Mohon tunggu...
Idris
Idris Mohon Tunggu... Guru - Hidup disayang mati dikenang

Sang Penembus Kabut

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Ada Sahabat Sejati, Adanya Sahabat Kuasi!

1 Oktober 2019   19:04 Diperbarui: 2 Oktober 2019   18:09 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata "Sahabat Sejati" mungkin sudah tak asing lagi didengar oleh telinga kita dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sadarkah kita bahwa hingga sampai saat ini, kita masih bingung dan tidak pernah tahu siapakah sahabat sejati kita?

Rasanya, hal ini seperti pungguk merindukan bulan, bukan?

Seperti yang kita tahu bahwa dalam definisinya sahabat sejati merupakan seseorang yang selalu bisa menerima kita apa adanya. Setia dan tulus baik suka mau pun duka, saling mengulurkan tangan satu sama lain, dan selalu memberikan jalan apa yang hendak dicapainya.

Dan biasanya sahabat sejati itu juga mengangkat orang yang lebih lemah darinya, bersaing secara sehat dengan yang setara darinya dan mengikuti orang yang lebih kuat darinya.

Saya yakin, melihat dari definisnya sahabat readers pasti tahu dan faham tentang seperti apa itu sahabat sejati.

Dan jika saya boleh bertanya, sudahkah kalian menemukannya? Semoga sudah yak!

Sedikit saya akan bercerita tentang pengalaman saya dalam mencari sahabat sejati yang sampai saat ini tak kunjung saya temui.

Sepanjang pengalaman saya dalam bergaul, saya merasa kesulitan mencari sahabat sejati. Padahal saya selalu menjalin hubungan baik dengan siapa pun tanpa pandang suku, ras atau pun golongan. Tapi sayang, kebaikan saya tak semuanya dibalas baik. Kadang banyaknya dari mereka hanya memanfaatkan kebaikan saya.

Anehnya, Ada juga dari mereka yang sudah saya anggap sahabat sejati dan ia selalu baik kepada saya, suka memberi dan berlaga peduli. Tapi padahal di satu sisi mereka perhitungkan. 

Sedikitnya pemberian, langsung saja komando ambil alih (Otoriter), berani menyuruh ini, nyuruh itu kepada saya, seolah ada penguasaan satu sama lain yang berujung pada sikap feodalis (ngebos) pada sahabat sendiri. Dari sini saya mulai berpikir bahwa berbuat baik kepada manusia tak semuanya hasilnya baik, dan menerima kebaikan dari manusia tak seperti tulusnya pemberian tuhan kepada hambanya.

Bagi saya pribadi sejatinya, sahabat sejati bukanlah bagaimana cara kita saling menguasai satu sama lain, melainkan bagaimana kita saling mengerti dan menghargai satu sama lain.

Semenjak saya belajar dari pengalaman saya, sekarang saya menjadi orang yang tidak mudah untuk menerima pemberian dari orang lain. Karena semuanya itu belum tentu tulus melainkan dalam pengontrolan perhitungan secara masif.

Oleh karena itu, bagi kalian jangan pernah mudah menerima apapun dari seseorang yang sudah kalian anggap sahabat atau teman jika tidak ada sumbangsih yang kalian berikan untuknya. 

Karena semuanya itu hanya omong kosong belaka, perlahan mereka mencatatnya dan mungkin akan membukanya kembali di saat adanya kesenjangan atau perselisihan paham di antara kalian.

Dari perihnya rintihan pengalaman saya, sampai saat ini saya berpikir bahwa "Tak ada sahabat sejati, adanya sahabat kuasi" di dalam hidup saya.

Seorang tokoh penulis Inggris William Shakespeare pun pernah berkata "Kata-kata itu mudah dibuat, seperti angin. Sahabat yang setia (sejati) sulit untuk ditemukan".

Dari pesan di atas memang benar betapa sulitnya mencari sahabat yang setia dan tulus (sejati). Namun, Kendati demikian bukan berarti kita harus berhenti untuk terus berusaha mencarinya, dan bahkan kenapa tidak kita bisa menjadi bagian darinya. Karena percayalah dari seribu orang jahat, Tuhan pasti menyelipkan satu di antaranya orang baik.

Sekarang saya hanya bisa memilih mau menjadi sahabat sejati, ataukah hanya mau bermimpi ingin mendapatkan sahabat sejati.

Dan saya juga hanya bisa sadar jika sahabat sejati yang saya dambakan itu hanyalah angan-angan belaka yang mungkin tak akan pernah saya temukan sampai kapan pun.

Tapi meskipun begitu, saya juga tetap berharap semoga Tuhan mengizinkan saya bisa menjadi sahabat sejati bagi orang lain, selalu bisa berbagi dengan tulus baik suka atau pun duka, dan selalu ingin memberi kemudahan bagi orang lain tanpa pamrih semata hanya karena berharap ridanya untuk menjadi insan yang berguna bagi sesama dan agama.

Dan dengan penuh keyakinan hati, meski sahabat sejati di dunia tak ku temukan, Tuhan pasti menggantikannya kelak di alam surganya. Amin

Pesan saya untuk sahabat readers, janganlah hanya berpikir bagaimana cara mencari sahabat sejati, tapi berpikir pulalah bagaimana menjadi sahabat sejati.

Sebab, sesungguhnya anindita itu bukan karena kita memiliki sahabat sejati, tapi karena kita bisa menjadi sahabat sejati bagi orang lain.

Salam sejahtera untuk sahabat!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun