Komunikasi adalah bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari pemberi pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan). Komunikasi dapat dilakukan secara lisan (verbal), tulisan, atau melalui simbol-simbol.
Suatu kelompok masyarakat membutuhkan komunikasi sebagai sarana penyampaian pesan. Komunikasi menjadi media manusia dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesamanya. Dengan demikian, kedudukan komunikasi sangat penting dalam pergaulan masyarakat. Melalui komunikasi yang baik, akan lahir kehidupan yang rukun, saling menghormati, dan saling menghargai. Sedangkan jika tidak terjalin komunikasi yang baik, maka akan menyebabkan miskomunikasi. Banyak kasus atau gejolak sosial yang terjadi di masyarakat karena adanya kesalahpamahan atau miskomunikasi. Dengan kata lain, komunikasi menjadi ruh dalam sebuah relasi sosial.
Selian komuniaksi secara tatap muka, di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi seperti saat ini, komunikasi dapat dilakukan dengan sangat mudah. Dengan menggunakan smartphone,orang-orang dapat berkomunikasi dimanapun dan kapanpun. Apalagi dengan adanya media sosial, orang dari berbagai penjuru dunia dapat terhubung.
Islam adalah agama yang mengatur setiap aspek kehidupan manusia, termasuk masalah komunikasi. Islam mengajarkan tentang pentingnya etika komunikasi yang baik dalam pergaulan antar manusia sehingga tercipta masyarakat yang rukun dan damai. Dwi Suwiknyo dalam bukunya yang berjudul Cara Mudah Memikat Hati Orang Lain (2015) menyampaikan prinsip atau rumus “6B” dalam berkomunikasi berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam, yaitu; (1) berkata benar (qaulan sadiidan),(2) berkata jelas (qaulan baliighan),(3) berkata baik (qaulan ma’ruufan),(4) berkata hormat/ mulia (qaulan kariiman),(5) berkata lembah lembut (qaulan layyiinan),dan (6) berkata pantas (qaulan maisyuuron). Berikut adalah penjelasan dari enam prinsip tersebut.
Berkata Benar (Qaulan Sadiidan)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar (qaulan sadiidan), niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu...”(QS Al-Ahzab : 70).
Berkata yang benar adalah gambaran dari pribadi manusia yang jujur. Perkataan yang benar akan mampu membangun kepercayaan karena dia tidak bohong. Berkata benar akan meningkatkan kredibilitas seseorang. Orang yang suka berkata benar akan banyak disukai oleh orang lain. Berkata benar juga akan menyelamatkan manusia dalam menjalani kehidupannya, walau kadang berkata benar itu pahit rasanya.
Berkata benar adalah sebuah nilai yang universal, berlaku kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun. Seorang pembohong pun, tidak mau dibohongi oleh orang lain. Hal itu menunjukkan bahwa kebenaran adalah hal yang bersifat mutlak dan perlu dilakukan oleh siapapun.
Berkata Fasih (qaulan balighan)
“Mereka adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka,”(QS An-Nisa : 63).
Kata-kata yang jelas adalah kata yang terang benderang, tidak mendua arti atau ambigu. Kata-kata yang jelas akan mudah dipahami oleh penerima pesan. Berkaitan dengan hal tersebut, Saya teringat sebuah iklan. Pada iklan tersebut ada kasus kesalahpahaman dalam mengartikan sebuah kata, yaitu kata nyalon. Kata ini kalau tidak dipahami dengan baik atau dikaitkan dengan kata yang lain dapat bermakna ambigu, yaitu dapat diartikan pergi ke salon atau mencalonkan diri menjadi seorang pemimpin.
Pada iklan tersebut diceritakan ada dialog antara seorang ayah, ibu, dan anak. Sang anak menyampaikan kepada sang ayah bahwa tetangganya akan nyalon menjadi ketua RW, sambil memperlihatkan foto tetangganya tersebut. “Oooohhhh nyalon..” kata sang ayah sambil melihat foto tetangganya tersebut. Sang istri pun menimpali, “nyalon ya pah,”. Lalu besoknya, sang ayah pergi ke salon dan mempermak rambutnya sama persis dengan gaya rambut tetangganya. Melihat hal tersebut, sang ibu kaget dan langsung pisan. Padahal yang dimaksud nyalonoleh sang anak dan sang istrinya adalah meminta sang ayah atau suaiminya untuk mencalonkan diri menjadi ketua RW.
Berkaca dari iklan tersebut diatas, maka perkataan yang jelas atau fasih sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Bahkan, kalau perlu ada konfirmasi dari komunikator apakah komunikan memahami atau tidak masalah yang disampaikan? Bisa juga komunikan bertanya kepada komunikator tentang maksud pesan yang disampaikannya. Dengan demikian, maka potensi miskomunikasi dapat diminalisasi.
Orang tua, guru, para penceramah, para pemimpin, dan setiap orang pada umumnya harus memiliki memiliki kemampuan untuk berbicara secara jelas agar mudah dipahami oleh anak, murid, rakyat, atau lawan bicaranya. Gaya bicaranya pun harus disesuaikan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh penerima pesan. Berbicara di depan anak-anak tentunya berbeda dengan berbicara di depan orang dewasa. Berbicara di depan petani di kampung berbeda dengan bicara di hadapan akademisi. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, itulah prinsip yang harus dipegang ketika berbicara alias harus dapat menyesuaikan diri.
Berkata Baik (qaulan ma’ruufan)
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akhlaknya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”(QS An-Nisa : 5).
Komunikasi yang baik perlu dilakukan dengan kata-kata yang baik. Ketika kita ingin menyampaikan sebuah maksud, tujuan, menasehati, atau mengoreksi kesalahan orang lain, pilihlah kata-kata yang baik, kata-kata yang tidak menyinggung perasaan orang lain, agar di satu sisi, maksud atau tujuan tersampaikan, dan di sisi lain, tidak menyinggung perasaan orang lain. Intinya, sebuah maksud atau tujuan yang baik, harus disampaikan dengan cara atau kata-kata yang baik.
Sebuah Peribahasa mengatakan “mulutmu harimaumu.” Maksud dari pribahasa tersebut adalah hati-hati dengan perkataan kita, karena perkataan bisa lebih tajam dari pedang. Luka karena benda tajam mudah diobati, tapi sakit hati karena kata-kata yang tajam bisa bertahun-tahun bahkan seumur hidup.
Berkata Hormat/Mulia (Qaulan Kariiman)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”(QS Al-Isra : 23).
Setiap orang pada dasarnya ingin dihormati. Serendah apapun posisi seseorang, dia tidak ingin dinistakan. Dalam hal berkomunikasi pun perlu disampaikan dengan prinsip saling menghormati. Seorang anak, walau pun sudah sukses, pendidikannya lebih tinggi dari orang tuanya, tetap dia wajib hormat kepada orang tua dan guru-gurunya. Begitu pun kepada rekan sejawat dan orang yang posisinya lebih rendah baik secara keilmuan maupun secara ekonomi harus tetap rendah hati.
Sikap kita menghormati orang lain akan dibalas penghormatan dari orang lain juga. Sebuah pepatah mengatakan “Anda sopan, kami segan”. Sikap hormat akan melahirkan wibawa dan rasa segan dari orang lain. Auranya terpancar dari tutur katanya yang sopan, sikapnya yang santun, dan wajahnya yang selalu menebar senyum.
Sebaliknya, orang yang sombong, tidak memiliki rasa hormat kepada orang lain, maka dia pun akan tidak disukai oleh orang lain. Bukannya menuai simpati, tetapi justru melahirkan antipati. Orang yang seperti itu, tidak akan memiliki banyak kawan, tetapi justru memiliki banyak lawan.
Berkata Lemah Lembut (Qaulan Layyinan)
“Maka bicaralah kamu kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia hangat dan takut.”(QS Thaha : 44).
Kata-kata yang lemah lembut akan mudah meresap ke hati orang yang diajak bicara. Walau mereka salah, tapi mereka tidak mau dipermalukan atau dikoreksi dengan cara yang semena-mena, tetap saja mereka ingin diingatkan dengan cara yang lemah lembut, tidak mempermalukan, tidak mendikte, menggurui, atau meremehkan orang lain.
Perkataan yang lemah lembut akan meluruhkan hati. Lemah lembut bukan berarti tidak tegas. Justru, dibalik kelemahlembutan terdapat ketegasan. Ketegasan tidak selalu identik dengan raut muka yang kecut, sorot mata yang tajam, atau nada suara yang tinggi, tetapi raut muka yang tenang, suara yang lembut, dan kata-kata yang teratur dapat juga menjadi ekspresi ketegasan.
Dibalik kata-kata yang lemah lembut juga terdapat kekuatan, yaitu kekuatan untuk mempengarui orang lain. Coba perhatikan, para negosiator, motivator, atau para marketing, mereka rata-rata memiliki keterampilan komunikasi yang baik, mampu merayu, mempengaruhi, dan mengarahkan orang lain sesuai dengan apa yang diharapnya.
Berkata Pantas (Qaulam Maisyuuron)
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.”(QS Al-Isra : 28).
Ketika kita berkata, kita harus memilih dan mempertimbangkan kata-kata yang pantas diucapkan. Misalnya, kata-kata yang dipilih ketika berkomunikasi dengan orang tua, guru, atau orang yang lebih tua tentunya berbeda dengan ketika berkomunikasi dengan orang yang seumur atau dengan yang umurnya di bawah kita. Intinya, kata-kata yang disampaikan disesuaikan dengan usia, pola pikir, sederhana, dan mudah dipahami oleh lawan bicara.
Komunikasi Efektif
Berdasarkan kepada uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketika berkomunikasi dengan orang lain, kita harus memperhatikan etika sebagaimana yang telah diajarkan dalam ajaran Islam, agar komunikasi yang terjalin antara komunikator dan komunikan berjalan secara baik, atas dasar saling menghormati, saling menghargai, dan saling pengertian, sehingga melahirkan sebuah komunikasi yang efektif.
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator, dan komunikan memberikan umpan balik yang sesuai dengan pesan yang disampaikan. Menurut Jalaluddin Rakhmat, komunikasi efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan.
Dengan demikian, maka setiap muslim harus berlatih dan membiasakan melakukan komunikasi yang efektif agar selain pesan yang disampaikan bisa dimengerti dan sampai kepada tujuan, juga dapat mendapatkan umpan balik sesuai dengan yang diharapkan. Wallaahu a’lam.
Oleh: IDRIS APANDI
Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H