Selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Bathin. Kalimat tersebut tersebar via media sosial, SMS, atau terpampang di berbagai spanduk menyertai berakhirnya bulan ramadhan dan menyambut datangnya Idul Fitri. Kalimat tersebut disampaikan mulai dari anak kepada orang tua, yang lebih muda kepada yang lebih tua, dari murid kepada gurunya, sesama rekan kerja, pemimpin kepada rakyatnya, pengusaha plus iklan produk dagangannya, politisi plus numpang memasang fotonya, dan kelompok masyarakat lainnya.
Apakah kalimat tersebut baik untuk diucapkan? Tentu sangat baik. Bukankah ajaran Islam mengajarkan untuk saling memaafkan dan menjalin tali silaturahmi? Di kalangan masyarakat Sunda pun diajarkan agar bersatu, jangan berpecah belah, jangan memutuskan tali persaudaraan atau tali silaturahmi supaya tidak pajauh huma,alias susah rezeki.
Ucapan lebaran ada yang singkat seperti yang dicontohkan di atas, ada juga yang cukup panjang, berhias kata-kata indah, sehingga yang membacanya bisa termehek-mehek, kalau perlu sampai keluar air mata. Formatnya ada yang normatif, datar, tapi ada juga sedikit kreatif dalam bentuk puisi, pantun, dan sebagainya. Di zaman canggih ini, bagi yang malas membuat ucapan lebaran sendiri, dapat meng-copas ucapan lebaran yang diterima dari orang lain,atau searching Google disebarkan dengan cepat via medsos, dan kadang lucunya, ucapan lebaran yang kirim, kembali lagi kepada kita.
Menurut Saya, substansi sebuah ucapan lebaran bukan terletak pada pendek atau panjangnya, tetapi terletak kepada ketulusannya. Sulit mengukur tingkat ketulusan sebuah ucapan lebaran secara tertulis karena tidak berinteraksi secara langsung. Yang Maha Tahu tulus atau tidaknya sebuah ucapan lebaran tentunya adalah Allah SWT. Dengan kata lain, permohonan maaf yang disampaikan bukan sekedar formalitas atau basa-basi saja, tapi bersumber dari hati yang bersih.
Dengan pertimbangan kepraktisan, biasanya dibuat satu redaksi ucapan selamat lebaran dan dikirim secara massal atau broadcast via grup WhatsApp atau BBM. Kalau ucapan yang dikirim secara massal seperti itu, ada yang merespon, dan ada juga yang tidak merespon dengan berbagai alasan. Yang merespon biasanya adalah teman yang benar-benar dekat atau akrab dan justru tidak merasa ada masalah serius dengan sang pengirim pesan alias hubungannya atau baik-baik saja.
Ucapan lebaran secara massal seperti itu baik, hanya akan lebih baik jika mengirimkannya secara khusus kepada orang-orang tertentu yang menurut kita pernah kita sakiti atau mungkin pernah menyakiti kita. Bahkan jika memungkinkan, dari pada SMS, WA, atau BBM, akan lebih baik menelepon atau mendatangi secara langsung yang bersangkutan. Hal itu akan terasa lebih afdhal daripada sekedar mengirim ucapan selamat lebaran secara tertulis.
Ketika menelepon apalagi ketika bertatap muka secara langsung, suasana kebathinannya akan berbeda. Disitu ada interaksi emosi yang dikeluarkan melalui suara, tatapan mata, senyuman, atau jabatan tangan. Ketika bertemu secara langsung, kita bisa saling berlomba meminta maaf atas segala kesalahan karena pada dasarnya manusia adalah tempatnya salah dan khilaf.
Apalagi seorang anak kepada orang tua. Dinilai kurang etis kalau hanya menyampaikan permohonan maaf secara tertulis. Oleh karena itu, para pemudik bela-belain bermacet-macet ria pulang ke kampung halaman dengan tujuan selain melepas rasa kangen, juga ingin meminta maaf secara langsung kepada orang tua. Kecuali, jika situasi dan kondisi tidak memungkinkan, sang anak tidak bisa pulang kampung. Orang tua pun dapat memakluminya.
Maaf, sebuah kata yang pendek, tapi memiliki kekuatan dan dampak yang luar biasa. Â Kata maaf bisa mendamaikan sebuah pertikaian, bisa mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa, bisa merekatkan kembali orang terlibat perang dingin, bisa menambah harmonis sebuah hubungan silaturahmi, bisa menambah rezeki, dan sebagainya.
Maaf, sebuah kata yang singkat, tapi kadang berat untuk diucapkan. Apalagi ketika hati masih diliputi sakit hati, dendam, dan dikuasi ego yang tinggi. Dampak suatu masalah, ada orang yang selama bertahun-tahun tidak saling memaafkan karena masih dikuasai oleh ego masing-masing.
Dengan momentum idul fitri, mari kita saling memaafkan, bukan hanya tertulis, tapi disertai ketulusan, muncul dari lubuk hati yang paling dalam.Saling bermaafan, islahdisamping menjadi penggugur dosa, juga dapat menyehatkan jiwa dan raga. Selamat idul fitri.