Kabar kasus corona di Jakarta mengalami kenaikan hingga mencapai 140.238 kasus. Angka kenaikan tersebut termasuk angka kumulatif dari kasus yang sembuh sebanyak 127.042, kasus yang meninggal dunia 2.732, dan kasus yang aktif saat Kamis, 3 November 2020 kemarin, tercatat sebanyak 10.464 kasus.
Kenaikan kasus yang terjadi, terhitung dari 27 November 1.436 kasus, 28 November 1.370 kasus, 29 November: 1.431 kasus, 30 November 1.099 kasus, 1 Desember 1.058 kasus, 2 Desember 1.166 kasus, dan 3 Desember, 1.153 kasus.
Sebetulnya, jika merujuk pada catatan harian kemenkes pada Kamis, 3 November 2020, kasus aktif 1.153 menunjukan penurunan dibanding dengan Rabu lalu, mencapai 1.166 kasus.
Dilihat dari data di atas meski pernah mengalami penurunan kasus di beberapa harinya, namun jelas data kasus tersebut lebih dominan menunjukan bahwa kasus corona mengalami kenaikan yang signifikan.
Kenaikan demi kenaikan kasus, kini terus dialami Jakarta. Hingga tak sadar membuat Jakarta menjadi sorotan utama, seoalah Jakarta kota yang paling buruk dalam menangani masalah penyebaran virus corona atau covid19.
Hemat penulis pada kasus ini, jika seadainya penyebab kenaikan kasus dianalisa, mungkin akan ada beberapa penyebab yang akan ditemukan. Contoh misalnya, penyebab utamanya diberlakukannya masa PSBB transisi oleh pemerintah DKI Jakarta, kurangnya fasilitas kesehatan yang masyarakat dapatkan, dan adanya masyarakat yang sengaja abai pada  protokol kesehatan yang telah diberlakukan.
Dari beberapa contoh analisa penulis di atas, penulis akan fokus pada adanya masyarakat yang sengaja abai pada protokel kesehatan yang telah diberlakukan. Kenapa demikian? Sila penulis jelaskan sejenak!
Alasan dasar penulis mengambil contoh, adanya masyarakat yang sengaja abai pada protokel kesehatan yang telah diberlakukan. Berdasarkan hasil analisa dari pengamatan isu yang ramai diperbincangkan oleh publik, baik di media nasional mau pun media sosial.
Maka logis saja jika penulis menganggap kenaikan kasus covid19 di Jakarta juga salah satunya dipengaruhi oleh kesengajaan masyarakat yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
Hanya saja mungkin pembaca masih ada yang bertanya, siapakah segelintiran masyarakat yang tidak patuh pada peraturan dan bahkan sengaja melakukan pelanggaran secara terang-terangan, hingga mengakibatkan adanya warga  yang terkonfirmasi positif virus corona (covid19) di Jakarta?
Baiklah, penulis coba sebut saja salah satu dari mereka ialah pria yang akrab dipanggil Imam Besar Habib Rizieq Sihab (IB-HRS).
Rizieq Sihab yang terkenal sebagai seorang tokoh islam atau Imam Besar FPI telah terang-terangan melakukan pelanggaran protokol kesehatan dengan membuat kerumunan dalam penyelenggaraan acara maulid nabi dan pernikahan anaknya.
Acara maulid nabi diselenggarakan di Tebet pada tanggal 13 November 2020. Menyusul acara keduanya dalam rangka resepsi pernikahan Putri ke 4 HRS pada tanggal 15 November 2020, di Petamburan Jakarta Pusat.
Acara kedua tersebut terjadi nyaris secara beruntun hanya selang satu hari dari acara sebelumnya, dan itu tanpa terlihat adanya pencegahan dari pihak pemerintah DKI, hingga acara berakhir sampai selesai.
Anehnya, dalam salah satu acara tersebut Wagub DKI, Ahmad Riza Patria pun turut hadir. Padahal seperti yang telah kita ketahui bahwa selama masa pendemi pemerintah DKI terus gencar memberikan himbauan pada masyarakatnya agar tidak berkerumun dan selalu disiplin protokol kesehatan.
