Mohon tunggu...
Rial Roja
Rial Roja Mohon Tunggu... Editor - Digital Marketing/Content Writer

Mari berbagi cerita dan inspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontroversi Pernikahan Mewah, Hak Individu atau Sensitivitas Sosial?

7 Desember 2024   08:19 Diperbarui: 7 Desember 2024   08:27 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menikah merupakan peristiwa yang sangat bermakna yang seringkali ditandai dengan perayaan yang rumit. Baru-baru ini, maraknya resepsi pernikahan yang mewah telah menyebabkan perbincangan intens tentang keseimbangan antara ekspresi individu dan tanggung jawab sosial. Apakah tampilan kekayaan ini mencerminkan kreativitas pribadi, atau justru merupakan tanda terputusnya hubungan dengan kebutuhan masyarakat?

Pernikahan sebagai Ekspresi Kepribadian

Bagi banyak pasangan, resepsi pernikahan bukan sekadar perayaan cinta mereka; itu juga menunjukkan kepribadian mereka. Memilih tempat yang mewah, dekorasi yang glamor, dan mengadakan pesta besar seringkali menandakan kesuksesan atau kegembiraan yang ingin mereka bagikan kepada keluarga dan teman.

Namun, ada juga tekanan sosial yang mendorong pasangan untuk mengadakan perayaan besar. Di era media sosial saat ini, pernikahan seringkali dianggap sebagai sebuah "pertunjukan", dimana pasangan ingin menunjukkan sisi terbaiknya. Foto dan video yang beredar di platform digital dapat menjadi sarana validasi sosial, yang sayangnya dapat menimbulkan persaingan tidak sehat antar individu. 

Bisakah semua orang merayakan pernikahannya sesuai dengan keinginannya? Secara teori, ya, mereka bisa. Namun tampilan mewah kerap mengundang kritik terkait persoalan sosial.

Sensitivitas Sosial dalam Konteks Kemewahan

Topik resepsi pernikahan mewah seringkali menuai kontroversi, apalagi jika diadakan di masa sulit seperti krisis ekonomi atau bencana alam. Di Indonesia, perbedaan mencolok antara kemewahan perayaan ini dan kemiskinan di sekitarnya dapat dilihat dari kurangnya kesadaran sosial.

Mengakui kepekaan sosial tidak berarti menyangkal kegembiraan siapa pun dalam merayakannya, ini tentang menyeimbangkan keinginan pribadi dengan dampaknya terhadap komunitas. Saat merencanakan sebuah acara besar, muncul dilema moral: apakah kemewahan ini memberikan kontribusi positif, atau sekadar menyoroti kesenjangan sosial yang ada?

Dalam situasi tertentu, penolakan terhadap partai besar seringkali mencakup lebih dari sekedar aspek finansial; hal ini juga menyentuh sumber daya yang berperan. Misalnya, pemilihan lokasi yang menghalangi fasilitas umum atau menggunakan energi berlebihan dapat menimbulkan kekhawatiran.

Perspektif Ekonomi: Memutar Uang atau Memboroskan?

Perayaan pernikahan yang besar bukan hanya soal "menghabiskan uang sembarangan". Padahal, resepsi mewah dapat memberikan dampak ekonomi yang positif, terutama bagi sektor jasa seperti katering, dekorasi, fotografi, dan transportasi. Para pedagang yang terlibat menikmati manfaat langsung dari acara tersebut, yang membantu menciptakan lapangan kerja dan memberi energi pada perekonomian lokal.

Sering kali dikatakan bahwa uang yang dihabiskan untuk resepsi pernikahan megah dapat diinvestasikan dalam inisiatif yang lebih bermanfaat. Pendapat ini biasanya muncul dari individu yang memandang kemewahan pernikahan sebagai kemewahan sesaat yang tidak memberikan keuntungan jangka panjang.

Di sisi lain, ada argumen yang mengatakan bahwa mengeluarkan uang untuk pesta adalah keputusan pribadi. Selama uang itu diperoleh dengan cara yang halal, mengapa pemiliknya tidak menggunakannya sesuai keinginannya? Selain itu, apa yang dimaksud dengan "kemewahan" sangat subjektif dan dapat sangat bervariasi tergantung pada pengalaman dan sudut pandang individu.

Menemukan Jalan Tengah

Pembahasan resepsi pernikahan mewah bukan hanya soal siapa yang benar atau salah; mereka fokus pada bagaimana kedua belah pihak dapat menemukan kompromi. Bagi mereka yang mampu menyelenggarakan acara mewah, penting untuk memikirkan dampak sosial dari pilihan mereka. 

Apakah kemewahan ini berpotensi memberikan manfaat bagi masyarakat luas? Misalnya, banyak pasangan kini mengintegrasikan inisiatif sosial ke dalam pernikahan mereka dengan menyumbangkan sebagian biaya perayaan mereka untuk amal.

Selain itu, masyarakat perlu menyadari bahwa pernikahan adalah perayaan pribadi. Mengkritik seseorang atas cara mereka merayakan kebahagiaan bukanlah pendekatan yang produktif. Sebaliknya, memberikan kritik konstruktif yang berempati dan berdasarkan fakta cenderung lebih diterima dengan baik.

Refleksi Akhir: Kemewahan sebagai Pilihan, Bukan Kewajiban

Resepsi pernikahan pada dasarnya adalah perayaan cinta yang dibentuk oleh keinginan pasangan. Tidak ada standar mutlak mengenai apa yang dianggap tepat. Fokusnya harus pada penanganan kontroversi apa pun dengan hati-hati, baik secara pribadi maupun dalam komunitas.

Meskipun pernikahan mewah dapat dilihat sebagai sebuah keistimewaan, penting untuk memprioritaskan kepekaan sosial. Kemewahan tidak harus menonjolkan kesenjangan; ini juga bisa menjadi cara untuk berbagi kegembiraan dan menciptakan dampak positif. Tidak peduli bagaimana sebuah pernikahan dirayakan, sebuah pernikahan harus bertujuan untuk mendekatkan orang-orang, bukan memisahkan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun