[caption caption="Bela negara merupakan hak sekaligus kewajiban setiap warga negara."][/caption]Saat ini masalah bela negara menjadi pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Pro dan kontra tersebut berkaitan dengan rencana pemerintah melaksanakan program bela negara bagi setiap warga negara yang berusia di bawah 50 tahun. Dalam sepuluh tahun, pemerintah menargetkan merekrut 100 juta kader bela negara.
Pihak yang pro berpendapat bahwa bela negara merupakan kewajiban setiap warga negara dan saat ini mendesak untuk dilakukan untuk membangun jati diri bangsa. Bela negara sebagai bentuk rasa cinta tanah air setiap warga negara, apalagi saat ini di tengah rasa nasionalisme yang kian pudar, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila yang semakin menurun, krisis identitas bangsa, krisis moralitas, semakin kendurnya rasa solidaritas sesama anak bangsa, bahaya konflik SARA, dan ancaman disintegrasi bangsa.
Negara ini didirikan dengan susah payah. Para pendiri bangsa berjuang tanpa pamrih merebut kemerdekaan dari tangan penjajah dengan mengorbankan harta, jiwa, dan raga. Oleh karena itu, setiap warga negara wajib menjaga dan membela negara sebagai amanat sekaligus warisan para pendiri bangsa tersebut.
Pihak yang kontra menyatakan bahwa program bela negara dikhawatirkan menggiring lahirnya wajib militer dan “pencucian otak” sehingga pola pikir masyarakat terhadap bela negara identik dengan wajib militer. Apalagi kegiatan bela negara dilaksanakan di markas tentara, peserta menggunakan seragam militer dan diberikan pelatihan ala militer.
Selain itu, pihak yang kontra berpandangan bahwa saat ini belum mendesak dilakukan bela negara. Daripada menyelenggarakan program bela negara, pemerintah lebih baik konsentrasi dalam meningkatkan perekonomian negara yang lesu, mengendalikan nilai tukar rupiah yang fluktuatif, memberantas kemiskinan, menegakkan supremasi hukum, dan memberantas korupsi. Hal-hal tersebut juga termasuk bela negara.
Negara kita memiliki UUD 1945 sebagai landasan fundamental bangsa. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” Dengan demikian, masalah bela negara merupakan hak sekaligus kewajiban setiap warga negara.
Negara harus dibela oleh setiap warga negaranya. Walau pun TNI sebagai alat pertahanan negara, tetapi masyarakat dapat berpartisipasi dalam upaya pertahanan negara. Bahkan di beberapa negara seperti Korea dan Inggris dilaksanakan program wajib militer sebagai bagian dari bela negara. Tujuannya selain untuk menumbuhkan semangat cinta tanah air, juga sebagai antisipasi jika suatu saat negara membutuhkan partisipasi rakyatnya dalam kondisi perang.
Dalam kondisi saat ini bela negara harus diartikan lebih kontekstual. Bela negara tidak hanya diidentikkan dengan angkat senjata, tetapi harus diartikan lebih luas, yaitu membela negara dalam berbagai hal disesuaikan dengan kemampuan dan profesi masing-masing. Ikut mengharumkan nama bangsa melalui prestasi dalam berbagai bidang juga termasuk bela negara.
Dalam konteks pendidikan, bela negara bisa dimasukkan ke dalam kurikulum. Bela negara tidak menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi diintegrasikan kepada berbagai mata pelajaran yang relevan dan kegiatan ekstrakurikuler. Pengiintegrasian pada mata pelajaran misalnya, pada mata pelajaran PPKn, PAI, Bahasa Indonesia, Penjasorkes, Seni Budaya dan Prakarya, Pendidikan Lingkungan hidup, dan sebagainya. Pada kegiatan ekstrakurikuler misalnya pada kegiatan pramuka, paskibra, Palang Merah Remaja (PMR), kelompok pecinta lingkungan, dan sebagainya.
Pendidikan bela negara merupakan bagian dari pendidikan karakter atau penanaman budi pekerti. Pendidikan bela negara selain diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang relevan dan kegiatan ekstrakurikuler, juga dilakukan melalui pembiasaan, yaitu menanamkan kebiasaan melakukan hal-hal yang baik terhadap peserta didik. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah penerapan pendidikan bela negara memerlukan keteladanan pemimpin, pejabat, politisi, aparat hukum, orang tua, dan masyarakat secara umum.
Penulis berpendapat bahwa jika penanaman bela negara dilakukan secara optimal, sistematis, dan berkelanjutan, baik melalui integrasi pada mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler akan membentuk peserta didik menjadi generasi muda yang cinta tanah air, tangguh, menghayati dan mengamalkan ideologi Pancasila, religius, berperikemanusiaan, rela berkorban, memiliki solidaritas, memiliki semangat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, memiliki jiwa kepeloporan, demokratis, toleran, dan mampu berlaku adil terhadap sesama, tidak membeda-bedakan latar belakang atau golongan.
Penanaman bela negara perlu ditanamkan sejak dini dan dimulai dari hal yang sederhana, misalnya membiasakan membuang sampah pada tempatnya, menjaga dan mencintai lingkungan, belajar sunguh-sungguh, bekerja keras, disiplin, bergotong royong, rela berkorban, musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan, saling meghargai, saling menghormati, melakukan bhakti sosial, dan sebagainya.
Daripada berdebat tentang perlu tidaknya program bela negara, mari kita renungkan pernyataan yang pernah disampaikan oleh mantan presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, yaitu “janganlah kamu bertanya kepada negara yang telah negara berikan kepadamu, tetapi apa yang dapat kamu berikan terhadap negara?” dan jawabannya ada pada diri masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H