Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam Nusantara, untuk Siapa?

3 Agustus 2015   13:51 Diperbarui: 3 Agustus 2015   15:52 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tudingan segelintir orang Islam, utamanya Islam liberal yang mengatakan bahwa Islam Arab (Istilah itu dibuat oleh mereka) tidak cocok atau tidak sesuai dengan karakter masyarakat Islam di Indonesia. Oleh karena itu, perlu gagasan atau gerakan Islam Nusantara, agar tradisi Arab di Indonesia tidak dilakukan lagi. Menurut Penulis, itu adalah tudingan yang tidak berdasar, hanya mendeskreditkan Arab saja. Seorang muslim yang memakai gamis, sorban, berjenggot panjang, atau menggunakan cadar dicurigai sebagai teroris. Padahal tidak seperti itu. Cara berpakaian tidak identik dengan terorisme. Kalau mau fair, kekerasan, terorisme, intoleransi juga banyak terjadi di negara-negara yang mayoritas masyarakatnya bukan beragama Islam. Bahkan Amerika Serikat dan Israel sejatinya adalah teroris yang sebenar-benarnya.

Berbagai tindakan kekerasan dan intoleransi yang terjadi saat ini, bukan karena pengaruh dari Islam Arab yang selama ini dituduhkan, tetapi pelaksanaan ajaran Islam yang keluar dari nilai-nilai Islam sebagaimana yang telah ditetapkan pada Al-Qur’an dan Al Hadits. Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sudah secara nyata diajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan, kedamaian, keadilan, toleransi beragama, etika, moralitas, dan sebagainya, tetapi sayangnya pelaksanaan ajaran Islam banyak yang masih sebatas ritual, tidak berdampak terhadap kehidupan sehari-hari.

Menurut Penulis, mau gonta-ganti istilah apa pun, jika akhlak dan moralitas umat tidak diperbaiki, maka tidak akan berdampak terhadap perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi saat ini, terjadi krisis keteladanan pemimpin baik di tingkat pemimpin lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Elit bangsa ini gontok-gontokan saling berebut kekuasaan. Korupsi juga dilakukan semakin masif, sistematis, dan terstuktur di berbagai lini masyarakat. Belum lagi masalah-masalah sosial lainnya yang terjadi di Indonesia.

Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, untuk memperbaiki bangsa ini, Penulis berpendapat bahwa yang diperlukan saat ini bukan istilah baru seperti halnya Islam Nusantara, tetapi penguatan penerapan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat melalui penguatan pendidikan agama, akhlaqulkarimah, dan keteladanan dari pemimpin. Saya setuju dengan Islam yang memperhatikan budaya Nusantara, tetapi tidak perlu memunculkan istilah baru. Cukup Islam saja, tidak perlu istilah Islam Nusantara. Islam sebagai rahmatan lil’alamiin, termasuk di dalamnya Nusantara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun