RANJAU AKHIR TAHUN BERNAMA UANG TABUNGAN SEKOLAH
Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara LPMP Jawa Barat)
Menjelang akhir tahun, kesibukan sekolah khususnya guru bukan hanya kegiatan penilaian untuk menentukan kenaikan kelas siswa-siswanya dan mempersiapkan acara akhir tahun, tetapi pada pada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan tabungan, harus siap menyerahkan tabungan kepada para siswa yang menabung selama satu tahun.
Menjelang pembagian uang tabungan siswa, kadang kepala sekolah atau guru stres karena uang tabungan siswa terpakai untuk menalangi kegiatan sekolah sambil menunggu dana BOS cair atau untuk keperluan pribadi. Oleh karena itu, ketika uang tabungan siswa belum dikembalikan, waktu terasa begitu cepat. Kepala sekolah dan guru harus berpacu dengan waktu untuk mengembalikan uang tabungan siswa yang terpakai. Kadang mereka harus gali lubang tutup lubang untuk mengembalikannya.
Manajemen keuangan yang kurang baik dan keterdesakan disinyalir menjadi penyebab penggunaan uang tabungan siswa. Kalau bisa dikembalikan tepat waktu tidak terlalu menjadi masalah, walaupun itu juga sebenarnya menyalahi aturan, tetapi akan menjadi masalah besar ketika pada saat waktu pembagian, uang tabungan tidak dikembalikan. Orang tua siswa pasti akan kecewa dan protes kepada sekolah. Bahkan disebuah sekolah pernah orang tua demo menuntut uang tabungan segera dibagikan. Guru yang terjerat dengan uang tabungan siswa ada yang harus berurusan dengan polisi.
Salah Kaprah
Saya melihat bahwa gerakan menabung di sekolah pada dasarnya adalah hal yang baik. Kegiatan tersebut merupakan sebuah pembiasaan kepada siswa untuk hidup hemat, tetapi pada prakteknya sudah salah kaprah. Yang menabung bukan siswa, tetapi orang tua yang menitipkan tabungan kepada anaknya untuk ditabungkan di sekolah. Jumlahnya bisa fantastis, mencapai jutaan rupiah.
Kalau mau membangun kebiasaan menabung kepada siswa, seharusnya orang tua bukan memberikan uang tabungan, tetapi siswa yang menyisihkan uang jajannya untuk ditabungkan. Ditengarai juga terjadi persaingan jumlah tabungan antar anak, sehingga iklimnya sudah kurang sehat, dan justru memperlihatkan ketimpangan kondisi ekonomi orang tua siswa. Ada siswa yang setiap hari menabung Rp 50.000. Jika dikalikan 20 kali dalam satu bulan jumlahnya sudah mencapai 1 juta rupiah. Jika dikalikan 12 bulan jumlahnya bisa mencapai 12 juta rupiah. Jika dikalikan sekian puluh siswa, jumlahnya bisa puluhan juta rupiah.
Adanya tabungan siswa juga dapat menganggu kegiatan pembelajaran, karena guru biasanya menerima dan mencatat uang-uang tabungan siswa sebelum pembelajaran. Hal ini tentunya telah keluar dari tugas pokok guru yaitu mengajar dan mendidik siswanya.