"Para tokoh masyarakat, para pejabat, para aparatur pemerintah, baik sipil, TNI dan Polri hadir di tengah-tengah kita Bapak Wakil Gubernur DKI Jakarta, Bapak Ahmad Riza Patria. Mudah-mudahan Allah taala berikan kesuksesan beliau, begitu juga Wali Kota Jaksel H Marullah Matali, terima kasih atas kehadiran Pak Wali dan Wagub," ujar pembawa acara.
Kehadiran Wagub DKI pada acara HRS tentu membuat masyarakat heran, sebab hal lain sebagai seorang pemimpin harusnya memberikan contoh yang baik pada masyarakat bukan malah ikut-ikutan melakukan pelanggaran protokol kesehatan bersama HRS dan CS.
Dan tak meraka sadari pula bahwa hasil dari kerumunan HRS mengakibatkan sumbang 57 orang klaster baru di Jakarta. 7 orang hasil pemeriksaan di Petamburan dan 50 orang lainnya berdasarkan hasli pemeriksaan di Tebet.
Hal tersebut diketahui setelah Kepala Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo ungkap sejumlah kerumunan massa Habib Rizieq Syihab yang dinyatakan positif terinfeksi virus Corona (COVID-19). Serta ia juga sempat meminta semua warga yang terlibat kerumunan tersebut agar ikut serta bersedia memeriksakan diri di Puskesmas terdekatnya masing-masing.
"Data yang kami terima tadi malam untuk wilayah Petamburan, dari 15 orang yang diperiksa, sudah 7 orang positif COVID, termasuk Lurah Petamburan. Kemudian di Tebet sudah 50 orang yang positif COVID," ungkap Doni Monardo dilansir dari detiknews. Jumat, 20 November 2020.
Selang dari beberapa hari setelah pengumuman 57 orang terinfeksi virus corona, tak lama kemudian Wagub DKI pun dikabarkan positif corona. Kabar tersebut pun disampaikan langsung oleh dirinya pada Minggu, 29 November 2020.
"Alhamdulillah, meskipun hasil testing pada Jumat (27/11) kemarin menunjukkan positif COVID-19, kondisi saya tetap dalam keadaan baik dan terkendali," jelas Ahmad Riza Patria selaku Wagub DKI.
Setelah diketahui banyaknya orang yang terpapar virus corona membuat pemerintah DKI seolah geram dan marah. Hingga akhirnya timbulah pemberian sanksi kepada HRS dan seluruh kroninya yang terlibat pada kasus tersebut.
Sanksi yang diberikan oleh pemerintah DKI terhadap HRS merupakan sanksi administrasi berupa uang Rp. 50 juta rupiah.
"Sanksi denda di DKI itu bukan basa-basi, Rp50 juta itu membentuk perilaku. Karena begitu orang dengar Rp50 juta, beda perilakunya dengan sanksi Rp50 ribu hingga Rp200 ribu," kata gubernur Anies, Senin, 16 November 2020.
Wah, sanksinya ringan sekali ya, tidak sebesar dosanya. Tapi ya sudahlah!
Menurut penulis pemberian sanksi tersebut tidaklah setimpal dengan bahaya yang dialami korban. Bayangkan saja, jika seandainya salah satu korban ada yang kehilangan nyawanya, kira-kira masih adakah nilai nominal yang mampu menggantikannya, Tentu tidak ada, bukan?
Dan tentu masyarakat DKI pun juga mungkin ada yang merasa heran dengan kecilnya sanksi yang diberikan oleh pemerintah DKI kepada HRS. Nampak sekali seperti ada kontrak politik di antara mereka. Tapi biarlah masyarakat menilai sendiri tentang ketidakadilan gubernurnya yang terlihat sangat memberikan pembelaan pada HRS. Ini seperti membuat peraturan hanya berlaku pada warga biasa tapi tidak bagi HRS dan para pemangku kebijakan.
Hal yang terpenting penulis sampaikan di sini, HRS sudah sangat jelas melakukan pelanggaran protokol kesehatan hingga mengakibatkan menambahnya kasus aktif positif covid19 sebanyak 57 orang di Jakarta. Dan tentunya hal itu patut diadali oleh hukum yang berlaku dengan seadil-adilnya.
Harapannya semoga pemerintah DKI tak hanya memberikan sanksi denda berupa rupiah saja, namun juga ada hukuman yang jera yang dianggap setimpal dengan kesalahan yang diperbuatnya.
Sumber: detiknews dan ayojakarta.comÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H