Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

MOPD yang Memanusiakan Manusia

26 Juli 2015   10:07 Diperbarui: 26 Juli 2015   12:45 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption caption="Mari ciptakan MOPD tanpa kekerasan."][/caption]

 

Tanggal 27 Juli 2015 tahun pelajaran 2015/2016 dimulai. Sekolah, orang tua siswa, dan para peserta didik khususnya peserta didik baru menyambut dengan antusias.

Mereka tidak sabar memakai seragam baru, sepatu baru, dan tas baru serta tidak sabar belajar di ruang kelas baru. Di beberapa daerah bahkan ada yang pergi ke sekolah dari pukul empat pagi untuk “berburu” bangku yang akan ditempatinya di kelas.

Tahun pelajaran pelajaran baru diawali dengan Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) khususnya bagi calon peserta didik baru. Pada Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014 telah diatur rambu-rambu MOPD sebagai berikut: pertama, setiap sekolah menyelenggarakan MOPD pada jam belajar di minggu pertama sekolah maksimal selama hari.

Kedua, sekolah dilarang menyelenggarakan MOPD yang mengarah kepada tindak kekerasan, pelecehan, dan/ atau tindakan destruktif lainnya yang merugikan peserta didik secara fisik maupun secara psikologis, baik di dalam maupun di luar sekolah. Dan ketiga, sekolah dilarang memungut biaya dan membebani orang tua dan peserta didik dalam bentuk apapun.

Kepala Sekolah dan guru bertanggung jawab dalam melaksanakan Permendikbud tersebut. Kepala Sekolah dan guru yang membiarkan terjadinya pelanggaran dapat dikenai sanksi, dan Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/Kota mengendalikan MOPD menjadi kegiatan  bermanfaat dan tidak destruktif.

MOPD bertujuan untuk menyambut peserta didik baru, sarana saling kenal antareserta didik baru, memperkenalkan lingkungan sekolah, mempertemukan atau memperkenalkan Kepala Sekolah, Guru, Staf, para kakak kelas, pengenalan cara belajar, menyosialisaikan program-program sekolah, tata tertib sekolah, dan sebagainya.

Walaupun pemerintah sudah membuat aturan tentang MOPD, faktanya MOPD masih banyak dijadikan sarana perpeloncoan, khususnya dari senior kepada junior. Pihak sekolah sering kecolongan. Baru baru tahu setelah jatuh korban.

Dalam melaksanakan MOPD, basanya pihak sekolah dibantu oleh pengurus OSIS atau senior-seniornya. Dan sayangnya, kadang pihak sekolah kadang terlalu mempercayakan kepada pengurus OSIS atau senior, pengawasan sekolah terhadap aktivitas mereka relatif kendur.

Dampaknya ketika ketika ada oknum pengurus OSIS atau senior yang melakukan kekerasan atau pelecehan kepada peserta didik tidak terpantau oleh sekolah.

Pada saat MOPD, para peserta didik baru diminta menggunakan atribut-atribut aneh, mamantés manéh (tidak enak dilihat), diminta membawa barang-barang dengan nama-nama yang dibuat aneh dengan tujuan supaya lebih seru, mendorong peserta didik baru kreatif dan berpikir memecahkan teka-teki dari sang senior.

Faktanya, tugas-tugas yang aneh-aneh tersebut memberatkan orang tua karena orang tua harus mencari atau membeli barang-barang yang ditugaskan.

Paradigma MOPD yang diwarnai kekerasan dan perpeloncon harus diubah. MOPD harus dirancang secara manusiawi. MOPD adalah bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan. Bukankah hakikat pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia?

MOPD harus dijadikan sebagai sarana penyambutan warga baru sekolah. Warga baru sekolah harus disambut dengan suka cita, penuh dengan keramahan dan penuh keakraban, bukan dengan horor, kekerasan, perpeloncoan yang menyebabkan traumatik dan dendam. Kalau perlu mereka disambut dengan drumb band atau lengser agar mereka memiliki kesan mendalam terhadap hari pertama mereka sekolah.

Mendikbud Anies Baswedan mengatakan bahwa sekolah harus menjadi taman belajar bagi peserta didik. Oleh karena itu, sebagai taman belajar tentunya lingkungan sekolah harus dibuat aman, nyaman, dan kondusif.  

Sekolah harus menjadi rumah kedua bagi peserta didik. Kepala Sekolah dan guru harus menjadi orang tua kedua setelah orang tua kandung. Para senior harus menjadi kakak-kakak yang menyayangi dan mengayomi adik-adiknya sehingga sebagai warga baru sekolah, mereka merasa mendapatkan keluarga dan teman baru. Hal ini tentunya berdampak meningkatkan motivasi dan semangat belajar mereka.

Ketika para peserta didik baru merasa diakui, dihargai, dan posisikan istimewa, Mereka akan merasa memiliki dan merasa ikut bertanggung jawab menjaga kebersihan, keamanan, dan kenyamanan lingkungan sekolah.

Mari ciptakan MOPD yang bebas kekerasan. MOPD yang humanis, manusiawi, dan bersahabat. Mari membuat mereka bangga dengan rumah kedua mereka. Semoga.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun