[caption id="attachment_378688" align="alignleft" width="400" caption="Abdul Mukti, sang Penjual "][/caption]
Terenyuh membaca kisah Abdul Mukti (56) seorang tukang becak di Kediri Jawa Timur yang membuka kios “Bensin Kejujuran”. Mengapa disebut kios bensin kejujuran? karena kios bensin tersebut tidak dijaga. Dia hanya menyediakan sebuah toples untuk menyimpan uang pembelian bensin. Setiap pembeli bensin melayani sendiri, lalu memasukkan uang ke dalam toples, dan mengambil uang kembalian jika diperlukan. Pak Mukti tidak menjaga kios bensinnya disamping karena Beliau tidak mau repot-repot, juga untuk melatih kejujuran kepada pembeli bensinnya.
Beliau berinisiatif membuka kios bensin tahun 2011 silam setelah kasihan melihat orang yang malam hari kehabisan bensin dan sulit mencari bensin. Sebuah niat yang mulia dari seorang warga biasa dengan kondisi ekonomi yang minim mengingat Beliau hanya seorang penarik becak. Kemiskinan tidak menghalanginya untuk berbuat baik atau membantu orang lain. “Ini soal melayani sesama”, katanya. Sebuah kalimat pendek, sederhana, tapi sangat mulia.
Walau banyak yang mencemooh inisiatifnya membuka kios bensin kejujuran. Beliau tidak memperdulikannya. Beliau tetap melanjutkan kegiatannya tersebut karena Beliau tidak menghitung untung-rugi. Niatnya hanya untuk membantu sesama. Sungguh niat yang sangat mulia.
Pak Mukti mengakui bahwa kadang orang yang membeli bensinnya tidak jujur. Ada yang uangnya kurang, ada yang membayar dengan uang palsu, dan ada juga yang mengambil uang di toples. Tapi hal itu tak menyurutkan niatnya untuk tetap “mengabdi” melayani sesama dengan kios bensin kejujuran yang didirikannya. Walau miskin tapi hatinya kaya, bersedia membantu orang yang kesusahan.
Pak Mukti telah memberikan pelajaran kepada kita kemuliaan akhlak, berbuat yang berguna bagi orang lain, berjuang tanpa pamrih, dan tidak peduli terhadap olok-olok atau cemooh dari pihak-pihak yang memandang sebelah mata tindakannya tersebut. Pak Mukti telah mengamalkan salah satu hadist Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa “sebaik-baiknya manusia adalah yang paling berguna bagi manusia lainnya”.
Pak Mukti bukanlah seorang pejabat, bukan pula orang berpendidikan tinggi, tetapi Beliau telah memberikan pelajaran kepada kita semua bagaimana menanamkan kejujuran. Kejujuran adalah modal kepercayaan dan kesuksesan seseorang. Apa yang ditampilkan oleh Pak Mukti justru berbanding terbalik dengan apa yang ditampilkan oleh pejabat dan kalangan berpendidikan tinggi. Justru mereka banyak terlibat korupsi dan perilaku menyimpang seperti penyalahgunaan narkoba.
Orang seperti Pak Mukti mampu menjadi inspirasi bagi kita. Beliau sangat layak untuk menjadi narasumber pada acara-acara seminar antikorupsi untuk didengar kesaksiannya atau diberi penghargaan sebagai sosok aktivis antikorupsi. Pak Mukti, bukan hanya sosok yang berkoar-koar dan berwacana antikorupsi, tetapi Beliau langsung action memberikan pelajaran antikorupsi walau dalam bentuk yang sederhana.
Para koruptor harus malu kepada Pak Mukti. Para koruptor walau sudah kaya raya tetapi masih serakah mengambil hak orang lain. Mereka tidak malu hidup mewah tapi dari hasil korupsi sementara Pak Kamri yang hanya seorang tukang becak justru rela berkorban membantu orang lain. Pak Kamri layak untuk dijadikan panutan bagi kita sebagai sosok yang sederhana dan bersahaja tapi memiliki jiwa besar dan akhlak mulia. Orang seperti yang seperti Pak Mukti inilah yang kita perlukan saat ini. Orang-orang yang yang tidak banyak menuntut kepada negara, tetapi memberikan kontribusi terhadap negara. Persis seperti yang disampaikan oleh John F. Kennedy, mantan Presiden Amerika Serikat “jangan kau bertanya apa yang telah negara berikan untukmu, tetapi bertanyalah apa yang telah kau berikan untuk negara.”
Sosok pak Mukti ibarat oase di tengah miskinnya keteladanan dari seorang pemimpin. Mudah-mudahan ke depan akan banyak orang yang memiliki jiwa seperti Pak Mukti, sosok yang mampu menginspirasi. Pak Mukti telah menjalankan ajaran agama tentang kebermanfaatan seorang manusia terhadap orang lain dan juga menjalankan Pancasila sila ketiga Kemanusiaan yang adil dan beradab. Bagi Pak Mukti Agama dan Pancasila bukan hanya wacana, tetapi sudah pada tataran praktis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H