Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerakan Semesta Literasi

26 Mei 2016   15:41 Diperbarui: 26 Mei 2016   15:54 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua orang siswa SD sedang membaca buku (Sumber : http://bimg.antaranews.com/)

Gerakan membaca harus menjadi gerakan semesta, gerakan yang dilakukan oleh setiap orang. Dimulai dari aktivitas individu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Semuanya bergerak, tanpa kecuali. Rumah harus menjadi tempat menyemai benih-benih gemar membaca. Orang tua harus memberikan contoh teladan kepada anak-anaknya. Luangkan waktu 30 menit sampai 1 jam untuk membaca setelah seharian beraktivitas. Ajak anak-anak untuk membaca sambil bercengkrama. Sediakan buku-buku yang menarik dan sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan berpikir anak. Dan, sesekali berdiskusi tentang isi buku yang dibaca bersama anak-anak.

Sekolah adalah tempat anak belajar. Tentunya aktivitas membaca harus menjadi agenda wajib di sekolah. Sekolah perlu melakukan berbagai langkah dan inovasi untuk merangsang minat baca siswa. Misalnya dengan adanya tantangan membaca, tagihan membaca, gerakan membaca secara massal, lomba membuat sinopsis hasil bacaan, dan sebagainya. Budaya literasi harus menajadi kultur akademik di sekolah. Ciptakan sebuah kodisi dimana para siswa menjadi “sakau” atau hobi membaca. Ketika satu hari saja tidak membaca, maka akan terasa ada sesuatu yang kurang.

Peran masyarakat dalam menyukseskan Gerakan Literasi juga sangat diperlukan. Saat ini Saya melihat ada sebuah tren yang menggemberikan, dimana perpustakaan desa direvitalisasi, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) didirikan untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat terhadap sumber bacaan.

Jauh-jauh hari sebelum munculnya Gerakan Literasi ini, ada warga wasyarakat yang menjadi relawan untuk menumbuhkan minat baca masyarakat. Kita mendengar ada becak pustaka, ada kuda pustaka, ada bendi pustaka, dan ada perahu pustaka sebagai sarana bagi mereka untuk membawa buku-buku kepada masyarakat. Mereka tidak kenal lelah masuk ke perkampungan-perkampungan, menyusuri lembah dan bukit, bahkan melintasi lautan. Mereka adalah pejuang literasi sejati, berjuang tanpa pamrih, dan hampir luput dari sorot kamera media.

Langkah mereka tentunya perlu didukung oleh semua pihak, bentuknya antara lain dengan memberikan sumbangan buku-buku kepada mereka, agar mereka tetap dapat memberikan informasi teraktual kepada masyarakat. Perlu ada anggota masyarakat yang bertindak menjadi donatur buku bagi mereka.

Pemerintah harus menyosialisasikan dan mengampanyekan budaya literasi ini, memberikan pelatihan-pelatihan kepada para pengelola perpustakaan desa dan TBM. Untuk menggairahkan budaya baca, berbagai langkah daat dilakukan, antara lain melalui acara gerak jalan, seminar, pameran, festival, lomba-lomba menulis (yang tentunya dituntut untuk membaca referensi), mengangkat duta baca, lomba perpustakaan, lomba TBM berprestasi, dan sebagainya.

Perpustakaan dan taman-taman bacaan jangan sampai menjadi seperti kuburan, sepi tanpa pengunjung. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menumbuhkan minat baca masyarakat. Para pengelola perpustakaan dan TBM bukan hanya menunggu bola, tetapi juga menjemput bola, misalnya dengan membuka stand-stand atau lapak pada tempat keramaian, pasar, bazaar, car free day,dan sebagainya. Intinya, masyarakat harus dirayu dan dirangsang untuk mau membaca, sebuah aktivitas yang dipandang belum menjadi kebutuhan.

Ingatlah bahwa Republik ini dididirikan oleh para pejuang kemerdekaan yang begitu sangat mencintai dunia literasi. Soekarno, Hatta, Haji Agus Salim, Sjahrir, dan Tan Malaka adalah contoh-contoh para pendiri negara yang begitu lekat dengan dunia literasi. Oleh karena itu, kita sebagai penerus kemerdekaan perlu melanjutkan perjuangan mereka melalui Gerakan Semesta Literasi.

Penulis, Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Pegiat Literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun