Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Wajib Berpolitik

11 Maret 2016   06:23 Diperbarui: 11 Maret 2016   07:11 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Seorang guru sedang membimbing siswanya (Foto ilustrasi : http://jejeradio.com/) "][/caption]Oleh:

IDRIS APANDI

Semua sudah mafhum bahwa guru merupakan ujung tombak pendidikan. Peran guru sangat strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, peran guru tidak dapat dipandang sebelah mata dalam sistem pendidikan nasional. Tugas guru disamping mengajar juga mendidik peserta didik. Mengajar berkaitan dengan transfer ilmu pengetahuan, sedangkan mendidik berkaitan dengan penanaman atau internalisasi nilai-nilai moral dan budi pekerti. Sebagai pengajar dan pendidik, guru pun perlu menjadi teladan bagi peserta didik.

Konsekuensi dari otonomi daerah yang berlaku sejak tahun 1999 adalah didesentralisasikannya beberapa urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah termasuk pendidikan. Manajemen guru dikelola pemerintah daerah. Guru menjadi pegawai daerah. Oleh karena itu, guru begitu taat dan nurut terhadap kebijakan Walikota/ Bupati selaku penguasa daerah.

Selain itu, dengan dikelolanya manajemen guru oleh pemerintah daerah, tidak dapat dipungkiri bahwa suka terjadi politisasi mobilisasi terhadap guru, khususnya menjelang pemilu atau pemilukada. Guru-guru yang dinilai “sulit dikendalikan” suka terkena intimidasi, minimal dimutasi ke sekolah yang terpencil atau gurem. Akibatnya guru-guru bekerja dalam tekanan, kurang kritis, kurang memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat, sehingga mereka banyak yang apatis, terjebak pada aktivitas rutin yang juga sudah melelahkan. Oleh karena itu, muncul lagi usulan agar guru kembali dikelola oleh pemerintah pusat supaya tidak dipolitisasi.

Kalangan pejabat dan birokrat banyak yang mengatakan guru jangan berpolitik praktis. Guru harus profesional dan independen, tetapi faktanya ada guru-guru yang menjadi “tim sukses” dengan harapan jika nanti calon yang didukungnya terpilih, dirinya pun ikut kecipratan naik pangkat atau jabatan. Guru, apalagi yang berstatus PNS memang tidak boleh berpolitik praktis. Jika melakukannya, maka melanggar disiplin PNS.

Politik Guru

Dibalik larangan guru untuk berpolitik praktis, Saya berpendapat bahwa pada dasarnya justru wajib berpolitik, tetapi maksud politik disini bukan dalam konteks politik praktis atau aktivitas politik untuk mencapai kekuasaan, tetapi politik pendidikan dan politik perjuangan. Sebagai insan pendidik, guru harus pandai mengelola pembelajaran dan mencari strategi pembelajaran yang efektif.

Setiap hari, guru pun tidak akan luput dari pengambilan keputusan, antara lain keputusan untuk menentukan bahan dan sumber bahan ajar, menentukan metode dan media untuk mencapai tujuan pembelajaran, serta menentukan jenis dan bentuk instrumen untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Selain itu, guru dituntut untuk mengambil keputusan dalam menangani siswa yang mengalami kesulitan belajar atau siswa yang memiliki masalah disiplin.

Guru dalam perannya sebagai pejuang pendidikan tidak kalah penting. Guru jangan mudah patah semangat dalam berjuang mencerdaskan anak-anak bangsa, karena mendidik pada dasarnya adalah berjuang, penuh hambatan dan tantangan, baik yang berkaitan dengan dirinya sendiri, lingkungan, maupun dengan terbatasnya sarana dan prasarana belajar.

Guru-guru yang bertugas di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) menghadapi tantangan tersendiri dalam melaksanakan tugas. Mereka harus menempuh medan berat dengan jarak puluhan bahkan ratusan kilometer. Mereka harus melewati sungai, pegunungan, dan jalan yang rusak. Sarana transportasi juga terbatas, ditambah dengan sarana dan prasarana sekolah yang juga belum memadai. Hal tersebut tentunya menuntut guru untuk berpolitik alias berpikir, menyiasati,  dan mencari solusi dari permasalahan yang dihadapinya dalam melaksanakan tugas.

Guru yang berpolitik akan menjelma menjadi guru yang kreatif, inovatif, dan “out of the box”. Model guru seperti inilah yang saat ini dibutuhkan oleh dunia pendidikan di tengah semakin ketatnya persaingan dan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan.

Politik adalah seni mempengaruhi dan mencapai tujuan. Oleh karena itu, seorang guru yang berpolitik, tentunya akan mencoba sekian banyak cara untuk  mempengaruhi peserta didiknya agar mau mengikuti semua arahannya. Caranya tentunya beragam, tergantung kepada karakter, kemampuan, dan pengalamannya. Walau demikian, tentunya cara yang diperlukan adalah cara-cara yang baik.

Dengan demikian, politik tidak selalu identik dengan hal yang buruk. Dalam konteks pendidikan, politik justru perlu dilakukan oleh guru untuk memfasilitasi dan membelajarkan setiap peserta didiknya. Para guru, selamat  berpolitik...

 

Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun