Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hakikat Pendidikan dalam Filosofi Sunda

3 Mei 2017   06:17 Diperbarui: 3 Mei 2017   07:43 1526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HAKIKAT PENDIDIKAN DALAM FILOSOFI SUNDA

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar/KPLJ)

Tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Momen ini digunakan untuk mengingatkan kembali pentingnya pendidikan dalam memanusiakan manusia. Ajaran Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional kembali dimunculkan sebagai untuk membangun semangat mendidik anak bangsa, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo(di depan member teladan), Ing Madyo Mangun Karso(di tengah membangkitkan semangat),dan Tut Wuri Handayani(di belakang memotivasi).

Ajaran Ki Hajar Dewantara tersebut tentunya sangat baik sebagai ruh untuk membangun pendidikan Indonesia. Dalam konteks kesukuan, karena kebetulan Ki Hajar Dewantara berasal dari Jawa, maka ajaran tersebut walau berbahasa jawa, tetapi telah menasional. Bahkan slogan Tut Wuri Handayani menghiasi logo Kemdikbud.

Walau demikian, bukan berarti suku-suku lain di nusantara tidak memiliki falsafah pendidikan. Saya yakin setiap suku memiliki nilai atau ajaran pendidikan, hanya memang tidak seterkenal ajaran Ki Hajar Dewantara. Salah satunya adalah di suku Sunda. Cukup banyak nilai atau falsafahh yang menjadi fondasi membangun pendidikan. Antara lain Silih Asah, Silih Asih,dan Silih Asuh.

Silih Asahartinya adalah saling berbagi pengetahuan dan informasi agar sama-sama memiliki kecerdasan dan ilmu pengetahuan. Ilmu yang disebarkan akan semakin memberikan manfaat kepada yang lain dan tentunya akan semakin berkah. Silih Asih artinya adalah saling menyayangi dan saling mengasihi. Tidak membeda-bedakan antara yang dengan yang lain. Kasih sayang akan melahirkan kenyamanan, kedamaian, kerukunan, kekeluargaan, persatuan dan kesatuan antar masyarakat.

Silih Asuh adalah saling menjaga atau saling mengayomi. Orang yang kuat membantu orang yang lemah, orang kaya membantu orang miskin, atau senior menjadi mentor juniornya. Dengan demikian, akan terjalin keharmonisan dalam kehidupan. Pada intinya manusia, baik kuat atau lemah, kaya ataupun miskin saling membutuhkan. Orang kaya jangan sombong dan pelit. Begitupun orang miskin harus mau bekerja pada orang kaya. Disitulah akan terjalin kerjasama yang baik.

Berikutnnya, cageur, bageur, bener, pinter, singer, tur teu kabalinger.Kata-kata tersebut sangat kaya akan makna untuk membentuk karakter manusia. Cageur artinya sehat, baik jasmani maupun rohani. Bageurartinya memiliki budi pekerti yang baik,  bener artinya hidup dengan mengacu kepada nilai dan normal yang berlaku, pinterartinya cerdas atau memiliki pengetahuan yang luas. Singerartinya adalah cekatan, tipe pekerja keras, tidak suka bermalas-malasan. Dan teu kabalinger artinya adalah tidak neko-neko,tidak berbuat buruk, tidak suka membuat keributan, dan sebagainya.

Nilai-nilai di atas jika diterapkan dalam pendidikan, sudah sangat baik dan sangat mendukung pembentukan pendidikan karakter. Ki Sunda akan menjadi manusia yang memiliki jati diri dan berkepribadian. Menjadi manusia yang memiliki harkat, martabat, dan bermanfaat bagi sesama.

Dalam konteks pendidikan lingkungan hidup, ada pepatah “Gunung Kaian, Gawir Awian, Cinyusu Rumateun, Sempalan Kebonan, Pasir Talunan, Datar Sawahan, Lebak Caian, Legok Balongan, Situ Pulasareun, Lembur Uruseun, Walungan Rawateun, & Basisir Jagaeun”. Terjadinya kerusakan lingkungan dan bencana selain faktor karena alam, juga disebabkan oleh tangan-tangan jahat manusia yang mengeksploitasi lingkungan dengan serakah. Mereka hanya memikirkan keutungan bagi dirinya sendiri, sehingga berakibat fatal terhadap keseimbangan ekosistem dan habitat makhluk hidup.

Hewan-hewan di hutan banyak lari ke perkampungan karena tempatnya banyak dijarah oleh manusia. Belum lagi mereka diburu untuk dijual, sehingga banyak hewan yang seharusnya dilindungi tetapi justru terus diburu.Selanjutnya ada pribahasa “Leuweung rusak, cai beak, manusa balangsak.”Hal tersebut sebagai pengingat bahwa manusia harus mencintai lingkungan, karena kalau hutan rusak, air akan habis, dan manusia yang sengsara.

Berikutnya, ulah mipit teu amit ngala teu bebeja. Artinya, jangan mengambil sesuatu yang bukan hak kita, atau jangan suka mengambil milik orang lain. Kalau ada perlu, harus meminta izin kepada sang empunya. Indung tunggul rahayu, bapak tangkal darajat,artinya harus berbakti kepada kedua orang tua, karena mereka lah yang sangat berjasa melahirkan dan mengurus anak dengan segala susah payah. Berbakti kepada kedua orang tau merupakan cerminan anak yang saleh dan salehah.

Munjung ka indung, muja ka bapa,artinya anak harus meminta doa restu orang tua dalam melakukan segala aktivitasnya, karena doa orang tua adalah keramat dan diijabah oleh Allah Swt. Ridha Allah dalam ridha orang tua dan murka Allah ada para murka orang tua. Itulah sekelumit nilai atau filosofi sunda dalam pendidikan. Tentunya masih banyak yang belum digali atau dibahas lebih jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun