Pelanggan terdiri dari pelanggan internal dan pelanggan aksternal. Pelanggan internal adalah personil yang bekerja di satu instansi atau unit kerja yang sama, sedangkan pelanggan eksternal adalah pelanggan yang berasal dari luar unit kerja sendiri atau masyarakat secara umum.
Pelanggan internal dalam sebuah instansi terdiri dari atasan dan sesama rekan kerja. Dalam memberikan pelayanan, seorang staf jangan membeda-bedakan pelayanan baik kepada pimpinan maupun kepada sesama rekan kerja, walau dalam kenyataannya ada kalanya pimpinan mendapatkan keistimewaan (privilege) dibandingkan dengan sesama rekan kerja. Hal ini dilakukan atas nama loyalitas walau kadang berpotensi menimbulkan mental Asal Bapak Senang (ABS) dan bermental “yess men.”
Dalam praktiknya, kadang terjadi hal yang ironis dan kontradiktif. Ketika pimpinan menyampaikan keluhan atau perintah, sang staf begitu cepat dan cekatan melayani serta menindaklajutinya, tetapi ketika ada staf yang juga meminta pelayanan, ada kalannya responnnya lambat bahkan tidak ditindakjuti dengan berbagai alasan sehingga orang yang meminta bantuan tidak puas, kecewa, dan merasa dianaktirikan.
Agar pelayaan dapat berjalan secara cepat, tepat, efektif, dan efisien, maka perlu dibuat Standar Operasional Procedure (SOP) yang akan dijadikan pedoman dalam memberikan pelayanan. Buatlah SOP yang sederhana dan tidak berbelit-belit agar tidak menyusahkan pelanggan dan agar pelayanan bisa dilaksanakan secara cepat, tepat, mudah, murah, efektif, dan efisien.
Budaya Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun (5S) juga harus mewarnai sebuah pelayanan. Senyum dan keramahan petugas dalam melayani membuat suasana menjadi nyaman dan menciptakan hubungan yang baik antara petugas dan pelanggan. Sebaliknya, raut wajah petugas yang judes, tatap mata yang tajam, dan kaku akan menyebabkan pelanggan kurang nyaman ketika dilayani.
Pelanggan memiliki beragam karakter. Seorang petugas harus siap melayani, mampu mengendalikan emosi dalam kondisi apapun, dan bersedia menerima keluhan atau kritik dari pelanggan. Intinya, ada komunikasi yang efektif, humanis, dan empatik dalam menanggapi setiap keluhan pelanggan. Sebagai contoh, seorang pasien rumah sakit cepat sembuh bukan hanya disebabkan oleh obat saja, tetapi juga oleh keramahan pelayanan perawat dan dokternya.
Adalah sebuah kewajiban dan sangat wajar ketika seorang staf atau ajudan melayani dengan maksimal pimpinannya, tetapi dengan tidak mengabaikan pelayanan teradap sesama rekan kerja, karena pada dasarnya adalah sama-sama pelanggan walau beda tingkatan.
Pelayanan prima kepada setiap pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal akan melahirkan kepuasan bagi pelanggan. Kepuasan pelanggan akan berdampak terhadap meningkatnya kredibilitas sebuah institusi dimata pelanggannya. Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi akan melahirkan pelanggan-pelanggan yang loyal.
Pelayanan prima adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh setiap aparat di lingkungan birokrasi. Saya melihat bahwa saat ini, kualitas pelayanan publik sudah semakin baik. Salah satu contohnya, ketika membayar pajak kendaraan yang relatif lebih cepat. Samsat memiliki pusat pelayanan pelanggan (costumer care),terpampang SOP-nya dengan jelas, dan bebas pungli.
Melaui remunerasi dan revolusi mental di lingkungan birokrasi, diharapkan kualitas pelayanan akan semakin meningkat, mewujudkan sosok aparat benar-benar sebagai pelayanan masyarakat. Pelayan bagi pimpinannya, sekaligus pelayan bagi sesama rekan kerjanya. Tanpa membeda-bedakan. Dengan demikian, aparat birokrasi yang menerapkan pelayanan prima adalah model yang telah berhasil melaksanakan revolusi mental.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H