Umat Islam memiliki sejarah kelam terhadap kekejaman PKI, karena banyak umat Islam yang dibantai. Tapi saat ini ada pihak-pihak yang ingin memutarbalikkan fakta sejarah. Ada beberapa pegiat HAM yang mengajukan pengadilan kasus G-30 S/PKI tahun 1965, dan menuntut pemerintah untuk meminta maaf kepada korban pelanggaran HAM pasca pemberatasan G-30 S/PKI. Pelaku pelanggaran HAM diposisikan sebagai korban. Ini adalah logika yang diputarbalikkan.
Umat Islam juga dihadapkan pada tantangan menyusupnya kelompok Islam garis keras seperti ISIS. Aksi Bela Islam 411 dan 212 pun dikhawatirkan disusupi aktivis ISIS, tapi kekhawatiran tersebut tidak terbukti. Dan beberapa hari yang lalu, Densus 88 menangkap tiga orang teroris yang disinyalir sebagai anggota ISIS yang akan melakukan bom bunuh diri. Bahkan calon "pengantinnya" adalah seorang perempuan.
Aksi 411, 212, dan 1212 juga menjadi simbol komunikasi kepada pemerintah agar memperhatikan aspirasi umat Islam sebagai umat agama mayoritas di Indonesia. Jangan membuat kebijakan yang mengusik hati umat Islam, yang akan membuat suasana menjadi kurang kondusif. Sesuai dengan hal yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, bahwa umat mayoritas menyayangi yang minoritas, dan umat minoritas menghormati umat mayoritas. Dengan demikian, agar terjalin toleransi dan harmoni dalam kehidupan beragama di Indonesia.
*Penulis, Pemerhati Masalah Sosial.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H