Guru memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,  membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Saat ini tantangan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugas semakin banyak dan semakin kompleks. Selain dihadapkan kewajiban meningkatkan profesionalismenya, guru dihadapkan pada semakin dinamisnya situasi dan kondisi, baik lingkungan sekolah, maupun lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan dampak media massa terhadap perkembangan karakter peserta didik yang cenderung semakin agresif. Â
Saat ini perlindungan guru masih lemah, padahal UU Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa profesi guru harus dilindungi. Walau perlindungan guru sudah tercantum pada UU Guru dan Dosen, belum ada pedoman teknis yang khusus melindungi guru. Pedoman teknis tersebut disamping perlu mengatur ruang lingkup dan jenis perlindungan guru, juga mengatur tugas dan wewenang berbagai pihak terkait dalam perlindungan guru.
Karena belum ada pedoman teknis perlindungan, posisi guru menjadi sangat lemah. Guru bingung mencari perlindungan ketika tersandung kasus dan memperjuangkan hak-haknya. Pengaduan mereka kepada pemerintah kadang kurang ditanggapi atau kurang ditindaklanjuti. Oleh karena itu, mereka enggan atau kapok untuk mengadu kepada pemerintah.
Peran organisasi profesi guru  perlu lebih ditingkatkan dalam perlindungan guru. Di lapangan, banyak guru yang belum menjadi anggota profesi guru, sehingga ketika guru tersangkut masalah, dia enggan meminta perlindungan kepada organisasi profesi guru. Oleh karena itu, guru harus didorong menjadi anggota organisasi profesi guru. Undang-undang guru dan dosen mengamanatkan bahwa guru wajib menjadi anggota profesi guru supaya bisa terlindungi.
Beberapa kasus yang muncul yang berkaitan dengan pentingnya perlindungan guru antara lain, guru terjerat kasus hukum. Guru selain diadukan menjadi pelaku kekerasan terhadap siswa, juga menjadi korban kekerasan seperti kasus pemukulan seorang guru di sebuah SMA di kota Sukabumi, pembacokan guru dan ketua yayasan di sebuah SMK di Tangerang baru-baru ini. Â
Berkaitan dengan tindakan kekerasan, pada beberapa kasus, guru diadukan melanggar hak perlindungan anak ketika memberikan memberikan sanksi pelanggaran disiplin terhadap siswa. Â Di lapangan memang banyak guru yang belum mengetahui dan memahami Undang-undang perlindungan anak. Mereka beranggapan hukuman disiplin yang diberikan kepada siswa adalah hal yang biasa karena jaman dulu juga mereka pernah mengalaminya seperti dijewer, dipukul, dibentak, disuruh lari beberapa putaran, mengelilingi halaman sekolah, disuruh push up, disuruh menghormat bendera dalam kondisi cuaca panas sampai akhir pelajaran, membersihkan toilet, dan sebagainya. Seiring dengan munculnya Undang-undang perlindungan anak, maka jenis-jenis hukuman tersebut dinilai tidak mendidik dan melanggar hak-hak anak. Oleh karena itu, guru harus semakin hati-hati dalam memberikan hukuman disiplin kepada siswa. Hukuman disiplin yang diberikan kepada siswa harus mendidik, berpedoman kepada tata tertib sekolah, dan Undang-undangan perlindungan anak.
Berikutnya, kasus guru yang dipersulit naik pangkat, sulit promosi jabatan, diintimidasi, diancam, dipolitisasi, menerima imbalan yang rendah, tunjangan profesi terlambat diterima, diberhentikan secara sepihak oleh penyelenggara pendidikan, dipindahkan tanpa alasan yang jelas, menghadapi resiko kecelakaan kerja  seperti terkena bangunan sekolah yang ambruk, kebakaran, bertugas daerah rawan bencana, dan daerah konflik, serta kasus pelanggaran terhadap karya intelektualnya.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka sangat mendesak untuk diterbitkannya peraturan perundang-undangan berkaitan dengan perlindungan guru. Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan bahwa “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/ atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas. Selanjutnya pada pasal (2) disebutkan bahwa “perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Selain itu, juga diperlukan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual guru mengingat banyak guru yang menulis karya ilmiah dan membuat karya inovatif seperti buku pelajaran, buku referensi, alat peraga atau media pembelajaran, software, aplikasi, dan sebagainya.
Pemerintah dengan dukungan berbagai pihak terkait harus didorong secara serius melindungi guru agar guru dapat melaksanakan tugas dengan aman, nyaman, dan terbebas dari tekanan. Hal ini sebagai upaya untuk mewujudkan guru yang sejahtera, bermartabat, dan terlindungi. Semoga...!!!
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H