Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memuliakan Guru

24 November 2015   21:47 Diperbarui: 24 November 2015   23:05 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Peringatan Hari Guru Nasional menjadi momentum untuk memuliakan guru."][/caption] 

Ada hal yang menarik pada peringatan hari guru nasional tahun 2015. Dalam rangka menghargai dan menghormati guru, Menteri Pendidikan Nasional Anies Baswedan menghimbau agar setiap murid atau yang telah lulus dari sekolah berkunjung, bersilaturahmi kepada guru yang pernah mengajar dan mendidiknya, menziarahi makamnya, atau  mendo’akan guru-guru yang telah wafat.

Guru adalah sosok yang sangat berjasa bagi murid-muridnya. Guru-guru dengan penuh kesabaran, pantang menyerah, mengajari murid-muridnya mulai dari cara membaca, menulis, dan berhitung (calistung), dan melatih keterampilan sampai mereka mampu menjadi insan-insan yang cakap, mandiri, dan terdidik.

Seorang guru sangat senang dan bangga ketika murid yang pernah diajari dan dididiknya sudah sukses pada bidang masing-masing. Para guru bersyukur, merasa bahwa kerja kerasnya tidak sia-sia. Bagi seorang guru yang telah mengajar selama belasan tahun atau bahkan puluhan tahun, mungkin sudah ribuan siswa yang pernah diajarnya. Dan semuanya telah bekerja pada bidang masing-masing, bahkan ada yang mengikuti jejaknya menjadi guru. Ketika murid-muridnya sudah sukses, bahkan melampaui kesuksesan guru, seorang guru tetaplah guru, figur yang menyintai pekerjaannya, figur yang tidak pernah lelah mendidik anak-anak bangsa, dan bangga jika murid-muridnya mencapai kesuksesan.

Saya punya pengalaman, dulu ketika masih belajar sekolah, Saya diajar dan dididik oleh sekian orang guru. Beberapa tahun kemudian, Saya pun pernah menjadi guru, lalu menjadi Widyaiswara yang tugas pokoknya mendidik, mengajar, dan melatih guru. Dulu, hubungan Saya dengan guru-guru Saya adalah antara guru dan murid, lalu menjadi sesama rekan kerja, bahkan ketika pelatihan, ada diantara pesertanya adalah guru Saya, hal pertama yang Saya lakukan adalah memanggil guru Saya tersebut ke depan kelas, lalu memperkenalkan kepada peserta yang lain, dan mengatakan bahwa Saya bisa menjadi seperti ini (menjadi narasumber atau fasilitator pelatihan) adalah berkat jasa guru. Sampai kapan pun, posisi atau jabatan apapun yang diduduki, dan setinggi apapun gelar atau pendidikan yang disandang, bagi Saya, guru tetaplah guru. Tidak ada istilah bekas guru. Guru telah banyak berjasa terhadap murid-muridnya. Kita wajib mengormatinya, jangan sampai murid lupa terhadap jasa-jasa guru.

Menurut Saya, himbauan Mendikbud tersebut adalah hal yang sangat baik dalam rangka menyambungkan tali silaturahmi atau tali asih antara murid dengan gurunya. Saya yakin guru-guru tidak mengharapkan apapun dari murid-muridnya. Mereka sudah senang melihat murid-muridnya hidup sukses. Walau demikian, ketika seorang murid bersilaturahmi kepada guru, disamping menyapa, menyampaikan do’a, tidak salah juga membawa semacam bingkisan, hadiah kecil, atau sekuntum bunga buat mereka, dan itu pun jika mampu dan tidak melanggar pasal gratifikasi. Pesan utamanya, bukan pada nilai atau harga bingkisannya, tetapi pada perhatian seorang murid kepada gurunya.

Hubungan antara guru dan murid bukan hanya hubungan antara seorang guru dan seorang murid dalam konteks formal, tetapi juga hubungan antara orang tua dan anak, karena guru adalah bertindak sebagai orang tua siswa di sekolah, bahkan dalam situasi tertentu, guru harus bisa berperan sebagai teman dan mau mendengar curhat muridnya.

Pada saat silaturahmi, sang murid mendo’akan sang guru, memohon do’a dan keberkahan kepada sang guru, karena guru ibarat orang tua, do’anya insya Allah dikabulkan oleh Allah SWT. Ketika sang guru telah meninggal, sang murid disarankan menziarahi makamnya. Jika tidak dapat menziarahi makamnya, maka sang murid mendo’akan almarhum atau almarhumah gurunya, semoga diterima iman islamnya, diampuni dosa-dosanya, dan  mendapatkan tempat terbaik di sisinya.

Guru tetaplah guru, dan murid tetaplah murid. Tidak ada bekas guru atau bekas murid. Secara emosional atau psikologis, hubungan antara guru dan murid akan terus terjalin. Silaturahmi atau tali asih antara guru dan murid selain sebagai sarana anjang sono, sarana saling mendo’akan, juga akan semakin meningkatkan hubungan emosional antara keduanya, menambah umur, menambah rezeki, dan akan menambah keberkahan hidup. Oleh karena itu, melalui momentum peringatan hari guru, mari kita memuliakan guru dengan bersilaturahmi dan mengeratkan tali asih kepada mereka. Selamat Hari Guru 2015. Jayalah Guru Indonesia.

Sumber Foto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun