Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Pengamal dan Pelestari Pancasila

31 Mei 2017   10:54 Diperbarui: 31 Mei 2017   11:01 1833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Seorang guru perlu mengedepankan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan, jangan selalu mengedepankan pemilihan melalui suara terbanyak (voting). Yang terjadi saat ini adalah pengambilan keputusan hampir dilakukan melalui voting, mulai dari pemilihan presiden, kepala daerah, kepala desa, RT/RW, pemilihan ketua organisasi kemasyarakatan, sampai pemilihan ketua DKM dilakukan melalui voting. Oleh karena itu, perlu ada penyadaran bahwa sebuah keputusan yang baik belum tentu harus dilakukan melalui voting, tetapi melalui musyawarah mufakat, kecuali kalau sudah deadlock,maka voting menjadi jalan terakhir untuk mengambil keputusan.

Di kelas, guru membiasakan peserta didik untuk mengambil keputusan melalui musyawarah mufakat agar mereka ketika mereka terjun di masyarakat juga melakukan hal yang sama. Keputusan yang diambil secara musyawarah mufakat akan menimbulkan rasa memiliki, rasa menghormati, dan rasa tanggung jawab terhadap keputusan yang telah disepakati bersama.

Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Guru dapat mempelopori terwujudnya keadilan bagi setiap manusia yang implementasinya dimulai dari lingkungan yang paling kecil seperti bertindak adil kepada diri sendiri, anggota keluarga, peserta didik, dan masyarakat. Di kelas tidak diskriminatif, memperlakukan setiap peserta didik sesuai tingkat perkembangan berpikirnya, menghargai pendapat dan hasil karya peserta didik, melakukan penilaian otentik, dan memberikan remedial bagi peserta didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Di tengah-tengah masyarakat pun, guru harus menjadi figur yang mampu mengkampanyekan perlunya keadilan sosial bagi masyarakat. Guru hidup sederhana, hemat, tidak berlebih-lebihan, bekerja keras, dan mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Guru biasanya banyak yang menjabat sebagai Ketua RT atau RW. Oleh karena itu, pada kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, sebagai pemimpin perlu memperjuangkan keadilan pembangunan bagi masyarakat yang dipimpinnya dan adil dalam memimpin masyarakatnya.  

Pertanyaannya adalah bagaimana membentuk guru pelestari Pancasila? Hal tersebut tentunya tidak datang tiba-tiba. Menurut Suwarma Al Mukhtar, guru pelestari Pancasila hanya dapat dibentuk melalui lembaga pendidikan guru yang menjadikan Pancasila sebagai roh pendidikannya sehingga nilai-nilai Pancasila dapat dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam aktivitas mengajar dan mendidik peserta didik. Salah seorang proklamator kemerdekaan RI, Soekarno juga menekankan tentang guru-guru yang pancasilais karena guru-guru tersebut akan menjadi penyebar dan penyemai nilai-nilai Pancasila di sekolah.

Selain dibentuk melalui lembaga pendidikan guru, sosok guru pelestari Pancasila juga dapat dibentuk jika guru tersebut menyadari dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, secara mandiri mempelajari dan menghayati nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sehingga dapat tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.

Guru pelestari Pancasila dapat menjadi sebuah gerakan moral yang sangat baik untuk membangun karakter bangsa. Hal ini perlu ditumbuhkembangkan di tengah-tengah keterasingan Pancasila di lingkungan masyarakat. Pelestarian Pancasila diperlukan agar nilai-nilai Pancasila dapat terus membumi dan terinternalisasi dalam jiwa tiap bangsa Indonesia. Tentunya bukan bertujuan untuk mensakralkan Pancasila seperti pada masa orde baru, tetapi menjadi Pancasila sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun