Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Korupsi PNS di Antara Keserakahan, Kebutuhan, dan Kecelakaan Administratif

3 Oktober 2016   15:37 Diperbarui: 3 Oktober 2016   20:43 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PNS korupsi. (Ilustrasi: kutimbkd.info/)

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Kemdagri telah memecat 200 PNS yang terlibat kasus korupsi (detik.com, 03/10/2016). Langkah tersebut tentunya patut diapreasisi dalam rangka membersihkan birokrasi dari perilaku korup aparatnya. Apalagi Presiden Joko Widodo mencanangkan Gerakan Revolusi Mental sebagai implementasi dari Nawacita dimana salah satunya adalah membangun tata kelola pemerintah yang bersih dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai Direktorat Ditjen Pajak yang memiliki rekening gendut dan beberapa kasus lainnya membuktikan bahwa korupsi di lingkungan PNS bukan isapan jempol. PNS yang hidup mewah, tidak sesuai dengan gaji yang diterimanya mungkin saja dari hasil korupsi, kecuali dia memiliki penghasilan dari usahanya, memiliki harta warisan, atau sudah kaya sebelum jadi PNS. Modus korupsi di lingkungan PNS antara lain suap, gratifikasi, pungli, manipulasi, pemalsuan, “main mata” dengan kontraktor, dan sebagainya.

Secara umum korupsi ada dua jenis, yaitu korupsi karena keserakahan (corruption by greed), dan korupsi karena kebutuhan (corruption by need), dan menurut Saya, ada korupsi karena “kecelakaan administratif”, yaitu korupsi akibat ketidaktahuan atau karena kelalaian.

Kasus rekening gendut PNS yang diduga atau terbukti hasil korupsi menjadi contoh korupsi karena keserakahan. Ibarat meminum air laut, dia tidak puas, tetap merasa kurang, walau pun  gaji sudah naik dan mendapatkan berbagai tunjangan, diantaranya remunerasi. “kebutuhan” untuk hidup mewah menyebabkan mereka terus ingin memperkaya diri untuk mengokohkan status sosialnya. Ada pula kasus korupsi PNS karena kepepet butuh dana untuk membiayai anaknya sekolah, cicilan, berobat, atau bahkan untuk “membantu” keluarganya.

Korupsi yang diakibatkan karena “kecelakaan administratif”, misalnya seorang PNS yang ditunjuk mengelola keuangan sebuah instansi, atau menjadi panitia lelang, dan ternyata lelang tersebut tidak sesuai aturan yang berlaku. Atau secara tidak sadar dia mendapatkan gratifikasi dari rekanan bisnis atau kontraktor.

Suatu hari, Saya pernah berbicara dengan pejabat pembina kepegawaian Badan Kepegawaian Daerah (BKD) di sebuah provinsi. Dia mengatakan bahwa ada ratusan kasus PNS bermasalah termasuk kasus korupsi. Dia kadang mengalami pergolakan bathin manakala harus menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang bermasalah tersebut, apalagi kalau sampai harus memberikan hukuman diberhentikan dari jabatan atau pekerjaanya.

Konflik bathin tersebut semakin memuncak ketika ada anak istrinya yang menghadap kepadanya dan meminta agar suaminya dibantu jangan sampai dihukum karena dia adalah ujung tombak mencari nafkah keluarga. 

Dia mengatakan bahwa kalau kasus korupsi yang memang dilakukan secara sengaja, itu sudaj menjadi resiko yang bersangkutan, tetapi jika kasus yang menimpanya adalah sebuah “kecelakaan”, dia pun sebenarnya ikut prihatin, dan meminta dijadikan pelajaran agar hati-hati ketika menjadi panitia lelang, karena kasus-kasus tersebut banyak muncul dari proses lelang. Makanya, kadang banyak PNS yang tidak mau jadi panitia lelang karena takut jerjerat urusan hukum. Dia pun mengingatkan agar setiap PNS menaati Peraturan Pemerintan (PP) Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS sebagai upaya untuk menghindari PNS berurusan dengan masalah hukum.

Menjadi PNS adalah idaman banyak orang. Banyak yang rela menyuap untuk diangkat menjadi PNS. Biasanya bekerja sama dengan dengan oknum yang menjanjikan diangkat menjadi PNS. Pengangkatan honorer K-2 menjadi PNS konon diwarnai dengan kasus-kasus suap. Tetapi ada juga tertipu, terperdaya oleh rayuan oknum yang tidak bertanggung jawab. PNS-PNS yang masuknya melalui suap berpotensi melakukan korupsi karena mereka berpikir harus mengembalikan modal bekas menjadi PNS.

Di tengah pengawasan yang semakin ketat saat ini, baik dari institusi penegak hukum, LSM, maupun masyarakat secara umum, PNS harus berpikir berkali-kali untuk melakukan korupsi, karena disamping melanggar hukum juga mempertaruhkan karir dan kehormatan. Sudah banyak contoh belasan atau puluhan tahun membangun karir dari bawah, harus hancur gara-gara korupsi.

Hidup sederhana, selalu bersyukur, dan mawas diri bisa menjadi obat mujarab untuk menghindari PNS dari korupsi. Hati-hati juga menerima pemberian di luar kewajaran yang berkaitan dengan jabatan yang disandangnya karena itu bisa dikategorikan gratifikasi. Hindari korupsi mulai dari mulai dari diri sendiri, mulai hal yang  kecil, dan mulai dari hari ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun