Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengurai Benang Kusut Masalah Guru Honorer

24 November 2016   09:39 Diperbarui: 24 November 2016   11:06 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru-guru honorer di sekolah swasta diangkat oleh yayasan melalui SK Ketua Yayasan. Secara logika, sebenarnya ketika yang mengangkat guru honorer adalah pihak yayasan, maka yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraannya pun adalah pihak yayasan, tetapi realitanya di lapangan, kemampuan yayasan dalam membayar honor guru honorer sangat terbatas, apalagi yayasan-yayasan kecil. Banyak yang hanya mengandalkan honor untuk guru honorer dari dana BOS, sementara dana BOS pun sudah ada aturan peruntukannya. Di yayasan-yayasan yang sudah mapan, mungkin kesejahteraan guru honorer relatif lebih baik.

Pada saat diangkat menjadi guru honorer, sebenarnya guru-guru honorer mendapatkan penjelasan berkaitan dengan hak dan kewajibannya. Ada perjanjian kerja yang dibuat antara pihak yayasan dengan yang bersangkutan. Ketika yang bersangkutan menerima pekerjaan tersebut, berarti dia sudah memahami segala konsekuensinya, termasuk urusan honor. Walau demikian, pada akhirnya guru-guru tetap mengharapkan kesejahteraan yang lebih baik karena bersandar kepada Undang-undang guru dan dosen dimana seorang guru pun berhak mendapatkan kesejahteraan yang layak.

Pada pasal 14 ayat (1) UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ada huruf a dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan guru berhak “memperoleh penghasilan di atas kebutuhan kebutuhan hidup minimum dan jaminan  kesejahateraan sosial.” Pasal tersebut berlaku terhadap semua guru, baik guru PNS maupun pun bukan PNS alias guru honorer. Hal inilah yang terus memacu guru-guru honorer untuk terus memperjuangkan nasibnya. Mereka bersatu membuat organisasi, melakukan audiensi dengan pemerintah, unjuk rasa menuntut perhatian pemerintah meningkatkan kesejahteraan mereka. Bagi guru-guru honorer yang belum diangkat menjadi PNS, minimal mendapatkan upah setara UMK atau ada tunjangan khusus.

Guru honorer perannya tidak dapat dikesampingkan. Mereka secara nyata telah banyak berkontribusi mencerdaskan bangsa. Banyak yang bertugas di daerah terpenecil, terdalam, dan terluar. Terus mengabdi walau harus menempuh medan yang berat menuju sekolah, tapi di sisi lain mendapatkan honor yang minim.

Momentum Hari Guru Nasional (HGN) yang diperingati setiap tanggal 25 November semoga menjadi momentum untuk peningkatan penghormatan terhadap guru khususnya kesejahteraan guru honorer. Walau demikian, tidak elok juga ketika guru-guru hanya menuntut kesejahteraan tapi tanpa disertai dengan peningkatan profesionalisme dan kinerja yang tercermin dalam peningkatan kualitas KBM.

Mendikbud Muhadjir Effendy, salam sambutannya menyambut HGN 2016 juga berpesan bahwa sebagai seorang tenaga profesional, guru telah mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Oleh karena itu, TPG yang telah didapatkan diharapkan dapat berimplikasi terjadap peningkatan kinerja dan kompetensi yang dibuktikan dalam peningkatan kualitas KBM.

Penulis, Praktisi dan Pemerhati Pendidikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun