Menjadi widyaiswara yang sekaligus penulis bagi Saya merupakan sebuah anugerah karena tidak setiap widyaiswara mampu melakukannya. Dengan menulis, minimal Saya tidak mengalami kesulitan pada unsur pengembangan profesi, bahkan telah melampaui dari AK yang disyaratkan naik pangkat.
Walau demikian, bukan berarti Saya tanpa kelemahan. Dan kelemahan Saya adalah mengadministrasikan surat-surat atau kelengkapan pada unsur utama, yaitu pendidikan, pengajaran, dan pelatihan, dimana seorang widyaiswara tidak dapat naik pangkat jika unsur utamanya belum terpenuhi, walau unsur penunjangnya sudah lebih dari cukup. Walau urusan administrasi bagi Saya terkadang menjadi hal yang membosankan, tetapi harus dilaksanakan sebagai bentuk akuntabilitas dalam melaksanakan pekerjaan dan untuk menunjang pengembangan karir Saya.
Berkaitan dengan kegiatan menulis, kadang Saya merasa “iri” kepada kalangan guru yang gegap gempita dengan biaya sendiri melaksanakan pelatihan menulis dan menerbitkan buku, sedangkan di kalangan Widyaiswara, kegiatan menulis karya ilmiah hampir tidak terdengar. Di Kemdikbud, memang suka ada pelatihan menulis KTI bagi widyaiswara, tapi kesempatannya terbatas. Biasanya diprioritaskan bagi widyaiswara yang mau naik pangkat atau naik jenjang.
Jumlah penulis buku yang berasal dari kalangan widyaiswara juga memang tidak sebanyak kalangan dosen dan guru. Hal ini mungkin juga dipengaruhi oleh jumlah widyaiswara yang tidak sebanyak guru dan dosen. Secara pribadi, Saya mengalami kesulitan berdiskusi dengan sesama widyaiswara yang memiliki hobi yang sama, yaitu menulis. Oleh karena itu, Saya teman-teman diskusi Saya dalam hal menulis kebanyakan dari kalangan guru. Mungkin saya kekurangan informasi tentang widyaiswara penulis.
Saya yakin pada dasarnya setiap widyaiswara menyadari pentingnya menulis, dan kalau kemampuannya terus diasah, Saya yakin bisa menulis. Tinggal tergantung kepada niatnya. Apakah menulis hanya sebatas untuk memenuhi angka kredit untuk dapat naik pangkat atau menulis untuk tujuan yang lebih luas dan lebih mulia?
Saya kira, sebagai kalangan terdidik dan kalangan akademisi, widyaiswara punya kemampuan pada bidang masing-masing. Oleh karena itu, perannya sangat diperlukan sebagai penerang, pencerah, dan penuntun bagi para peserta diklat dan bagi masyarakat secara umum. Apalagi di lingkungan dunia pendidikan, kadang widyaiswara diposisikan sebagai orang yang dianggap serba tahu dan dijadikan sebagai sumber informasi. Semoga kegiatan menulis di kalangan widyaiswara makin meningkat di masa depan dalam rangka ikut meningkatkan kualitas bangsa.
MENJADI WIDYAISWARA PENULIS, SEBUAH ANUGERAH DAN KESAKSIAN
Oleh:
IDRIS APANDI
Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.