Keputusan cepat diambil oleh Mendikbud Anies Baswedan yang telah menghentikan kurikulum 2013 (Kurtilas) pada tanggal 5 Desember 2014. Alasan utama dihentikannya Kurtilas adalah ketidaksiapan sekolah dan guru dalam mengimplementasikannya.
Kurtilas tidak dihentikan sama sekali. Tetapi diberlakukan secara terbatas. Sekolah-sekolah yang baru satu semester mengimplementasikan Kurtilas kembali kepada Kurikulum 2006 atau lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sementara sekolah yang telah tiga semester melaksanakan Kurtilas dijadikan sebagai sekolah percontohan (piloting) Kurtilas. Pelaksanaan kurtilas pada sekolah-sekolah piloting sebanyak 6221 sekolah di 295 Kabupaten/Kota tersebut diujicobakan dan dimatangkan sebelum dilaksanakan pada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
KTSP “Rasa” Kurtilas
Walaupun Mendikbud telah menghentikan implementasi Kurtilas, tetapi bukan berarti dibuang begitu saja. Hal-hal yang baik dari kurtilas dapat diadaptasi pada implementasi kurikulum 2006. Antara lain penerapan model-model pembelajarannya. Kurtilas memunculkan tiga model pembelajaran yaitu model pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning /PjBL), pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL), dan pembelajaran penemuan (discovery/ inquiry). Penulis berpendapat bahwa model-model pembelajaran tersebut dapat diimplementasikan pada kurikulum 2006 karena kedua kurikulum tersebut pada dasarnya sama yaitu mendorong siswa belajar secara aktif, menggeser pola pembelajaran yang awalnya berpusat kepada guru (teacher centre) menjadi berpusat kepada siswa (student centre).
Pada KTSP dikenal pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning/CTL) yaitu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran yang dipelajari peserta didik dengan lingkungan di sekitarnya supaya pembelajaran lebih bermakna. Menurut Sofyan dan Amiruddin (2007: 16) karakteristik pembelajaran CTL yaitu:(1) kerjasama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, tidak membosankan; (4) belajar dengan bergairah; (5) pembelajaran terintegrasi; (6) menggunakan berbagai sumber; (7) peserta didik aktif; (8) sharing dengan teman; dan (9) peserta didik kritis dan kreatif.
CTL mengarahkan peserta didik untuk belajar secara kooperatif dan kolaboratif, memberikan pengalaman belajar, memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, dan mampu mengonstruksi makna dari apa yang telah dipelajari (konstruktivisme). Peran guru hanya menjadi fasilitator dan melakukan penguatan dari apa yang telah dipelajari peserta didik.Hal ini sejalan dengan konsep pendekatan saintifik pada kurtilas yang mengenal 5 M, yaitu (1) mengamat, (2) menanya, (3) mengumpulkan informasi, (4) menalar, dan (5) mengomunikasikan dimana pendekatan saintifik juga berorientasi kepada bagaimana membuat siswa belajar secara aktif dan mampu berpikir kritis.
Pada kuriulum 2006 di SD juga dikenal pendekatan tematik sama seperti pada kurtilas. Hanya bedanya kalau pada kurikulum 2006 tematik hanya dilaksanakan paa kelas I sampai dengan III (kelas rendah), sementara pada kurtilas dilaksanakan mulai dari kelas I sampai dengan VI. Oleh karena itu, guru-guru SD tidak akan kesulitan dalam menerapkan pendekatan tematik karena bukan hal yang baru.
Penilaian otentik pun sebenarnya telah dikenal pada kurikulum 2006, hanya masalahnya tidak dilaksanakan oleh guru. Penilaian hasil belajar peserta didik lebih fokus pada aspek kognitif, sementara aspek sikap, dan psikomotor kurang diperhatikan. Penilaian otentik adalah penilaian yang menyeluruh, sesuai dengan kenyataan terhadap aspek sikap pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik dengan menggunakan berbagai instrumen penilaian. Pada saat kurikulum 2013 kendala yang paling banyak dikeluhkan oleh guru adalah berkaitan yang dengan masalah penilaian yang rumit, dimana guru harus menilai, mengolah dan melaporkan hasil belajar peserta didik selain dalam bentuk angka juga perlu dilengkapi deskripsi. Guru-guru memang belum terbiasa dengan model penilaian seperti ini sehingga wajar mengalami kesulitan.
Berkaitan dengan peningkatan kualitas pembelajaran, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah perbaikan metode mengajar guru karena apapun kurikulum yang diberlakukan, kuncinya ada pada guru. Oleh karena itu, guru perlu terus meningkatkan kemampuannya dalam mengorganisasikan bahan ajar dan menyampaikannya kepada peserta didik dengan cara yang mudah dipahami oleh mereka, serta menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan dan menantang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H