Istilah gig economy telah menjadi perbincangan semua orang dalam beberapa tahun terakhir. Ide ini berkisar pada struktur kerja yang fleksibel di mana individu tidak terikat pada kontrak permanen dengan satu perusahaan namun mengambil berbagai proyek, penugasan, atau pekerjaan jangka pendek. Dengan maraknya platform digital seperti Gojek, Grab, Upwork, dan Tokopedia, gig economy telah menjadi bagian penting dari lanskap ketenagakerjaan di Indonesia. Namun apakah hal ini benar-benar merupakan masa depan dunia kerja di Indonesia atau hanya fenomena sementara?
Mengapa Gig Economy Semakin Populer?
Ada beberapa alasan mengapa gig economy begitu diminati banyak orang, termasuk para pekerja dan pebisnis. Bagi mereka yang bekerja, hal ini menawarkan fleksibilitas yang biasanya tidak dimiliki oleh pekerjaan tradisional. Pekerja gig memiliki otonomi untuk memilih jam kerja, mencari pekerjaan yang sesuai dengan keterampilannya, dan menjaga keseimbangan kehidupan kerja yang sehat. Fleksibilitas ini sangat menarik bagi generasi muda seperti Gen Z dan milenial, yang sering kali mengutamakan kebebasan dan keseimbangan dibandingkan stabilitas pekerjaan jangka panjang.
Jika Anda mempertimbangkan sisi bisnis, gig economy adalah strategi penghematan biaya. Dengan mempekerjakan pekerja lepas atau pekerja kontrak, perusahaan dapat mengurangi pengeluaran seperti asuransi kesehatan, tunjangan dan kewajiban pensiun. Mengingat ketidakpastian perekonomian global, model ini menawarkan fleksibilitas penting yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Potensi Besar untuk Indonesia
Indonesia kini menjadi pusat gig economy yang dinamis. Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta orang, yang sebagian besar terdiri dari generasi muda, negara ini memiliki angkatan kerja yang besar dan beragam. Perluasan teknologi dan akses internet yang lebih besar juga memungkinkan lebih banyak individu untuk bergabung dalam gig economy. Bidang-bidang seperti transportasi, pesan-antar makanan, pemasaran digital, desain grafis, dan pendidikan online kini menjadi komponen penting dari perubahan ini.
Bagi mereka yang berada di daerah pedesaan, gig economy telah membuka kemungkinan-kemungkinan yang sebelumnya tidak mungkin tercapai. Hanya dengan koneksi internet, seseorang yang tinggal di desa kecil bisa menjadi desainer grafis untuk klien dari negara lain atau penulis konten untuk startup yang berbasis di Jakarta.
Tantangan yang Perlu Diatasi
Meskipun gig economy memberikan banyak manfaat, namun juga menghadirkan berbagai tantangan. Permasalahan utamanya adalah kurangnya perlindungan sosial bagi pekerja. Karena mereka dipandang sebagai wiraswasta, pekerja pertunjukan seringkali tidak memiliki akses terhadap asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, atau keamanan kerja. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap risiko selama masa sakit atau kehilangan pekerjaan dibandingkan dengan pekerja tradisional.
Kendala lainnya adalah inkonsistensi pendapatan. Pekerja gig sering kali mengandalkan jumlah pekerjaan atau proyek yang mereka selesaikan untuk mendapatkan penghasilan. Dalam perekonomian yang lemah atau ketika permintaan menurun, hal ini dapat menimbulkan tantangan besar.
Di sisi lain, model ini menekankan perlunya pekerja untuk mengembangkan keterampilannya seiring berjalannya waktu. Dalam dunia yang berkembang pesat dan kompetitif, keterampilan yang dibutuhkan saat ini mungkin tidak akan berguna dalam beberapa tahun ke depan. Akibatnya, pekerja gig harus berinvestasi secara rutin dalam pendidikan dan pelatihan mereka untuk mempertahankan relevansinya.
Bagaimana Menciptakan Ekosistem yang Berkelanjutan?
Untuk memposisikan gig economy sebagai masa depan lapangan kerja di Indonesia, diperlukan upaya bersama dari berbagai sektor. Pemerintah misalnya harus menetapkan kebijakan yang mendukung perlindungan sosial bagi pekerja lepas. Salah satu idenya adalah memperluas cakupan program BPJS Ketenagakerjaan dengan memasukkan pekerja gig (gig worker) agar mereka merasa aman meski tidak memiliki pekerjaan tetap.
Di sisi lain, penting bagi perusahaan platform untuk memikul lebih banyak tanggung jawab. Misalnya, mereka dapat meluncurkan inisiatif pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pekerja atau menawarkan rencana asuransi yang terjangkau. Pendekatan ini tidak hanya akan membantu pekerja tetapi juga meningkatkan loyalitas mereka dan meningkatkan kualitas tenaga kerja secara keseluruhan.
Pekerja harus bertanggung jawab atas pengembangan karier mereka di ekosistem ini. Mereka harus fokus pada pembelajaran berkelanjutan, beradaptasi dengan tren baru, dan menciptakan portofolio yang solid. Dalam gig economy, personal branding dan koneksi profesional sangatlah penting.
Masa Depan yang Tidak Dapat Dihindari?
Di tengah semua perubahan yang sedang berlangsung, gig economy tampaknya lebih dari sekadar tren jangka pendek. Tampaknya hal ini merupakan elemen kunci dari transformasi besar di dunia kerja, yang didorong oleh perubahan teknologi dan gaya hidup. Namun, masih belum ada kepastian apakah hal ini akan sepenuhnya menentukan masa depan lapangan kerja di Indonesia. Model kerja tradisional mungkin masih signifikan di sektor-sektor tertentu, terutama sektor-sektor yang memerlukan stabilitas dan ikatan kerja jangka panjang.
Tidak ada keraguan bahwa gig economy membuka peluang besar bagi mereka yang mau mengambil risiko dan beradaptasi. Dengan strategi yang tepat dan dukungan dari pemerintah dan sektor swasta, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin dalam gig economy, memberikan dampak positif terhadap tenaga kerja dan perekonomian secara keseluruhan. Pada akhirnya, masa depan dunia kerja ditentukan oleh fleksibilitas, inovasi, dan keberlanjutan, yang semuanya terwakili dalam gig economy.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H