Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gelar Abal-abal Kaum Intelektual

21 September 2015   19:03 Diperbarui: 22 September 2015   16:45 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mencegah munculnya kasus ijazah palsu, ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, pemerintah harus memperketat izin operasional berdirinya PT, melakukan pengawasan terhadap proses kuliah yang dilakukan, dan melakukan akreditasi sebagai bagian dari proses penjaminan mutu PT. PT pun harus ketat dalam meluluskan mahasiswanya dan harus memberikan jaminan bahwa lulusannya benar-benar berkualitas.

Kedua, masyarakat harus hati-hati, cermat, jeli, dan teliti dalam memilih PT untuk kuliah. Jangan mudah terbuai dengan tawaran berbagai kemudahan kuliah. Misalnya, iming-iming tiga tahun bisa sarjana, bisa kuliah kelas jauh, bisa lulus tanpa skripsi, dan sebagainya. Sebaiknya memilih PT yang telah terakreditasi.

Selain itu, masyarakat harus mengubah mentalitas atau mind set-nya untuk tidak mendapatkan segala sesuatu dengan cara instan. Untuk mendapatkan sesuatu, termasuk gelar pendidikan, diperlukan kesungguhan, kerja keras, dan mau menjalani prosesnya walaupun berat, memakan waktu, biaya, dan tenaga, karena hidup pada dasarnya adalah sebuah perjuangan. Sesuatu yang didapatkan melalui kerja keras akan terasa lebih nikmat dan memiliki kepuasan bathin dibandingkan dengan sesuatu yang didapatkan dengan cara instan.

Berjejernya gelar pendidikan tidak menjamin kesuksesan seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Howard Gardner menyimpulkan bahwa kesuksesan seseorang hanya 20% ditentukan oleh Intellectual Skill (IQ), dan 80% ditentukan oleh soft skill. Oleh karena itu, tidak perlu “menuhankan“ ijazah. Seolah-olah ijazah adalah jaminan kesuksesan hidup.

Di dunia ini, cukup banyak contoh yang menunjukkan seseorang yang sukses tanpa ijazah, seperti Bos Microsoft Bill Gates, Pendiri Aplle Steve Jobs, dan Bos Facebook Mark Zuckerberg. Di Indonesia, kita mengenal Wapres Adam Malik yang tidak pernah menyentuh bangku sekolah, KH Abdullah Gymnastiar atau akrab disapa Aa Gym, yang walaupun sudah lulus tapi ijazahnya belum diambil, motivator Andrie Wongso yang tidak tamat SD, Buya Hamka, ulama, politikus, dan penulis terkenal yang hanya sekolah SD sampai kelas II, Hendy Setiono, pemilik Kebab Baba Rafi, MH Ainun Nadjib, seorang budayawan yang mengenyam kuliah hanya sampai semester I, Ajip Rosidi, sastrawan sunda dimana karya-karyanya sudah beredar di banyak negara, Purdi E. Chandra, pendiri Bimbel Primagama yang kuliah di empat jurusan yang berbeda tapi memilih berhenti karena merasa tidak mendapat apa-apa, Bob Sadino, seorang pengusaha yang terkenal dengan ide-ide “gilanya” dalam bisnis, dan Andy F. Noya, Pemimpin Redaksi Metro TV yang tidak lulus sarjana. Dan terakhir, Susi Pudjiastuti, seorang lulusan SMP yang sukses menjadi menteri.

Tokoh-tokoh tersebut tidak lulus dari sekolah formal, tapi hakikatnya mereka belajar di sekolah kehidupan, memiliki mental baja, memiliki kecerdasan ketahanpayahan, mau bekerja keras, kreatif, dan memiliki jiwa wirausaha. Kaum intelektual muda harus dapat mencontoh mereka, tidak sekolah atau kuliah hanya untuk berburu ijazah, tetapi untuk menjadi manusia yang kompeten dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun