Tidak mudah membangun negara yang sangat luas seperti Indonesia. Pemerataan pembangunan termasuk pembangunan pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Ketimpangan mutu pendidikan masih jelas terlihat. Jangankan antara wilayah barat dan timur, antar kabupaten dalam satu provinsi, antar kecamatan dalam satu kabupaten pun, kesenjangan mutu pendidikan masih nyata dan dirasakan oleh para pelakunya di lapangan, baik dalam konteks sarana dan prasarana maupun dalam hal mutu guru.
Salah satu contohnya adalah di wilayah selatan Cianjur. Kabupaten Cianjur adalah salah satu Kabupaten yang terluas di Provinsi Jawa Barat. Terdiri dari daratan, pegunungan, dan lautan. Tanggal 24 s.d. 29 April 2017 Saya bertugas menjadi petugas pendamping Diklat Kurikulum 2013 Guru SD ke wilayah selatan Cianjur, Saya mengalami dan merasakkan beratnya medan menuju daerah Cikadu. Jarak sekitar 200 KM dan Bandung dan ditempuh selama 7 (tujuh) jam perjalanan menggunakan sepeda motor.
Dari simpang muara Cikadu di Sindangbarang, saya menuju ke Tempat Pelaksanaan Kegiatan (TPK) SDN Cidomba Kecamatan Cikadu. Â Kondisi jalan rusak berat sepanjang kurang lebih 11 Km. Kondisi jalan mirip sungai kering, atau medan off road. Banyak batu-batu besar dan kubangan. Apalagi kalau dalam kondisi hujan, akan menjadi medan yang sangat berat untuk dilalui, bahkan bagi yang kurang memiliki keberanian akan menyerah, tidak berani, melewatinya.
Kondisi jalan yang rusak berat harus dilalui dengan sangat hati-hati, apalagi bagi yang pertama datang ke wilayah tersebut karena belum menguasai medan. Kecepatan kendaraan pun lambat, antara 20 sampai dengan 30 Km/jam melewati perkebunan karet yang sepi. Hanya sesekali Saya berpapasan dengan kendaraan lain.
Sebagai orang yang pertama datang ke lokasi tersebut, Saya banyak bertanya kepada orang yang Saya jumpai karena takut tersesat. Sinyal GPS yang tidak stabil menyebabkan Saya sulit mendapatkan info yang akurat. Sampai akhirnya Saya bertemu dengan seorang yang kebetulan juga menuju lokasi yang sama. Disitulah Saya merasa senang, dan akhirnya sampai ke tujuan dengan selamat walau badan terasa cape, agak pusing dan mual karena perjalanan yang begitu berat.
Diklat kurikulum 2013 bagi Guru Sasaran di TPK Â SDN Cidomba diikuti oleh 60 orang peserta yang terdiri dari 30 orang guru kelas I Â dan 30 orang guru kelas I yang berasal dari sekolah-sekolah yang akan melaksanakan Kurikulum 2013. Saya terkejut bahwa diantara peserta diklat ada yang berasal dari wilayah perbatasan antara Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung seperti wilayah Kalapanunggal. Berdasarkan penjelasan dari salah seorang peserta yang berasal dari Kalapanunggal, waktu yang diperlukan menuju ke Cikadu selama 5 (lima) jam perjalanan, kecuali jika memotong jalan bisa lebih menghemat waktu selama 2,5 jam tetapi jalan yang dilalui sangat berat.
Biaya transportasi pun mahal. Ongkos ojeg dari Kalapanunggal ke Cikadu untuk sekali jalan sebesar Rp 200.000 per orang. Kalau PP butuh dana sebesar Rp 400.000 belum termasuk biaya makan dan lain-lain. Dari gambaran tersebut dapat tergambar beratnya beban yang ditanggung oleh seorang yang akan bepergian.Â
Iis, Kepala Sekolah SDN Kalapanunggal 2 menjelaskan bahwa jika dia akan mengikuti rapat atau kegiatan di Cianjur Kota, maka sejak dua hari sebelumnya dia harus berangkat karena angkutan yang sangat terbatas. Hanya satu kali dalam satu hari. Jadi kalau dia terlambat, maka dia gagal pergi pada hari itu. Selain itu, kalau dia mengikuti pelatihan di wilayah kota, justru dia menombok biaya perjalanan karena transportasi yang diberikan oleh penyelenggara tidak menutupi biaya operasional yang dikeluarkannya.
Sebagai Kepala Sekolah, dia harus pandai memutar otak karena disatu sisi dana BOS yang diterima sekolahnya hanya 13 juta rupiah, sedangkan sekolah harus membayar honor beberapa guru honorer. Sementara kebutuhan operasional sekolah yang lainnya pun perlu ditanggulangi. Walau demikian, dia merasa salut terhadap pengabdian dan dedikasi guru-guru honorer di sekolahnya yang meski honornya sangat minim, tetapi bersemangat dalam mendidik para siswanya.
Seorang  Kepala Sekolah yang lain mengatakan bahwa selepas shalat subuh dia sudah menunggu elf lewat, dan wiridan di dalam elf. Dia pun sering tidur di sekolah karena jauhnya jarak antara rumah dan sekolah tempatnya bertugas. Walau demikian, dia menerimanya sebagai sebuah tanggung jawab yang harus dilaksanakan olehnya.
Cerita di atas hanya secuil kisah-kisah guru yang bertugas di wilayah terpencil di Jawa Barat. Â Belum lagi di wilayah-wilayah lainnya di Indonesia. Ada yang harus melewati hutan, sungai, sampai mengarungi lautan untuk sampai ke sekolah tempatnya bertugas. Oleh karena itu, sudah selayaknya pemerintah memperhatikan kesejahteraan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H