Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Agenda Penting Implementasi Kurikulum 2013

15 Maret 2017   03:10 Diperbarui: 15 Maret 2017   03:32 16575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, penguatan sikap yang berkaitan dengan kinerja. Bangsa Indonesia dikenal kurang menghargai waktu dan kurang disiplin. Hal ini dapat kita lihat perilaku warga masyarakat di jalan raya. Pelaksanaan rapat yang sering terlambat karena peserta banyak yang terlambat hadir alias jam karet, terlalu banyak membuang waktu memperdebatkan yang kurang penting sehingga kurang produktif.

Ada pribahasa Inggris yang mengatakan bahwa waktu adalah uang. Begitu pun dalam ajaran agama Islam diingatkan tentang kerugian bagi orang yang menyia-nyiakan waktu. Dalil Al Qur’annya banyak dibaca, tetapi belum benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Urusan disiplin justru bangsa Indonesia harus banyak mencontoh kepada negara Jepang dan Korea selatan yang sangat menghargai waktu dan produktivitasnya tinggi.

Ketiga, penguatan nasionalisme dan rasa kebangsaan.Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa harus dikuatkan kembali. Hal ini bertujuan agar semangat untuk mencintai negeri sendiri semakin tumbuh dan kuat di tengah derasnya pengaruh budaya asing (barat) yang masuk ke Indonesia. Implementasi nilai-nilai religi, kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, musyawarah mufakat, dan keadilan perlu ditanamkan, dikembangkan, dan dikokohkan kepada seluruh bangsa Indonesia.

Hamid Muhammad juga menegaskan bahwa karakter merupakan fondasi dalam implementasi K-13 sehingga perlu benar-benar diinternalisasikan dalam pembelajaran. Dan tentunya guru adalah sosok kunci yang diharapkan menjadi ujung tombak dalam implementasinya. Selain itu, perlu diciptakan suasana yang kondusif dalam PPK di sekolah. Hal yang paling utama adalah adanya keteladanan dari Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan.

Penguatan Budaya Literasi

Selain Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), pada kurikulum 2013 juga ditekankan tentang penguatan budaya literasi. Sebagaimana diketahui bahwa minat baca Indonesia masih rendah. Sebuah survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca. Survei dilakukan sejak 2003 hingga 2014. Indonesia hanya unggul dari Bostwana yang puas di posisi 61. Sedangkan Thailand berada satu tingkat di atas Indonesia, di posisi 59. (Media Indonesia, 30/08/2016).

Data statistik UNESCO pada 2012 juga menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik untuk membaca. Menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di nomor 69 dari 127 negara. Keprihatinan kita makin bertambah jika melihat data UNDP yang menyebutkan angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen. Sebagai pembanding, di Malaysia angka melek hurufnya 86,4 persen. (Republika)

Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, sejak tahun 2015 melalui diterbitkannya Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti menjadikan Gerakan Literasi jadikan sebagai salah satu bentuk penumbuhan budi pekerti di sekolah. Salah satu bentuknya adalah pembiasaan membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca di kalangan siswa.

Budaya literasi juga ditumbuhkan melalui integrasi dalam pembelajaran, utamanya dalam penerapan pendekatan saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan yang dikenal dengan 5M. Skenario pembelajaran juga diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis (critical thinking) dan penilaian hasil belajar pada level kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill/HOTS) siswa dimana arahnya pada menemukan dan menyelesaikan masalah. Hal tersebut tentunya harus tergambar pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru.

Literasi pada jenjang SD harus diperkuat, karena SD adalah fondasi dalam pendidikan siswa. Literasi merupakan pintu gerbang untuk menguasai materi pelajaran. Di kelas rendah (I-III) diajarkan membaca, menulis, dan berhitung (CALISTUNG) yang notabenemerupakan literasi yang paling mendasar.

Literasi secara sederhana diartikan sebagai keberaksaraan. Dalam perkembangannya, literasi bukan hanya diidentikkan dengan kemampuan calistung, tetapi juga pada aspek yang lain seperti kemampuan memilih dan memilah informasi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dalam masyarakat. UNESCO tahun 2003 menyatakan bahwa “Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun