Mohon tunggu...
IDRIS MAULANA
IDRIS MAULANA Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris di SDN Miji 4 Kota Mojokerto dan SMA Darul Quran Kota Mojokerto

Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnal Refleksi Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik Model Six Thingking Hat

24 Desember 2022   17:43 Diperbarui: 24 Desember 2022   17:50 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

https://agilecoffee.com/toolkit/six-thinking-hats/ 
https://agilecoffee.com/toolkit/six-thinking-hats/ 

Model Six Thinking Hats diperkenalkan oleh Edward de Bono pada tahun 1985. Model ini melatih kita melihat satu topik dari berbagai sudut pandang, yang disimbolkan dengan enam warna topi. Setiap topi mewakili cara berpikir yang berbeda; beberapa di antaranya terkadang mendominasi cara kita berpikir. Karena itu, dengan semakin sering melatih keenam "topi", kita akan dapat mengambil refleksi yang lebih mendalam. Keenam topi tersebut berikut penggunaannya dalam jurnal refleksi adalah:

  • Topi putih: tuliskan informasi sebanyak-banyaknya terkait pengalaman yang terjadi. Informasi ini harus berupa fakta; bukan opini.
  • Topi merah: gambarkan perasaan Anda terkait dengan topik yang sedang dibahas, misalnya perasaan saat mempelajari materi baru atau saat menjalankan diskusi kelompok.
  • Topi kuning: tuliskan hal-hal positif yang terkait dengan topik tersebut.
  • Topi hitam: tuliskan kendala, hambatan, atau risiko dari tindakan/peristiwa yang sedang dibahas.
  • Topi hijau: jabarkan ide-ide yang muncul setelah mengalami peristiwa tersebut.
  • Topi biru: tarik kesimpulan dari peristiwa yang terjadi, atau ambil keputusan setelah mempertimbangkan kelima sudut pandang lainnya. Bandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

FACTS 

Pada modul 2.3 ini kami belajar tentang coaching untuk supervisi akademik. Hal yang dipelajari proses coaching yang menggunakan alur tirta, selain itu, kami juga belajar tentang supervisi akademik menggunakan coaching. Rangkaian kegiatan yang telah kami ikuti adalah ;

  • 28 November ; Mulai dari Diri

Dalam hal ini CGP membuat blogpost berisi refleksi individu bagaimana pengalaman guru tentang supervisi akademik yang pernah dialami serta gambaran-gambaran yang diimpikan tentang proses supervisi yang ideal.

  • 29 November 2022 : Eksplorasi Konsep

Dalam hal ini kami belajar tentang konsep coaching secara umum dan dalam konteks pendidikan, paradigma berpikir coaching, prinsip coaching, kompetensi coaching, alur percakapan coaching dengan TIRTA, supervisi akademik dengan paradigma coaching.  

  • 2 Desember 2022 : Ruang Kolaborasi Sesi Latihan

Kami berdiskusi dengan fasilitator dan juga rekan sejawat tentang praktik coaching. Kegiatan Latihan mempraktikkan coaching dengan sesama rekan CGP dilakukan dalam ruang kolaborasi ini.

  • 6 Desember 2022 : Ruang Kolaborasi Sesi Praktik

Setelah berlatih praktik coaching, pada sesi ini kamu mempraktikkan sesi coaching dengan proses yang lebih mendalam. Praktik yang sudah dilakukan kemudian diunggah hasilnya di LMS.

  • 7 Desember 2022 : Demonstrasi Kontekstual

Pada kesempatan ini, CGP melakukan praktik pengamatan coaching yang dilakukan oleh rekan CGP. Dalam hal ini, praktik pengamatan juga menggunakan coaching.


  • 8 Desember 2022 : Elaborasi Pemahaman

Rangkaian selanjutnya adalah elaborasi pemahaman dengan dengan instruktur. Penguatan pemahaman coaching untuk supervisi akademik.

  • 9 Desember 2022 : Koneksi Antar Materi

Dalam koneksi antar materi, kami membuat refleksi dan kesimpulan tentang materi-materi yang sudah dipelajari dalam modul 2.3, pesan seorang CGP dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran.

https://online.fliphtml5.com/bupod/ztbv/

FEELING (PERASAAN) 

Sebelum mempelajari materi 2.3 ini, supevisi akademik menjadi sesuatu sesuatu yang kurang menyenangkan. Hal ini dikarenakan pandangan tentang supervisi akademik yang lebih condong kepada penilaian guru oleh kepala sekolah terhadap proses pembelajaran.

Pada saat mempelajari modul 2.3 ini, khususnya pada sesi ruang kolaborasi pada sesi latihan, merupakan hal yang sangat menyenangkan. Berkolaborasi dengan rekan sesama CGP untuk berlatih praktik coaching merupakan pengalaman yang sangat berkesan meskipun dilaksanakan dengan cara daring.

Pandangan bahwa proses coaching bisa dilaksanakan dengan lancar ternyata salah, banyak hal yang saya pelajari tentang proses coaching ini. Terlebih saat pelaksanaan demonstrasi kontekstual praktik coaching untuk menjadi observer, membuat saya lebih tertantang untuk mempelajari lebih lanjut tentang paradigma coaching ini.

BENEFIT (KEUNTUNGAN)

Setelah mempelajari modul 2.3 ini, banyak keuntungan yang kami dapatkan selaku Calon Guru Penggerak

Berikut adalah keuntungan yang saya dapatkan setelah mempelajari materi coaching ini!

  • Mengetahui perbedaan antara coaching, mentoring, konseling, dan juga training.
  • Mengetahui tahapan tahapan yang ada dalam proses coaching yakni dengan tahapan TIRTA, (Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, dan Tanggung Jawab).
  • Memahami kompetensi yang harus dikembangkan dalam proses coaching yakni kehadiran penuh (mendengarkan aktif), megajukan pertanyaan berbobot serta memberdayakan coachee.
  • Mengubah paradigma supervisi pembelajaran yang sebelumnya merupakan kegiatan penilaian terhadap guru tentang proses pembelajaran menjadi sebuah kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh guru tersebut tanpa merasa dinilai.
  • Mendapat kesempatan untuk melakukan praktik secara langsung proses coaching.

CAUTION (HAMBATAN, KENDALA DAN RESIKO) 

Dalam pembelajaran modul 2.3 tentang coaching untuk supervise akademik, tidak ada hambatan atau kendali yang saya temui. Pada pembelajaran modul 2.3 ini,  seperti yang saya sampaikan sebelumnya pada aspek perasaan, supevisi akademik menjadi sesuatu sesuatu yang kurang menyenangkan. Pandangan tentang supervisi akademik yang lebih condong kepada penilaian guru oleh kepala sekolah atau guru senior terhadap proses pembelajaran.

Sejalan dengan hal di atas hambatan, kendala dan resiko yang dihadapi dalam penerapan coaching antara lain;

  • Mengubah pola supervisi akademik dari suatu kegiatan yang bersifat menilai proses pembelajaran lebih ke dalam proses kegiatan untuk mengembangkan potensi guru.
  • Tidak semua guru paham dan mengerti tentang proses coaching, termasuk alur dan juga langkah-langkahnya. Oleh sebab itu, ini merupakan sebuah tantangan tersendiri untuk mengajak rekan sejawat menerapkan proses coaching. Baik saat menjadi coachee ataupun saat menjadi coach.
  • Kendala lain yang saya alami adalah merasa kesulitan untuk membantu rekan sejawat dalam menemukan solusi dan jalan keluar dengan pemikiran mereka sendiri. Terkadang asumsi, asosiasi mauoun judgment masih ada saat proses coaching yang saya lakukan.

CREATIVITY (IDE / GAGASAN) 

Gagasan-gagasan dan ide yang muncul setelah mempelajari modul 2.3 ini antara lain;

  • Melakukan sosialisasi dan juga praktik baik dengan warga sekolah khususnya tentang coaching,  agar semua pihak mengerti bahwa dan mengetahui manfaat yang diperoleh dari praktik coaching.
  • Melakukan praktik coaching baik dengan rekan sejawat maupun dengan murid.
  • Mengusulkan kepada kepala sekolah agar supervisi akademik dilakukan dengan pendekatan coaching, sehingga kegiatan supervisi bukan menjadi momok lagi dalam proses pembelajaran, akan tetapi menjadi suatu hal yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu oleh rekan sejawat.

PROCESS (TARIK KESIMPULAN / AMBIL KEPUTUSAN) 

Setelah memaparkan kelima sudut pandang di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa coaching merupakan hal yang sangat penting untuk di terapkan di sekolah. Coaching menuntun murid untuk merdeka dalam belajar dalam mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memmaksimalkan potensi yang dimilikinya.

Coaching juga memegang peran penting dalam mengembangkan potensi guru untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dengan memaksimalkan proses supervisi akademik berbasis coaching, pengembangan professional berkelanjutan bagi guru akan terus berkembang berdasarkan hasil yang diperoleh dari proses supervisi tersebut.

Setelah mempelajari modul 2.3 ini, saya berkeyakinan bahwa sebagai calon guru penggerak saya yakin akan mampu melaksanakan proses coaching sebagai upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi diri sendiri dan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun