"Kalau sampai disepakati, berarti rezim [Jokowi] ini balik kanan, sudah jalan akalnya. Tapi, ini kan enggak mungkin," ujar Amien di Gedung Dewan Dakwah, Jakarta, Sabtu, 20 Juli 2019.
Artinya meski rekonsiliasi dengan versi 55% per 45% tidak dilakukan atau disetujui oleh Jokowi, namun tak menutup kemungkinan satu atau dua kursi pasti akan diberikan kepada pihak oposisi dari hasil rekonsiliasi yang telah dilakukan tersebut.
Melihat isu atau wacana yang geger diberitakan oleh salah satu media menyatakan bahwa kemungkinan Prabowo menduduki kursi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di pemerintahan Jokowi jilid II nanti. Selain itu, masih ada juga  kursi untuk para anggota pendukung oposisi yang masuk dalam wacana tersebut.
Jadi, dampak dari rekonsiliasi sudah nampak jelas bahwa peperangan sengit yang terjadi saat kampanye lalu hanya bagian dari dramatisasi politik yang telah dilakukan oleh kedua kubu.Â
Jika berkata siapa yang menang dan yang kalah dalam pemilu diantara kedua kubu, dalam hal ini, tentu dapat dikatakan bahwa tidak ada yang kalah dan menang dari mereka. Sebab, sama-sama dari mereka kini telah berposisi tak ada lagi oposisi.
Sejatinya yang kalah adalah mereka, rakyat yang tak dapat apa-apa, rakyat yang menjadi korban, dan rakyat yang bermusuhan antar sesamanya.
"Wahai kalian yang rakyat, dari sejarah ini kalian dapat belajar bagaimana menjadi pendukung yang bijak antara sesama rakyat. Karena sehebat apapun kalian dalam mendukung, hasilnya tetap saja akan sama, kalian adalah rakyat. Tidak seperti mereka yang kalian dukung, meski mereka jatuh kalah tetap saja mereka jatuh pada posisi yang lebih mulia dari kalian".
Tapi, meskipun demikian kita tidak usah baper, wong namanya juga politik toh, Kalau baperan enggak usah ikutan politik yok!
Sebetulnya, untuk menjaga nilai-nilai persatuan dan kesatuan, rekonsiliasi itu merupakan jalan yang tepat. Tapi, jika untuk berbagi kepentingan pribadi, itu namanya pelacur.
Secara kasat mata rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo menjadi polemik yang heboh serta pro kontra antara pendukung marak terjadi. Sungguh ironis sekali, jika rekonsiliasi yang dilakukan dengan tujuan untuk mempersatukan para pendukung demi terciptanya persatuan dan kesatuan itu malah menjadi nihil diluar apa yang dibayangkan.
Dalam menyikapi hal ini, saya sebagai cebong militan tentu amat antusias melihat keakraban antara Jokowi dan Prabowo saat melakukan rekonsiliasi, namun saya juga jujur merasa kecewa jika rekonsiliasi yang dilakukan hanya menjadi ajang bagi-bagi jabatan.Â