Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mentradisikan Mengantar Anak ke Sekolah

14 Juli 2016   21:05 Diperbarui: 14 Juli 2016   21:10 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh:

IDRIS APANDI

“Antar dengan bangga, lepas dengan do’a. Itulah kalimat yang terpampang pada gambar sosialiasi mengantar anak pada hari pertama sekolah. Hal ini telah dilaksanakan dilaksanakan oleh Kemdikbud sejak tahun lalu. Dan Saya pun, termasuk orang tua berkesempatan mengantarkan anak Saya ke sekolahnya.

Mengapa orang tua perlu mengantarkan anak ke sekolah? karena sedikitnya ada delapan manfaat yang dapat diambil, yaitu; (1)  mengantar anak ke sekolah pada dasarnya adalah kewajiban orang tua,  (2) dapat berkenalan dengan guru, wali kelas, dan kepala sekolah, (3) menceritakan kondisi dan karakter anak  saat di rumah, (4) bertanya dan memberi masukan mengenai pembelajaran satu tahu ke depan, (5) bertukar kontak dengan guru, wali kelas, dan kepala sekolah, (6) mengapresiasi guru karena telah mendidik anak-anak kita, (7) menawarkan bantuan untuk terlibat dalam kegiata penunjang pembelajaran, (8) berkenalan dengan orang tua murid lainnya. (Kemdikbud, 2016).

Jauh-jauh hari sebelum Mendikbud Anies Baswedan mengampanyekan mengantar anak ke sekolah, para orang tua, utamanya orang tua siswa kelas I SD sudah melakukannya. Bahkan mereka hampir setiap hari menongkrongidan mengintip anaknnya dari balik jendela kelas karena takut anaknya menangis, ngompol, atau berantemdengan siswa yang lain. Hanya sekarang memang inisiatif datang dari pemerintah sehingga kesannya lebih menggema, tersistem, dan terorganisir.

Mengantar anak ke sekolah memang lebih dititikberatkan kepada anak kelas I SD karena bersekolah adalah pengalaman pertama mereka, masih kecil, dan masih perlu bimbingan. Walau demikian, menurut Saya, siswa baru di SMP dan SMA/SMK pun perlu diantar oleh orang tua, tetapi konteksnya bukan karena mereka khawatir tersesat ke sekolah, tetapi dalam konteks orang tua melakukan tugasnya sebagai orang tua dan mendapatkan delapan manfaat sebagaimana yang disebutkan di atas.

Anak usia SMP dan SMA/SMK sudah memasuki usia remaja, sebuah usia transisi menuju dewasa, dan usia tersebut termasuk rawan karena pada usia tersebut mereka mencari jati diri. Di satu sisi mereka tidak disebut anak-anak lagi, tetapi di sisi lain, pola pikirnya belum matang. Oleh karena itu, orang tua justru harus mengantisipasi dari awal agar anaknya tidak terjebak kepada dampak negatif pergaulan remaja, seperti tawuran, geng motor, penggunaan narkoba, dan seks bebas.

Orang tua perlu menyampaikan informasi tentang anaknya dan berkomunikasi dengan guru, wali kelas, dan kepala sekolah untuk bekerjasama mendidik, membimbing, dan mengawasi anaknya. Jangan sampai karena telah menitipkan anaknya dididik di sekolah, orang tua merasa telah lepas tanggung jawab, karena tanggung jawab orang tua sifatnya melekat dalam mendidik anak.

Orang tua jarang melakukan komunikasi dengan gurunya, bahkan kalau diundang jarang hadir dengan alasan sibuk. Orang tua baru bereaksi atau baru datang ke sekolah ketika anaknya bermasalah seperti sering bolos, nilainya anjlok, terlibat bullying,tawuran, dan sebagainya. Kadang orang terkejut mendengar penjelasan guru berkaitan dengan kelakuan anaknya karena di rumahnya anaknya tampak berperilaku baik, dan tidak pernah membuat masalah. Orang tua tidak tahu kondisi anak karena sibuk bekerja dan jarang berkomunikasi dengan anak di rumah.

Mengantarkan anak ke sekolah adalah sebuah langkah yang sangat penting dan strategis karena anak kita nanti akan mengisi 1/3 harinya di sekolah, 5-6 hari seminggu, dan bertahun-tahun belajar di sekolah. Ketika orang tua mengantarkan anaknya ke sekolah, tentu akan menjadi sebuah kenangan yang sangat berkesan baginya. Dia akan menulis dalam catatan hidupnya, dan suatu saat akan menceritakan kepada anak cucunya bahwa hari pertama sekolah dia diantar oleh orang tuanya. Hal ini juga tentunya akan dicontoh oleh dia kelak ketika mengantarkan anaknya ke sekolah.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Mendikbud Anies Baswedan mengirimkan surat edaran kepada para kepala daerah di seluruh Indonesia dan kepada Menpan-RB agar mengizinkan PNS/ASN hadir di tempat kerjanya masing-masing setelah mengantarkan anaknya ke sekolah.

Anak adalah aset sangat berharga sekaligus harapan dan tumpuan orang tuanya. Setiap orang tua tentunya berharap anaknya disamping cerdas secara intelektual, juga cerdas secara sosial, dan spiritual. Oleh karena itu, tentunya setiap orang tua ingin memberikan pendidikan yang terbaik baginya. Mengantarkan anak ke sekolah merupakan bagian dari mendidik anak supaya mereka memiliki kepercayaan diri dan merasa diperhatikan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, seperti yang ditulis pada awal tulisan ini, mari antar anak-anak kita dengan bangga, dan melepasnya dengan do’a.

Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun