Masalah Tunjangan Profesi Guru (TPG) masih mengundang polemik di kalangan guru, utamanya berkaitan dengan adanya potongan TPG terhadap guru yang berhalangan melaksanakan tugas lebih dari tiga hari, sakit, cuti, umrah, dan menunaikan ibadah haji. Di beberapa daerah sudah ada kasus guru-guru yang TPG-nya dipotong atau wajib mengembalikannya karena alasan-alasan tersebut di atas. Pemotongan tersebut dikeluhkan oleh guru dan dinilai tidak adil.
Tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang telah lulus sertifikasi sebesar satu kali gaji pokok. Sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah guru yang lulus sertifikasi, maka anggaran yang dibutuhkan pun semakin besar. Tahun 2015 anggaran tunjangan profesi guru sebear 80 trilyun, tapi hasil beberapa penelitian menyimpulkan bahwa tunjangan profesi guru tidak disertai dengan peningkatan mutu guru. Inilah yang menyebabkan pemerintah terkesan semakin ketat memberikan TPG kepada guru. Hasil UKG juga menunjukkan rata-rata nilai guru sebesar 44,5. Jauh dari nilai minimal yang ditetapkan pemerintah sebesar 70.
Guru sering digembor-gemborkan sebagai ujung tombak pendidikan, kualitas pendidikan dalam sebuah negara tergantung kepada kualitas gurunya. Oleh karena itu, guru harus dimuliakaan, dilindungi, dan kesejahteraannya harus ditingkatkan oleh pemerintah agar mereka bisa mendidik anak-anak bangsa secara fokus dan tidak berpikir untuk mencari penghasilan tambahan.
Sertifikasi guru adalah program pemerintah yang disamping untuk meningkatkan profesionalisme guru juga untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Jalan menuju lulus sertifikasi, guru harus mengikuti Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG). Kalau lulus PLPG, yang bersangkutan berhak mendapatkan sertifikat pendidik dan mendapatkan TPG. Pembayaran TPG adalah untuk melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Kita tentu sepakat bahwa peningkatan penghasilan atau kesejahteraan guru perlu disertai dengan dengan peningkatan kinerjanya. TPG tersebut disamping digunakan untuk hal-hal sesuai dengan kebutuhannya, juga perlu disisihkan untuk peningkatan profesionalismenya seperti melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti diklat, seminar, membeli laptop, buku, dan sebagainya.
Berkaitan dengan adanya aturan pemotongan TPG bagi guru yang berhalangan melaksanakan tugas lebih dari tiga hari dalam satu bulan, sakit, cuti, dan menunaikan ibadah haji menyebabkan ketidaknyamanan di kalangan guru. Guru resah. Ancaman pemotongan TPG juga diberikan kepada Guru yang mengajar tidak memenuhi 24 jam atau yang jumlah murid dalam satu kelas kurang dari 20 orang. Oleh karena itu, guru merasa diperlakukan tidak adil. Apakah pemotongan tunjangan juga diperlakukan untuk dosen? Apakah hal itu juga diberlakukan untuk anggota DPR/DPD/DPRD yang suka bolos, tidur saat sidang, atau hanya sebatas menitip absen saja? Jika guru saja yang menjadi sasaran pemotongan tunjangan, tentu hal tersebut dinilai diskriminatif.
Hal tersebut membuat guru menilai pemerintah setengah hati dalam memberikan TPG dan kurang memihak kepada guru. Baru dapat TPG saja sudah dituntut harus ini, harus itu, tidak boleh ini, tidak boleh itu. Guru merasa bekerja dalam tekanan. Belum lagi jika berhadapan dengan birokrasi Dinas Pendidikan yang kadang-kadang kurang ramah dan malah cenderung suka mempersulit, walau hal itu bersifat kasuistis. Dan faktanya, pembayaran TPG juga sering terlambat dengan berbagai alasan.
Hentikan TPG atau...
Pemotongan TPG telah menyebabkan kegaduhan di kalangan guru. Oleh karena itu, daripada masalah TPG menjadi polemik, khususnya berkaitan masalah pemotongan TPG lebih baik TPG dihentikan saja, tetapi dengan catatan GAJI GURU DINAIKKAN beberapa kali lipat. Atau tunjangan disatukan dengan gaji karena selama ini pembayaran TPG terpisah dari pembayaran gaji.
Kalau pun TPG masih ingin dipertahankan, maka aturan pemotongan TPG bagi guru yang berhalangan melaksanakan tugas lebih dari tiga hari, sakit, cuti, umrah, dan menunaikan ibadah haji harus dihapuskan karena masalah tersebut menurut penulis bukan pelanggaran disiplin. Pemotongan tunjangan bisa diidentikkan atau diketegorikan dengan sanksi, sedangkan hal-hal tersebut menurut penulis bukanlah pelanggaran disiplin tetapi sebuah hal yang biasa.
Penulis yakin tidak ada guru yang ingin sakit, pasti ingin sehat terus. Ingin mengajar di kelas, tetapi kalau sakit, ada alasan kuat yang bagi guru untuk tidak masuk kelas. Bahkan kalau cuma sakit ringan, kadang guru memaksakan diri untuk mengajar. Cuti adalah hak pegawai. Sebagai hak, tentunya wajar kalau diambil dan prosesnya ditempuh sesuai dengan aturan yang berlaku.
Umrah atau menunaikan ibadah haji adalah sebuah ibadah. Setiap muslim khususnya yang mampu tentunya ingin pergi umrah atau haji. Dan itu pun pasti mengambil cuti atau minimal meminta izin atasan. Bagaimana mereka bisa ibadah dengan tenang, ketika mereka umrah atau haji dihantui pemotongan TPG kewajiban mengembalikan TPG? Akhirnya umrah dan ibadah haji terasa menjadi beban bagi mereka.
Kita tentu sepakat harus ada penghargaan (reward) and sanksi (punishment) bagi guru supaya guru dapat meningkatkan kinerjanya. Guru yang berprestasi atau yang berkinerja baik wajib mendapatkan penghargaan (reward), sementara yang kinerjanya rendah atau melanggar peraturan disiplin, wajar dijatuhi sanksi (sanksi) sesuai dengan tingkat pelanggarannya.
Tunjangan profesi bisa dilihat sebagai bentuk penghargaan (reward) bagi guru profesional yang telah bekerja mencerdaskan anak-anak bangsa. Ketika guru berhalangan melaksanakan tugas lebih dari tiga hari apalagi disertai alasan yang jelas, sakit, cuti, umrah, dan menunaikan ibadah haji, menurut penulis bukan termasuk bentuk pelanggaran yang harus dijatuhi sanksi.
Di lapangan memang ada guru kerjanya hanya menanyakan kapan TPG cair? Obrolan di ruang guru pun banyak mempersoalkan keterlambatan pencairan TPG, tapi itu jumlahnya hanya segelintir saja, masih banyak guru yang kinerjanya meningkat pascasertifikasi. Oleh karena itu, pemerintah harus bijak dalam membuat aturan, jangan sampai TPG guru dipotong dengan alasan-alasan sebagaimana disebutkan di atas.
Peran Organisasi Guru
Berkaitan dengan adanya pemotongan TPG bagi guru yang tidak melaksanakan tugas lebih dari tiga hari, sakit, cuti, umrah, dan menunaikan ibadah haji, penulis berpendapat bahwa organisasi profesi guru seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan organisasi profesi guru lainya perlu merapatkan barisan meminta agar aturan tersebut direvisi atau dicabut karena memberikan dampak psikologis yang kurang baik terhadap guru, bahkan bisa menurunkan motivasi kerja guru.
Organisasi profesi guru harus mendesak kepada pemerintah agar membuat regulasi yang membuat guru tenang dan nyaman dalam melaksanakan tugas, tentunya dengan tetap memperhatikan masalah penegakkan disiplin bagi guru agar tercipta keseimbangan antara reward and punishment terhadap guru.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H