RAJA SALMAN DALAM DIALOG AYAH DAN ANAK
Oleh:
IDRIS APANDIÂ
Kedatangan Raja Salman menyita perhatian banyak orang, termasuk seorang kalangan anak-anak. Di sebuah rumah, sambil memandangi berita di TV, seorang anak kelas VI SD bertanya kepada sang ayah. Berikut adalah petikan obrolan antara sang anak dengan sang ayah.
Anak : Abi, mana Raja Salman téh?
Ayah : Tuh, yang menggunakan jubah kuning kecokelatan. Berdampingan dengan Presiden Jokowi.
Anak : Itu yang duduk ditengah siapa?
Ayah: Yang duduk di  tengah penerjemah. Kan Raja Salman dan Pak Jokowi beda bahasa. Raja Salman berbahasa Arab, sedangkan Pak Jokowi berbahasa Indonesia.
Anak : Abi, mengapa Raja Salman datang ke Indonesia?Â
Ayah : Karena Arab Saudi bersahabat dengan Indonesia. Jadi Raja Salman datang untuk silaturahmi dan menjalin kerjasama.
Anak : Â Raja Salman beserta rombongan pake pesawat apa?
Ayah : pesawat milik Saudi (sambil melihat tangga Raja Salman turun dari pesawat)
Anak : Berapa jumlahnya?
Ayah : Mungkin puluhan. Untuk mengangkut barang-barangnya saja sebanyak 20 kapal.
Anak : Itu mobil Alph*rd berjejer untuk siapa?Â
Ayah : Â Untuk mengangkut rombongan Raja Salman.
Anak : Harganya berapa?
Ayah : Harganya bisa lebih dari satu milyar. ‘Kan termasuk jenis mobil mewah.
Anak : Kok Banyak?
Ayah : Karena rombongannya pun banyak. Ada 1500 orang.
Anak : Raja Salman tidurnya dimana?
Ayah : Di Hotel.
Anak : Hotel apa namanya?
Ayah : Hotel bla... bla... bla.. (Aku menyebut nama beberapa hotel yang digunakan untuk menginap).
Anak : yang bayar hotelna siapa?
Ayah : Biasanya disediakan oleh tuan rumah. ‘Kan tamu harus dihormati.
Anak : harganya per malamnya berapa?
Ayah : (sambil agak bingung) bisa belasan juta per malam.
Anak : Mengapa Raja Salman bersalaman dengan Ahok? Ahok ‘kan bukan muslim
Ayah : Setiap orang walau beda agama wajib bersahabat
Anakku : Mengapa Bu Susi (Menteri Keluatan dan Perikanan) ada di istana?
Ayah : Karena Bu Susi adalah menteri. Jadi hadir untuk ikut menyambut Raja Salman. (Menteri Susi Pudjiastuti adalah salah satu menteri yang menandatangani perjanjian bilateral Indonesia-Arab Saudi).
Anak : Terus yang sedang pidato itu siapa?
Ayah : Itu Bu Retno Marsudi, Menteri luar negeri.
Anak : Terus yang dekat Bu Retno itu siapa?
Ayah : Mungkin Menteri luar negeri Arab Saudi
Anak : Abi, kalau raja Indonesia siapa?
Ayah : Di Indonesia tidak ada raja. Indonesia dipimpin oleh seorang presiden.
Anak : Mengapa Arab dipimpin raja?
Ayah : Karena Arab Saudi sebuah kerajaan (sang Ayah sambil menjelaskan perbedaan sistem pemerintahan Indonesia dengan Arab Saudi).
Sang anak sebenarnya tampak masih bersemangat untuk bertanya, tetapi terpotong oleh kumandang adzan maghrib.
Pertanyaan sang anak ibarat berondongan peluru yang keluar dari senapan AK 47. Sang ayah harus sigap, cepat, dan tepat dalam menjawab untuk memuaskan rasa ingin tahu sang anak. Sambil menjawab pertanyaan, dalam hatinya, sang ayah merasa bangga karena anaknya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, kritis, dan peka terhadap urusan sosial dan pemerintahan, tidak seperti anak kebanyakan yang lebih senang bermain dan abai terhadap permasalahan sosial, politik, dan pemerintahan. Mungkin hal ini tidak lepas dari situasi lingkungan rumah dimana pesawat TV lebih banyak digunakan untuk melihat program berita dibandingkan dengan melihat sinetron-sinetron picisan.
Dalam konteks K-13, hal inilah yang disebut pendekatan saintifik (5M). Sang anak mengamati, bertanya, mengumpulkan informasi, menalar dan akhirnya dapat mengomunikasikan. Pesan dari dialog tersebut adalah lingkungan dapat membentuk kemampuan berpikir kritis anak, dan orang tua guru pertama bagi anak harus melek informasi alias harus literat agar dapat membimbing anaknya belajar di rumah.Â
Penulis, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar (KPLJ).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H