Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa dan Kesehatan Mental

17 Juni 2016   10:22 Diperbarui: 17 Juni 2016   10:35 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh:

IDRIS APANDI

Bulan ramadhan adalah yang penuh hikmah. Salah satu hikmah yang bisa didapatkan adalah puasa sebagai sarana untuk membangun kesehatan mental. Puasa, selain menyehatkan secara fisik juga menyehatkan mental. Dalam konteks kesehatan fisik, Rasulullah SAW bersabda, “berpuasalah, niscaya kamu akan sehat.”(HR Abu Hurairah). Dengan berpuasa, maka lambung kita yang selama 11 bulan terus bekerja mencerna makanan, pada bulan ramadhan bisa beristirahat karena pola makan orang yang berpuasa menjadi teratur. Perut diisi pada saat sahur dan pada saat buka puasa.

Dalam konteks kesehatan mental, puasa melatih untuk lebih bisa mengendalikan hawa nafsu, mengendalikan emosi, berbuat jujur, rendah hati, penyabar, dan pemaaf. Selain itu, puasa mendidik untuk menjadi pribadi yang bersyukur, peka, dan peduli terhadap penderitaan orang lain.

Orang yang berpuasa merasakan bagaimana tidak enaknya lapar dan haus. Dan itu hanya berlangsung sementara, karena pada saat berbuka puasa, lapar dan haus tersebut akan hilang, bahkan kadang suka berlebih-lebihan sehingga kekenyangan, sementara banyak kaum dhuafa, yatim, fakir dan miskin, mereka puasa karena memang tidak memiliki makanan, tidak tahu kapan perutnya akan terisi. Oleh karena itu, pada saat puasa, kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak sedekah dan meningkatkan solidaritas terhadap kaum yang membutuhkan.

Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup
 menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya
 keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya
 berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada
 padanya seoptimal mungkin.

Berdasarkan kepada pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kesehatan mental yang baik memiliki soft skill yang baik. Soft skill merupakan modal penting terhadap kesuksesan seseorang. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gardner menyimpulkan bahwa kesuksesan seseorang 20% ditentukan oleh hard skill dan 80% ditentukan oleh soft skill.Dengan demikian, puasa dapat dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas soft skill.

Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik setidaknya dapat dilihat dari raut mukanya ramah dan murah senyum, sopan dalam berbicara, santun dalam bersikap, dan bijak dalam bertindak. Selain itu, dia tetap tenang dan dapat berpikir jernih meski berada dalam kondisi tertekan. Istilahnya, hati boleh panas, tapi kepala tetap dingin.

Hal yang menjadi permasalahan saat ini adalah puasa yang dilakukan baru sebatas membentuk kesalehan pribadi, dan itu pun bagi yang mengalaminya, belum sepenuhnya membentuk kesalehan sosial sebagai salah satu refleksi dari kesehatan mental. Orang yang berpuasa rajin shalat, tadarrus Al-Qur’an, i’tikaf di mesjid, atau ibadah lainnya, tetapi masih belum bisa menjaga perkataan, sikap, dan perbuatannya. Terus tingkat kepekaan dan solidaritas terhadap sesamanya juga rendah.

Menjaga diri dari hal yang dapat membatalkan puasa seperti makan dan minum memang hal yang relatif mudah dilakukan. Anak yang baru belajar puasa mampu melakukannya, tapi yang lebih sulit adalah menjaga diri dari hal-hal yang mengurangi atau bahkan membatalkan pahala puasa seperti berbuat hal yang tidak baik.

Berbagai perilaku tidak baik seperti korupsi, manipulasi, perilaku anarkis, tawuran, mudah marah, tidak mau antri, saling serobot di jalan raya adalah cerminan masyarakat yang sakit mental. Oleh karena itu, pemerintah Jokowi saat ini mengampanyekan revolusi mental terhadap seluruh elemen masyarakat. Tujuannya untuk membangun dan memperbaiki mental masyarakat menuju kondisi Indonesia yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun