Mohon tunggu...
Rial Roja
Rial Roja Mohon Tunggu... Editor - Digital Marketer/Content Writer

Menghidupkan tulisan dengan gaya santai namun informatif. Mari berbagi cerita dan inspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketimpangan Ekonomi di Indonesia, Apa yang Salah dengan Kebijakan Kita?

2 Desember 2024   11:30 Diperbarui: 2 Desember 2024   13:18 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Gedung di Perkotaan. (Sumber: Pixabay/cegoh)

Ketimpangan ekonomi menjadi tantangan besar di Indonesia. Kita bisa mengamati gedung pencakar langit yang megah, kemewahan kota-kota besar, dan pasar keuangan yang berkembang pesat. Namun masih ada daerah yang kekurangan infrastruktur dasar seperti air bersih dan listrik. Apa yang membuat strategi ekonomi kita membiarkan ketimpangan ini terus berlanjut, meskipun pertumbuhan ekonomi terus berlanjut?

Ketimpangan yang Berakar pada Pembangunan yang Tidak Merata

Salah satu penyebab utama ketimpangan ekonomi di Indonesia adalah kecenderungan pembangunan yang terkonsentrasi di Pulau Jawa, khususnya di Jakarta dan sekitarnya. Pulau Jawa menyumbang porsi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, sementara daerah lain, khususnya di Indonesia Timur, seringkali tertinggal. Akibatnya kesenjangan antara daerah berkembang dan daerah tertinggal semakin lebar.

Masalah ini melampaui infrastruktur fisik; hal ini juga mencakup akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan kesempatan kerja. Ketika kebijakan pemerintah terlalu fokus pada pembangunan satu daerah, maka daerah lain hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi nasional. Indonesia merupakan negara yang sangat beragam, dan setiap daerah mempunyai potensi unik yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan.

Fokus Kebijakan pada Pertumbuhan, Bukan Pemerataan

Dalam beberapa dekade terakhir, kebijakan ekonomi Indonesia sering kali memprioritaskan pertumbuhan dibandingkan kesetaraan. Keberhasilan suatu perekonomian nasional biasanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan PDB, tanpa mempertimbangkan distribusi manfaat dari pertumbuhan tersebut.

Permasalahannya adalah pertumbuhan yang tinggi belum tentu berarti kemakmuran yang meluas. Pertumbuhan yang tidak inklusif justru dapat memperlebar kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Misalnya, sektor formal yang berkembang pesat di kota-kota besar seringkali hanya memberikan manfaat kepada segelintir orang, sementara pekerja di sektor informal atau masyarakat pedesaan terus berjuang melawan kemiskinan.

Kebijakan Redistribusi yang Lemah

Ketimpangan ekonomi juga disebabkan oleh kebijakan redistribusi yang tidak efektif. Perpajakan progresif yang seharusnya bisa menjadi alat untuk menjembatani kesenjangan ini, belum diterapkan secara optimal. Kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah, terutama di kalangan masyarakat kaya.

Selain itu, alokasi anggaran untuk program sosial seringkali tidak mencapai target yang diharapkan. Inisiatif seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Kartu Prakerja memang memberikan sedikit keringanan, namun hanya menawarkan solusi sementara. Untuk mengatasi kesenjangan struktural, diperlukan reformasi yang lebih signifikan pada sistem perpajakan, investasi pada pendidikan dan pelatihan, serta pembangunan infrastruktur di daerah-daerah tertinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun