendah atau mendesak untuk ditingkatkan.

Setelah rencana dibuat, lalu dilaksanakan dengan melibatkan semua warga sekolah dan mengandeng berbagai mitra (stakeholder) terkait, karena peningkatan mutu pendidikan tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi harus melibatkan pihak terkait. Dengan demikian, maka hakikat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat benar-benar dilaksanakan. MBS adalah desentralisasi atau otonomi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola sekolah sesuai karakteristik, kebutuhan, dan potensi sekolah.

Program peningkatan mutu perlu dimonev atau audit untuk memastikan agar pelaksanaannya sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Jika indikator-indikator pemenuhan yang lama telah tercapai, maka boleh disusun indikator-indikator pemenuhan mutu yang baru.

Dalam pandangan sebagian pihak, sekmod masih dianggap sebagai proyek. Suatu hal yang dilaksanakan selama dananya masih ada, dan setelah danaya habis atau waktunya selesai, maka selesai pula program tersebut. Padahal sekmod bukanlah proyek. Sekmod adalah amanat Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan Menengah.

Pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan."

Lalu pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Internal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disingkat SPMI-Dikdasmen adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah untuk menjamin terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan."

Berdasarkan kepada uraian tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa sekmod bukan proyek sesaat, tetapi sebuah mekanisme penjaminan mutu secara internal oleh sekolah sebagai upaya untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan secara bertahap dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pandangan bahwa sekmod adalah proyek huarus diubah.

Proses penjaminan mutu dalam sebuah satuan pendidikan hanya dilakukan kalau seluruh warga sekolah menyadari pentingnya budaya mutu, karena mutu adalah gambaran kinerja dan berdampak terhadap meningkatnya daya saing sekolah di tengah semakin tingginya harapan masyarakat terhadap sekolah yang berkualitas dan persaingan antarsekolah dalam meraih kepercayaan masyarakat.

Pertanyaannya adalah bagaimana caranya membangun budaya mutu di sekolah?  pertanyaan tersebut tidak mudah untuk dijawab, tetapi intinya harus ada pembangunan dan perubahan pola pikir semua warga sekolah. Membangun mutu sekolah bukan paksaan tetapi harus menjadi kebutuhan.

Perlu ada komitmen dan visi untuk membangun budaya mutu. Urusan mutu tidak hanya diserahkan kepada sekelompok orang, tetapi semua pihak sesuai dengan tugasnya masing-masing harus ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab. Tidak ada istilah saling mengandalkan atau saling ketergantungan.  Dan hal ini memang memerlukan proses dan kesabaran dalam mewujudkannya.

Jika pola pikirnya sudah terbangun dengan baik, maka proses penjaminan akan dapat berjalan dengan baik pula. Mutu telah menjadi urusan setiap orang, bukan lagi hanya diserahkan kepada pihak tertentu. Dokumen dan administrasi sekolah bukan hanya ditata menjelang pelaksanaan akreditasi saja, tetapi memang sudah tertib administasi telah menjadi budaya.

Jika saat ini sekmod masih sebatas euforia, saya kira masih wajar karena masih tahap awal digulirkan. Perjalanan untuk melahirkan sekolah yang sadar penjaminan mutu masih jauh. Oleh karena itu, LPMP beserta Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota harus bersinergi agar program sekmod ini bisa mencapai tujuan.

Oleh: IDRIS APANDI

(Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun