Â
[caption caption="Buku Guru Kalbu yang ditulis oleh Idris Apandi (Foto : Doc. Pribadi)"][/caption]
Â
RESENSI BUKU GURU KALBU
Peresensi:
Resti Nurfaidah (Staf Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat)
Â
Judul                           :
Guru Kalbu (Penguatan Soft Skill untuk Mewujudkan Guru Profesional dan Berkarakter)
Penulis                        : Idris Apandi
Penerbit                    : Smile's Publishing
Tahun                        : 2015
Tebal                         : xxxii + 260 halaman
ISBNÂ Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-17070-4-3
Â
Di kalangan para guru, nama Idris Apandi dikenal sebagai salah satu Widyaiswara yang konsisten untuk berkiprah di kawah candradimuka untuk mengantarkan guru mencapai tahapan ideal. Apandi tidak sekadar bercuap-cuap menyampaikan materi, panduan, kiat, dan teori kependidikan. Namun, penulis produktif tersebut mampu memberikan teladan. Sederet karya tulis yang kebanyakan sudah dipublikasikan di beberapa media cetak. Tiga buku sebelumnya lahir sebagai buah ketekunan pengamatan dan penelitian berbasis academical critism terhadap dunia kependidikan, antara lain, Pendidikan Indonesia Mau Dibawa ke Mana?, Saya Guru Saya Bisa Menulis, dan Revolusi Mental Berbasis Pendidikan Karakter. Selintas, isi ketiga buku tadi bermuara pada satu fokus, yaitu panduan untuk menjadi ideal. Guru Kalbu, sebagai buku keempat merupakan sequel fokus ketiga buku sebelumnya. Beberapa materi yang terdapat di dalam buku terakhir merupakan transfer dari ketiga buku sebelumnya. Perbedaannya terdapat pada spesifikasi bahasan utama, yaitu menjadi Guru Kalbu.
Mendengar kata guru kalbu, ingatan kita akan tertuju pada sosok Ibu Een Sukaesih, seorang guru yang pada sisa hidupnya diabdikan untuk mendidik anak-anak didiknya. Pengabdian luar biasa Ibu Een sangat luar biasa. Puluhan tahun berjuang keras melawan penyakit radang sendi akut yang dideritanya tidak menghalangi Ibu Een untuk mengajar dan mendidik anak-anak di sekitarnya. Berbagai pihak memberinya penghargaan, diantaranya, SCTV, Presiden Susilo Bambang  Yudoyono, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan Bupati Sumedang Ade Irawan. Apandi menempatkan sosok Ibu Een sebagai salah satu ikon tenaga kependidikan di negeri ini. Maraknya masalah yang melibatkan staf pengajar di dunia kependidikan di negeri ini menunjukkan terjadinya pergeseran orientasi profesi. Selayaknya Ibu Een, Ibu Muslimah (Laskar Pelangi), ibu guru kembar serta guru kalbu lainnya dijadikan sebagai oase dan cermin pencerahan untuk menjadi guru ideal.
Apandi menuliskan beberapa poin yang dapat mengarahkan guru pada konsep guru ideal. Mengutip pendapat M. Surya (2013), Apandi menyampaikan empat tipe guru berikut, yaitu guru aktual, guru harmonis, guru karakter, dan guru kalbu (hlm. 44-45). Dari keempat tipe guru tersebut, guru kalbu merupakan tipe yang paling tinggi. Ketiga tipe sebelumnya masih berlandaskan pada landasan material dan kepentingan pribadi. Sementara guru kalbu sudah melampaui semua itu. Pengabdian seluruhnya difokuskan pada kepentingan idealitas dunia kepentinga dengan tidak mengindahkan kepentingan pribadi. Hal inilah yang kerapkali terlupakan oleh guru masa kini. Selain itu, Apandi juga memberikan konsep guru ideal lain, yaitu Guru Kaizen. Guru kaizen adalah guru yang sepenuhnya berorientasi pada siswanya, kreatif dan inovatif, serta memiliki komitmen pengabdian yang tinggi.
Sejak dahulu, guru dianggap sebagai salah satu profesi yang mulia. Penghargaan kepada guru diabadikan dalam sebuah lagu berjudul "Hymne Guru". Profesionalitas guru dihargai oleh pemerintah, salah satu di antaranya melalui pembakuan sertifikasi. Namun. Keterbatasan yang dimiliki oleh ujung tombak pendidikan, sertifikasi kembali menjadi bahan permainan oknum. Kemuliaan profesi tercoreng demi imbalan tunjangan profesi yang aduhai. Kemuliaan berujung polemik. Ketidakmampuan untuk memenuhi syarat administratif, diantaranya keharusan untuk menyertakan karya tulis, Â membuka celah untuk berbuat kemaksiatan. Apandi menggambarkan efek "permainan" dalam dunia pendidikan dalam beberapa poin berikut, yaitu hancurnya dunia pendidikan, lunturnya kepercayaan pihak orang tua terhadap insitusi pendidikan, kerugian akademis yang harus ditanggung oleh anak didik, serta pemborosan anggaran negara.
Selain menyampaikan sisi buruk dan baik dalam dunia kependidikan, Apandi juga memberikan kiat untuk mengatasi kisruh profesionalitas guru, diantaranya memberikan pencerahan tentang budaya menulis, 11 sifat yang mutlak dimiliki oleh seorang guru, serta beberapa aplikasi konsep guru ideal. Secara keseluruhan buku ini dapat dijadikan sebagai oase bagi guru di tengah padang kekisruhan dunia pendidikan. Beberapa cermin disampaikan Apandi dengan bahasa yang ringan dan mudah terpahami. Sukses selalu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H