Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pedoman Teknis Perlindungan Guru

10 Juni 2016   14:14 Diperbarui: 10 Juni 2016   16:41 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru dalam melaksanakn tugasnya harus dilindungi. (Ilustrasi : http://www.dprd-kaltimprov.go.id/)

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 424.05/Kep. 576-Disdikpora/2016 tanggal 9 Juni 2016 tentang Pembentukan Tim Pembela Guru Kabupaten Purwakarta. Terbitnya SK tersebut dilatarbelakangi oleh kasus orang tua siswa yang memukul seorang kepada Sekolah karena tidak terima anaknya di beri hukuman disiplin oleh sang Kepala Sekolah. Menyikapi kasus tersebut, Dedi menyampaikan kalau ada anak yang sulit didik di sekolah, maka dia dikembalikan saja kepada orang tuanya, biar orang tuanya yang mendidiknya sendiri.

Keberpihakan Kepada Guru

Terbitnya SK tentang Pembentukan Tim Pembela Guru di Purwakarta dapat dibaca sebagai bentuk keberpihakan Bupati terhadap guru. Dengan adanya SK tersebut, Dedi berharap guru di Purwakarta dapat tenang dalam melaksanakan tugas, tidak perlu takut mendapatkan tindakan kekerasan dan kriminalisasi. Dengan demikian, Bupati Purwakarta telah menunjukkan political will terhadap perlindungan guru.

Berkaitan dengan perlindungan guru, pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan bahwa “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/ atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas. Selanjutnya pada pasal (2) disebutkan bahwa “perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Selanjutnya pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru juga diatur tentang jenis-jenis perlindungan guru seperti; (1) hukum, (2) profesi (3) keselamatan dan kesehatan kerja, dan (4) hak atas kekayaan intelektual. Dari empat jenis perlindungan tersebut, kasus yang paling menonjol adalah yang berkaitan dengan perlindungan hukum mengingat sudah banyak kasus guru yang mendapatkan tindakan kekerasan dan dikriminalisasi atas tindakannya mendisiplinkan peserta didik.

Hal yang menjadi dasar pengaduan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru adalah melanggar Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelrindungan Anak. Oleh karena itu, guru menjadi takut, gamang, bahkan apatis dalam bekerja. Yang penting datang ke sekolah, ngajar, sampaikan materi, lalu pulang. Masalah pembinaan sikap, moral, dan akhlak siswa, guru (terpaksa) tidak mau peduli, karena takut melanggar UU perlindungan anak.

Dalam mendidik dan memberikan hukuman disiplin, guru sebenarnya sudah memiliki payung hukum. Pasal 39 ayat (1) PP Nomor 74 tahun 2008 menyebutkan bahwa "Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulismaupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya."

Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, pada dasarnya guru tidak perlu khawatir dilaporkan kepada aparat kepolisian ketika memberikan hukuman disiplin sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku, tetapi adanya pemberitaan media tentang kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap guru yang di blow up menjadikan guru takut dalam melaksanakan tugas.

Inilah hebatnya media yang kadang dapat memutarbalikan fakta dan cerita. Prinsip media adalah bad news is good news.Oleh karena itu, media pun, seharusnya memiliki tanggung jawab moral dalam membuat sebuah berita yang objektif dan proporsional, jangan ikut memprovokasi, karena sekali berita tersebar di media, maka dalam hitungan detik, berita tersebut dapat tersebar kemana-mana, apalagi dengan adanya media sosial, mudah sekali sebuah informasi  tersebar. Dan kadang adanya berita kekerasan terhadap guru menjadi contoh sehingga kasus yang sama terulang.

SK Bupati Purwakarta tersebut kalau Saya telaah hanya fokus kepada urusan perlindungan hukum guru, belum menyentuh tiga jenis perlindungan yang lainnya, yaitu perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan atas hak kekayaan intelektual. Walau demikian, hal ini bisa dipahami karena saat ini yang paling mendesak adalah perlindungan hukum kepada guru.

Bupati Purwakarta telah menjadi pionir dalam perlindungan hukum bagi guru. Semoga hal ini diikuti oleh para Kepala Daerah lainnya dan pemerintah pusat untuk segera menerbitkan pedoman teknis perlindungan guru, karena selama ini regulasi yang ada masih bersifat umum, belum pada tataran teknis dan praktis agar guru benar-benar terlindungi dalam melaksanakan tugas.

Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.

Oleh:

IDRIS APANDI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun