Mohon tunggu...
Rial Roja
Rial Roja Mohon Tunggu... Editor - Digital Marketing/Content Writer

Mari berbagi cerita dan inspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Media Sosial dan Body Image: Apakah Kita Semua Jadi Korban?

17 Desember 2024   19:48 Diperbarui: 17 Desember 2024   20:20 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Media Sosial di Handphone (Sumber: Pixabay/geralt)

Di era dominasi media sosial ini, kita mendapati diri kita berada di dunia yang penuh dengan gambar-gambar sempurna. Wajah mulus, tubuh ideal, dan gaya hidup mewah memenuhi keseharian kita. Meski segala sesuatu tampak menyenangkan di permukaan, sadarkah kita dampaknya terhadap persepsi diri kita? Pertanyaan sebenarnya adalah, apakah media sosial telah menjadikan kita korban standar kecantikan yang tidak realistis?

Dunia Maya dan Standar Kecantikan

Saat kita membuka Instagram atau TikTok, kita sering menjumpai standar kecantikan yang terkesan seragam: kulit mulus, tubuh proporsional, dan penampilan glamor. Ini bukanlah suatu kebetulan. Algoritma media sosial cenderung mempromosikan konten visual yang menarik bagi sebagian besar pengguna. Akibatnya, standar kecantikan ini tampak bersifat universal, padahal kenyataannya hanya sekedar konstruksi sosial yang diperkuat oleh teknologi.

Persoalannya, tidak semua orang bisa memenuhi standar tersebut, yang pada akhirnya menimbulkan tekanan tersendiri. Banyak pengguna terjebak dalam siklus membandingkan diri mereka dengan orang lain, meskipun mereka tahu bahwa banyak gambar yang mereka lihat telah diedit atau difilter. Perasaan tidak puas pada tubuh biasanya muncul karena ekspektasi yang tidak realistis tersebut.

Pengaruh Media Sosial Pada Generasi Muda

Generasi muda, khususnya remaja, merupakan kelompok yang paling rentan terhadap pengaruh media sosial. Mereka berada pada tahapan kehidupan dimana pencarian jati diri sangatlah penting, dan pengakuan dari lingkungan sosial seringkali menjadi kebutuhan utama. Sayangnya, media sosial bisa menjadi ruang yang dipenuhi komentar negatif dan perbandingan tidak sehat.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Youth and Adolescence menunjukkan bahwa paparan konten yang menggambarkan tipe tubuh ideal di media sosial dikaitkan dengan meningkatnya ketidakpuasan terhadap tubuh, terutama di kalangan remaja perempuan. Permasalahan ini juga mulai muncul di kalangan remaja putra, yang kini menghadapi tekanan untuk memiliki tubuh atletis atau berotot, seperti yang sering digambarkan dalam konten-konten populer.

Apakah ini Semua Salah Media Sosial?

Meskipun media sosial sering disalahkan, penting untuk disadari bahwa media sosial hanyalah sebuah alat. Media sosial mencerminkan, dan dalam beberapa kasus memperkuat, norma-norma yang ada di masyarakat. Namun, cara kita memilih berinteraksi dengan media sosial juga penting. Apakah kita memilih untuk mengikuti akun-akun yang menginspirasi hal-hal positif, ataukah kita tertarik pada akun-akun yang membuat kita merasa tidak mampu?

Di sisi lain, media sosial juga menciptakan platform gerakan yang menantang standar kecantikan tradisional. Kampanye seperti #BodyPositivity dan #SelfLove telah memberdayakan banyak orang untuk menerima diri mereka apa adanya. Tokoh masyarakat dan influencer yang mempromosikan keberagaman tubuh mulai mendapat pengakuan. Hal ini menggambarkan bahwa media sosial dapat menjadi alat yang ampuh untuk mendorong perubahan positif bila digunakan dengan bijak.

Mengelola Ekspektasi dan Realitas

Salah satu cara untuk melawan dampak negatif media sosial terhadap citra tubuh adalah dengan mengelola ekspektasi kita sendiri. Penting untuk diingat bahwa apa yang kita lihat di media sosial seringkali tidak mencerminkan kenyataan. Sebagian besar konten dikurasi dengan cermat agar terlihat sempurna, mulai dari pencahayaan hingga pengeditan yang rumit. Mengingat hal ini dapat membantu kita melihat konten media sosial dengan lebih kritis.

Selain itu, menumbuhkan kesadaran diri dan rasa hormat terhadap tubuh sendiri merupakan langkah penting. Tubuh kita, dengan segala ketidaksempurnaannya, adalah alat yang memungkinkan kita menjalani hidup. Menghargai tubuh kita atas apa yang dapat mereka lakukan, bukan hanya penampilannya, dapat membantu kita mengembangkan hubungan yang lebih sehat dengan diri kita sendiri.

Media Sosial: Korban atau Peluang?

Pada akhirnya, apakah kita semua menjadi korban media sosial bergantung pada cara kita memilih untuk terlibat dengannya. Media sosial bisa menjadi jebakan jika kita membiarkannya mendikte persepsi diri kita. Namun, hal ini juga dapat berfungsi sebagai alat yang ampuh untuk menyebarkan pesan-pesan positif dan menantang standar kecantikan yang sempit.

Jika kita bisa menavigasi media sosial dengan bijak, mengikuti akun-akun yang mempromosikan hal-hal positif, dan mendukung gerakan-gerakan yang merayakan keberagaman, kita bisa mengubah narasinya. Media sosial tidak harus menjadi sumber kekurangan, sebaliknya, ini bisa menjadi ruang di mana setiap orang merasa dihargai, terlepas dari bentuk tubuh, warna kulit, atau pilihan gaya hidup.

Lantas, apakah media sosial menjadikan kita semua sebagai korban? Mungkin. Namun kita juga mempunyai kekuatan untuk mengubah peran kita dari korban menjadi agen perubahan. Di dunia yang semakin terhubung, mari gunakan media sosial untuk merayakan keunikan dan keberagaman umat manusia, daripada membandingkan diri sendiri secara buruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun