Ketika kita berbicara tentang keadilan, pepatah lama "hukum itu tajam ke bawah, dan tumpul ke atas" sering terlintas di benak kita. Pepatah ini mengingatkan kita pada realitas hukum di Indonesia, dimana terdapat ketimpangan dalam penegakan hukum. Kasus-kasus yang melibatkan warga biasa biasanya ditangani dengan cepat dan hukuman yang berat, sementara kasus-kasus yang melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh sering kali berlarut-larut tanpa penyelesaian. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa kelompok kecil selalu dirugikan?
Sistem Hukum yang Masih Timpang
Salah satu sumber utama ketidakadilan tersebut adalah sistem hukum yang masih jauh dari ideal. Indonesia memiliki struktur hukum yang relatif komprehensif, namun tantangannya terletak pada bagaimana hal ini dipraktikkan. Dalam banyak kasus, individu yang memiliki sumber daya lebih besar, baik dalam hal uang, koneksi, atau kekuasaan, dapat memutarbalikkan sistem untuk menghindari akuntabilitas hukum.
Lihat saja kasus korupsi besar yang melibatkan triliunan rupiah. Individu yang terlibat biasanya menerima perlakuan yang baik, dengan penyelidikan yang berlarut-larut dan hukuman yang cukup ringan. Sebaliknya, individu yang kurang beruntung yang melanggar hukum karena keadaan yang merugikan, seperti mencuri untuk bertahan hidup, sering kali menghadapi hukuman berat tanpa mempertimbangkan latar belakang mereka.
Kesenjangan ini mengakibatkan kurangnya kepercayaan terhadap sistem hukum dan semakin memperdalam kesenjangan sosial. Ketika undang-undang tidak memberikan perlindungan yang adil bagi seluruh kelompok masyarakat, hal ini juga melemahkan kepercayaan terhadap pemerintah.
Budaya Feodal dan Pengaruh Kekuasaan
Pengaruh budaya feodal terhadap perspektif hukum kita sulit untuk diabaikan. Dalam konteks ini, kekuasaan seringkali dipandang sebagai kebebasan memerintah yang tidak terbatas, terutama dalam hal penegakan hukum. Mereka yang menduduki jabatan lebih tinggi seringkali merasa terlindungi dari dampak hukum, sedangkan mereka yang berada di bawahnya hanya bisa menerima keputusan yang diambilnya.
Permasalahan ini diperparah dengan dinamika ketergantungan patron-klien. Dalam kerangka ini seringkali hukum dikesampingkan demi kepentingan tertentu. Penegakan hukum menjadi alat tawar-menawar politik yang berujung pada kompromi terhadap keadilan.
Media dan Persepsi Publik
Media sangat penting dalam mempengaruhi persepsi ketidakadilan hukum. Sayangnya, tidak semua media mampu memberitakan kebenaran secara objektif. Beberapa orang mungkin menunjukkan sikap pilih kasih terhadap kelompok berkuasa karena tekanan atau kepentingan tertentu. Akibatnya, kasus-kasus yang melibatkan pihak-pihak yang kurang berkuasa sering kali digambarkan secara negatif, sementara kasus-kasus yang lebih penting sering kali diabaikan.