Oleh:
IDRIS APANDI
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam melaksanakan tugasnya, guru wajib memiliki empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional.
Sebagai seorang tenaga profesional, guru memerlukan perlindungan dalam melaksanakan tugasnya. Empat jenis perlindungan yang diamanatkan oleh undang-undang Guru dan Dosen, yaitu (1) perlindungan hukum, (2) perlindungan profesi, (3) perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, dan (4) kekayaan intelektual.
Guru mengharapkan bekerja secara otonom, independen, aman, nyaman, dan tenang. Tidak menghadapi diskriminasi, intimidasi, bahkan kekerasan. Tapi dalam kenyataaannya, guru belum terlindungi. Cukup banyak kasus kekerasan dan kriminalisasi terjadi kepada guru. Ketika kasusnya diberitakan oleh media, bukannya menjadi pelajaran, tetapi justru sebagai contoh untuk melakukan hal yang sama.
Perlindungan guru secara eksplisit memang telah tercantum pada Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Guru, tetapi kedua aturan tersebut dinilai belum efektif melindungi guru. Gaungnya kurang terdengar.
Berdasarkan kepada hal tersebut, pemerintah dinilai perlu untuk menyusun undang-undang perlindungan guru, walau mungkin ada yang berpendapat bahwa daripada membuat Undang-undang yang baru, lebih baik mengoptimalkan implementasi peraturan yang sudah ada. Pendapat tersebut sah-sah saja. Oleh karena itu, perlu lakukan kajian yang holistik dan komprehensif.
Dasar pemikiran perlunya undang-undang perlindungan guru segmen masyarakat yang lain pun ada perlindungan khusus, seperti undang-undang perlindungan konsumen dan undang-undang perlindungan anak. Sebuah aturan dibuat berdasarkan kebutuhan dan menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Ketika belum marak kekerasan dan kriminalisasi terhadap guru, mungkin undang-undang perlindungan guru belum dibutuhkan, tetapi kondisi saat ini menurut Saya sangat penting untuk segera membentuk undang-undang perlindungan guru.
Guru adalah ujung tombak pendidikan. Guru adalah pihak yang paling dekat dengan siswa. Guru adalah sosok yang mengetahui perkembangan kejiwaan dan prestasi anak-anak didiknya. Karena pentingnya sosok seorang guru, ketika Jepang hancur oleh bom atom tentara sekutu, pertanyaan yang disampaikan oleh kaisar Jepang adalah berapa jumlah guru yang masih ada?
Bagaimana dengan Indonesia? Saya kira secara pemerintah Indonesia pun secara normatif memosisikan guru pada posisi yang mulia. Puja-puji suka disampaikan kepada guru pada saat Hari Pendidikan Nasional atau Hari Guru, tetapi kadang-kadang dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya dilakukan. Kesejahteraan guru masih rendah khususnya guru-guru honorer, kesempatan peningkatan profesionalisme masih terbatas, proses naik pangkat masih dipersulit dan berbelit-belit, sehingga para guru masih belum nyaman dalam bekerja.
Organisasi profesi guru perlu didorong untuk merealisasikan lahirnya undang-undang perlindungan guru. Saat ini bisa dikatakan sebagai darurat perlindungan guru. Sudah cukup banyak guru yang menjadi korban. Jangan sampai muncul korban-korban berikutnya.
Pemerintah perlu didorong untuk menunjukkan political will-nya dalam melindungi guru. Dari beberapa kasus yang pernah terjadi, Saya baru melihat Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang secara cepat bertindak menangani kasus kekerasan atau kriminalisasi guru dengan menerbitkan Surat Keputusan tentang Tim Perlindungan guru, sementara pemerintah daerah yang lain, komitmennya belum benar-benar terlihat. Pemerintah baru bisa meminta guru untuk bekerja secara profesional tetapi belum bisa melindungi pelaksanaan tugas profesional guru.
Ketika guru menjadi korban intimidasi, kekerasan, atau kriminalisasi, mereka kadang bingung harus mengadu kemana? Karena merasa tidak ada pihak yang melindunginya. Oleh karena itu, posisinya lemah. Guru harus menjadi anggota organisasi profesi guru agar ketika tertimpa masalah, maka organisasi tempatnya bernaung bisa mengadvokasinya. Kalau istilah Prof. M. Surya, mantan ketua PB PGRI, organisasi profesi guru harus terasa manfaatnya oleh anggota-anggota dan menjemput bola dalam melindungi guru.
Penulis, Praktisi Pendidikan, Pemerhati Masalah Sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H