Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penguatan Standar Proses Melalui Budaya Literasi

7 Oktober 2017   00:01 Diperbarui: 7 Oktober 2017   00:17 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan nasional dihadapkan pada sejumlah tantangan. Antara lain belum meratanya kualitas dan akses terhadap pendidikan. Masih terjadi ketimpangan antara sekolah yang berada di daerah perkotaan dan pedesaan, antara lain dalam hal sarana dan prasarana, persebaran dan kualitas guru yang tidak merata. Apalagi jika melihat kondisi sekolah yang berada di daerah 3 T (Terluar, Terdepan, Tertinggal) masih jauh jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang berada di wilayah perkotaan.

Pendidikan nasional berpatokan kepada 8 (delapan) standar nasional sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir diubah melalui PP No. 13 Tahun 2015. Adapun 8 (delapan) standar yang dimaksud antara lain : (1) Standar Kompetensi Kelulusan, (2) Standar Isi, (3) Standar Proses, (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian.

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah melalui implementasi Sistem Pendidikan Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Melalui SPMI, sekolah didorong untuk membangun budaya mutu secara partisipatif dengan melibatkan warga sekolah. Selain itu, sekolah pun perlu merangkul berbagai pihak terkait (stakeholders) sebagai mitra meningkatkan mutu sekolah sehingga hakikat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat terwujud.

Sebagai langkah awal, sekolah melaksanakan pemetaan mutu berdasarkan hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS), lalu menyusun perencanaan pemenuhan mutu dengan memprioritaskan standar yang paling lemah, lalu melaksanakan pemenuhan mutu, melaksanakan audit, hingga penentuan indikator peningkatan mutu berikutnya.

Salah satu standar yang pada umumnya masih rendah adalah pada standar proses. Standar ini berkaitan pendekatan, model, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pasal 19 PP No. 19 tahun 2005 menyatakan bahwa "Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik."Untuk mewujudkannya bukan hal yang mudah. Diperlukan guru-guru yang memiliki kompetensi, komitmen, dan semangat pembelajar yang tinggi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk penguatan standar proses adalah melalui penguatan budaya literasi dikalangan guru. Hal ini sangat penting karena hanya guru-guru yang literat yang mampu untuk menerjemahkan dan mengembangkan kurikulum pendidikan yang diberlakukan.

Beberapa kegiatan dapat dilakukan untuk meningkatkan budaya literasi guru, baik secara mandiri maupun berkelompok. Secara mandiri misalnya dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti seminar, pelatihan, membaca berbagai sumber bacaan untuk menambah wawasannya agar kualitas pembelajaran semakin meningkat, sedangkan secara berkelompok melalui kegiatan di KKG/MGMP.

Guru ibarat koki yang akan memasak. Dia harus menentukan bahan-bahan, meracik bumbu, memasak hingga matang, dan menyajikannya menjadi sajian yang menggoda untuk disantap. Untuk menghasilkan makanan yang enak tentunya tidak sembarangan. Seorang koki harus pandai meracik bumbu dengan takaran yang sesuai, rasanya harus pas, dan matangnya pun harus pas. 

Hal tersebut dapat dilakukan jika selain kokinya kompeten, juga dilakukan dengan penuh cinta. Memasak bukan hanya urusan keterampilan mengolah makanan, tetapi juga harus menggunakan hati sehingga aktivitas tersebut dapat benar-benar dinikmati. Makanan yang sedap dan habis dinikmati menjadi kebanggan tersendiri bagi serang koki.

Begitu pun dengan peran guru dalam pembelajaran. Siswa bukan hanya perlu guru yang kompeten, tetapi juga guru yang mencintai pekerjaanya, mengajar dengan hati, sehingga siswa pun belajar dengan nyaman dan senang. Guru menjadi sosok yang dirindukan keberadaannya.

Untuk menghasikan pembelajaran yang berkualitas bukan hal yang mudah. Guru perlu merancang skenario pembelajaran sekaligus melaksanakannya pada saat mengajar. Dan kuncinya adalah literasi. Guru perlu banyak membaca dan memahami strategi pembelajaran, mendesain pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Kemampuan literasi yang akan membuktikan dan sekaligus membedakan kinerja guru dalam pembelajaran. Penguatan standar proses nantinya akan berdampak terhadap peningkatan standar kompetensi lulusan dimana kualitas sekolah akan dilihat dari sejauh mana kualitas lulusannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun