[caption caption="Tenaga Administrasi Sekolah (TAS) merupakan ujung tombak pelayanan administrasi di sekolah. (Foto Ilustrasi : www.smansixbo.sch.id/)"][/caption]
Â
Â
Oleh:
IDRIS APANDI
Tenaga Administrasi Sekolah (TAS) merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam manajemen sekolah. Peran TAS tidak dapat dianggap enteng. TAS adalah ujung tombak dalam mengelola dan menata administrasi sekolah. TAS bertugas melayani Kepala Sekolah, guru, atau siswa yang membutuhkan data, informasi, atau format-format yang diperlukan. Urusan administrasi yang dikelola oleh TAS antara lain: kepegawaian, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasana, persuratan, dan kadang membantu mengelola administrasi kurikulum.
Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah mengatur tentang standar kualifikasi akademik dan  kompetensi TAS di SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMK/MAK/SMALB. Di lembaga pendidikan setingkat SMP, SMA, dan SMK, hampir dipastikan memiliki TAS, baik yang bersatatus PNS maupun honorer, sementara di lembaga pendidikan setingkat SD, hampir tidak ada TAS. Kalau pun ada TAS, itu hanya berasal dari inisiatif sekolah untuk mengangkat tenaga honor yang bertugas sebagai TAS.Â
Sepengetahuan penulis, pemerintah belum pernah mengangkat TAS/ TU PNS untuk ditempatkan di SD, padahal ada SD yang memiliki murid ratusan sampai lebih dari seribu orang. Sedangkan, di SMP/SMA/SMK yang kadang hanya terdiri dari tiga rombel, tetapi memiliki TAS. Akibatnya, guru SD banyak merangkap menjadi TAS. Belum lagi, ada juga yang merangkap menjadi bendahara BOS dan operator sekolah, sehingga banyak guru yang keteteran atau kewalahan, karena di satu sisi dia harus menyusun administrasi pembelajaran sekaligus mengajar, sementara disisi lain, harus mengerjakan administrasi sekolah, seperti mengurus gaji, kenaikan pangkat, data siswa, mengelola perpustakaan, dan sebagainya.
Penulis sering mendapatkan keluhan dan pertanyaan dari Kepala Sekolah dan guru SD, mengapa pemerintah tidak membuka pengangkatan TAS di SD, padahal sangat dibutuhkan? Kadang para Kepala SD merasa iri terhadap SMP dan SMA yang memiliki TAS.
Sebenarnya aturan berkaitan dengan TAS di SD sudah ada, hanya memang harus diakui sampai dengan saat ini pengadaan TAS di SD nampaknya belum menjadi prioritas pemerintah. Hal yang menjadi prioritas pemerintah saat ini adalah pengadaan dan sertifikasi guru. Sertifikasi guru yang semula ditargetkan selesai tahun 2015, kenyataannya belum selesai.
Karena pemerintah belum memfasilitasi pengadaan TAS di SD, maka Kepala SD berinisiatif mengangkat tenaga honorer untuk diangkat menjadi TAS di sekolah. Adapun honornya berasal dari dana BOS, dan jumlahnya biasanya relatif minim. Selain menjadi TAS, biasanya mereka juga diberdayakan menjadi operator sekolah atau bahkan suka diminta menggantikan sementara (infaller) guru yang berhalangan hadir.
Berkaitan dengan kebutuhan mendesak SD terhadap TAS, maka pemerintah perlu mempertimbangkan untuk segera mengadakan rekruitmen TAS di sekolah. Dengan demikian, beban Kepala Sekolah dan guru SD akan berkurang. Kepala Sekolah bisa mengurus manajemen sekolah disamping tetap memiliki kewajiban mengajar, dan guru-guru pun bisa fokus mengajar.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008, kegiatan administrasi SD yang rombongan belajar (rombel)nya di atas enam rombel cukup dikelola oleh satu orang TAS, dengan catatan tenaganya benar-benar dioptimalkan. Tenaga administrasi di SD minimal lulusan SMK atau sederajat. Dari sekian banyak administrasi sekolah, hal yang saat ini paling sering digarap adalah Data Pokok Kependidikan (DAPODIK), BOS, dan aset sekolah. Hal itu cukup menguras tenaga dan waktu TAS yang merangkap menjadi operator sekolah. Kadang mereka bekerja sampai larut malam. Oleh karena itu, kesejahteraan TAS apalagi yang masih berstatus honorer perlu diperhatikan baik oleh sekolah maupun oleh pemerintah, karena memang perannya secara faktual sangat penting pengelolaan administrasi sekolah.
Selain itu, perlu kiranya pemerintah meningkatkan kompetensi TAS di SD dalam bentuk pelatihan atau workshop. Saat ini yang ada hanya semacam Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk kepentingan jangka pendek, seperti pelatihan pegelolaan DAPODIK, BOS, atau hal-hal yang mendesak lainnya, sementara pelatihan administrasi sekolah secara keseluruhan masih sangat jarang dilaksanakan, padahal hal itu juga diperlukan oleh TAS agar pengelolaan administrasi sekolah semakin baik. Ada kalanya sekolah diminta mengumpulkan data atau laporan secara cepat, tetapi terkendala oleh tidak adanya TAS atau data sekolah yang kurang teradministrasi atau terdokumentasi dengan baik, sehingga mengalami kesulitan. Dengan meningkatnya kompetensi TAS melaui pelatihan atau worskshop, diharapkan akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada Kepala Sekolah, guru, siswa, atau mungkin tamu yang datang ke sekolah.
Penulis, Mantan staf administrasi di sebuah sekolah di Kab. Bandung Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H