Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengembalikan Akal Sehat ke Sekolah

25 Juni 2016   09:04 Diperbarui: 26 Juni 2016   11:30 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekerasan pada saat MOPD. Sumber: sinarharapan

Judul tulisan tersebut terinspirasi oleh pernyataan yang disampaikan oleh Mendikbud Anies Baswedan pada wawancara di sebuah Stasiun TV swasta pagi ini (25/06/2016). 

Mengapa Mas Menteri mengatakan demikian? Karena Beliau menilai bahwa banyak hal diluar akal sehat yang terjadi di sekolah, khususnya berkaitan dengan pelaksanaan Masa Orientasi Peserta Didik Baru Baru (MOPDB), dimana kegiatan tersebut masih banyak diwarnai oleh tindak kekerasan, perpelocoan, dan tugas-tugas di luar akal sehat, seperti menghitung garam, pasir, gula, membawa benda-benda yang tidak ada relevansinya dengan proses pendidikan di sekolah.

Tindak kekerasan dan perpeloncoan yang terjadi pada saat MOPD banyak dilakukan oleh oknum senior yang dilibatkan menjadi panitia MOPD, sementara Kepala Sekolah dan guru kurang memantaunya. Akibatnya, mereka dapat berbuat seenaknya sesuai dengan keinginan mereka. 

MOPD dijadikan ajang balas dendam karena mereka juga dulu pernah diperlakuan serupa para senior mereka. Oleh karena itu, untuk mencegah hal tersebut terjadi, Mendikbud menginstruksikan kegiatan MOPD harus dilaksanakan oleh guru, tidak boleh lagi melibatkan senior. 

Jadwal kegiatan MOPD disesuaikan dengan jadwal KBM, dan tidak ada pengondisian-pengondisian khusus, seperti harus masuk lebih pagi, harus menggunakan kostum khusus, ada acara malam, dan sebagainya. Jika di sekolah masih ada praktik-praktik seperti itu, maka Kepala Sekolahnya akan diberi sanksi tegas.

Mendikbud Anies Baswedan telah menerbitkan Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru. Pada pasal 2 disebutkan bahwa Pengenalan lingkungan sekolah adalah kegiatan pertama masuk sekolah untuk pengenalan program, sarana dan prasarana sekolah, cara belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur sekolah. Pengenalan lingkungan sekolah wajib berisi kegiatan yang bermanfaat, bersifat edukatif, kreatif, dan menyenangkan.

Pengenalan lingkungan sekolah bertujuan untuk; (1) mengenali potensi diri siswa, (2) membantu siswa beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah, (3) menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru, (4) mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah lainnya, (5) menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong.

Mengacu kepada hal tersebut, para siswa baru tersebut dibaratkan sebagai anggota keluarga baru yang masih awam dengan lingkungan sekolah. Oleh karena itu, mereka perlu disambut oleh Kepala Sekolah, guru, karyawan sekolah, dan kakak-kakak kelasnya dengan gembira dan penuh suka cita. 

Ucapkan selamat datang, salami, persilakan masuk, dan perkenalkan lingkungan sekolah kepada mereka, bukan justru dipelonco. Dengan demikian, para peserta didik baru tersebut merasa diterima sebagai angota keluarga baru sekolah, mendapat kesan positif, dan pengalaman yang menyenangkan sehingga mereka siap untuk belajar di sekolah tersebut. Itulah makna mengembalikan akal sehat yang dimaksud oleh Mas Menteri dalam penafsiran saya.

Pembelajaran yang berbasis kepada penggunaan akal sehat tentunya akan melahirkan lulusan yang juga memiliki dan mampu menggunakan akal sehat dalam kehidupannya. 

Berbagai masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah bangsa Indonesia saat ini salah satunya disebabkan karena kurang digunakannya akal sehat dalam menyelesaikan permasalahan. Masyarakat kita lebih mengedepankan emosi dan egoisme dibandingkan dengan akal sehat sehingga mudah sekali terprovokasi dan berbuat anarki.

Sejak Anies Baswedan menjabat Mendikbud, berbagai regulasi dikeluarkan untuk menciptakan sekolah sebagai taman belajar bagi peserta didik, antara lain ada program sekolah aman, gerakan penumbuhan budi pekerti, dan larangan tindakan kekerasan atau perpeloncoan pada saat MOPDB. 

Dengan kata lain, jangan sampai sekolah menjadi horor bagi peserta didik baru. Bagaimana sekolah bisa menjadi taman belajar kalau para peserta didik belajar dalam tekanan psikologis?

Para pemangku kepentingan di sekolah seperti Kepala Sekolah dan guru harus memiliki komitmen untuk mendukung dan melaksanakannya. Selain itu, dukungan ekosistem pendidikan seperti orang tua siswa, komite sekolah, dunia usaha, dan masyarakat secara umum sangat diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah sehingga tercipta sinergi dan kerjasama dalam melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas, berbudi pekerti luhur, dan berakal sehat.

Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun